Seruling Samber Nyawa Chapter 27

"Engkoh Liong sungguh aku sangat bahagia! Aku sangat girang!" "Adik Sia!"

"Hmmmm."

"Kini sudah hari keenam, betapapun aku harus segera berangkat!"

"Baiklah, lekaslah kau berangkat dan cepat kembali supaya aku tidak kwatir dan terlalu mengenang dan mengharap harap kau."

"Baik,"

Berdua mereka berjalan berendeng bergandeng tangan keluar dari rimba.

Kasih mesra yang tidak mengenal batas terpaksa harus bubar mengiringi rasa duka nestapa sebelum berpisah ini, mereka sama-sama menghentikan langkah.

Air mata pelan-pelan mengalir keluar dari kedua biji mata Siau-sia yang bening pudar itu.

"Selamat berpisah Engkoh Liong, jagalah dirimu baik-baik, adik Siamu selama hidup ini selalu akan menantimu..."

Tak tertahan lagi air mata mengalir deras. Pelan-pelan Giok-liong mengecup air maia yang mengalir deras itu, serta katanya tersendat "Adik Sia. selamat berpisah, aku berangkat..."

Memutar tubuh terus lari kencang! Diatas tanah tersiram setetes air mata yang tak terbendung lagi, tak tertahan lagi Siau sia menangis sesenggukan tapi dia masih kuat melebarkan kedua pandangan matanya serta melambaikan tangan, sampai bayangan Giok-liong sudah menghilang dibalik pinggang gunung sebelah depan sana.

Walaupun perpisahan ini bukan untuk selamanya, namun betapapun rasanya sangat berkesan dan menggetarkan hati, Hidup manusia memang kadang kadang harus dikasihani, baru saja mereka terangkap sebagai suami istri, dalam waktu kilat harus berpisah lagi.

Asmara memang suka mempermainkan orang, betapa kejam dan menyedihkan! Membawa hati yang penuh duka lara Giok-liong kembangan Leng-hua-toh sekuatnya, besar hasratnya untuk membuang jauh-jauh rasa sedih dan pilu hatinya dibelakang.

Tapi apakah itu mungkin? Betapapun cepatnya ia berlari perasaan yang mengganjal dalam sanubarinya itu selalu mengintil dibenaknya, membuatnya sedikit tiada kesempatan untuk bernapas! 0h.

Tuhan! semakin lari jarak dengan istri tercinta semakin jauh! Entah kapan dirinya baru dapat tiba kembali diharibaan kekasihnya yang tercinta, Tak tertahan lagi ia berpaling kebelakang, Namun pohon didepan sana sudah teraling oleh lamping gunung, tak kuasa lagi segera kakinya berlari kencang balik kearah datangnya semula, Asal dapat selintas pandang saja melihatnya, meskipun itu dari jarak yang sangat jauh, hatinya juga akan lega dan terhibur.

Tak lama kemudian ia sudah sampai di-puncak lamping gunung.

jauh didepan hutan yang lebat sana, dibawah cahaya sinar matahari yang memancar terang, tampak sebuah bayangan manusia terbayang dalam pandangannya.

"Oh, Siau-sia kekasihku, kenapa kau masih belum kembali?"

Baru saja Giok liong hendak mementang mulut berteriak! Tatkala itu agaknya bayangan Siau-sia yang langsing semampai itu juga telah melihat bayangan Giok-liong yang lari balik saking girangnya tampak ia berjingkrak sambil melambaikan tangannya.

Ingin rasanya Giok-liong cepat-cepat berlari balik memeluk Siau-sia.

dalam pelukannya, akan dikatakan bahwa untuk selanjutnya dirinya takkan berpisah lagi!"

Tapi dapatlah kenyataan hidup ini memungkinkan tekadnya ini! Sekarang sudah saatnya ia harus pergi meninggalkan tempat yang penuh kenangan manis ini karena ia telah melihat bayangannya, Maka sambil menunduk perlahan-lahan ia memutar badan berjalan melenggang turun dari puncak gunung, Tak tertahan agi dua butir air mata menetes membantu jubah panjangnya.

Tiba tiba Giok-liong menghela napas panjang untuk menghilangkan kekesalan hatinya.

Mendongak ketengah udara ia berpekik panjang terus berlari sekencang-kencangnya, Tanpa terasa akhirnya ia tiba dijalan raya, terpaksa ia harus melanjutkan langkah kakinya terus menyusun jalan raya ini menuju kekota.

Tatkala itu meskipun sudah tiba pertengahan musim rontok hawa masih dingin sekali, tapi setelah matahari terbit dan meninggi, terasa hawa mulai panas dan hangat.

Semakin dekat dengan kota terlihat satu dua orang berlalu lalang, tapi mereka memandang kearah Giok-liong dengan sorot pandangan yang aneh.

Sebab pemuda yang gagah ganteng ini hanya mengenakan pakaian jubah luar yang tipis, berjalan seorang diri dengan sikap dingin seolah-olah semua orang dalam dunia ini, semua kejadian dalam alam semesta ini sedikitpun tidak menarik perhatian."

Lama kelamaan orang mulai banyak berlalu lalang ditengah jalan, sudah tentu semakin banyak orang dijalanan yang memandang heran kearahnya, Malah ada yang bisik-bisik membicarakan keanehannya.

Terang dia sebagai pelajar yang lemah, dalam musim yang dingin ini hanya mengenakan jubah pelajar yang tipis serta ikat kepala sutra lagi agaknya sedikit tidak takut akan dingin.

Ditambah expresi wajahnya yang membeku tanpa emosi menambah semua orang bertanyatanya, orang macam apakah pemuda gagah ini! Dari pembicaraan orang-orang dipinggir jalan itu akhirnya Giok-liong tahu bahwa kota didepan yang terletak dipinggir bukit Tay-soat-san ini bernama kota An-tin.

Demikianlah ia menyusuri jalan raya ini, tak lama kemudian didepannya terlihat tembok-tembok ?eadck dibelakang tembok-tembok ini adalah gubuk-gubuk tembok yang rendah.

Terdengar didalamnya suara manusia yang berbisik.

Kiranya para pedagang yang hilir mudik sangat banyak tiada putusnya.

Waktu Giok-liong memasuki kota An-sum matahari sudah cukup tinggi diatas cakrawaIa.

Mengikuti arus manusia yang berbondong bondong itu, perlahan-lahan Giok-liong memasuki kota terbesar disamping pegunungan Tay-soat san ini.

Baru saja ia habis melewati sebuah jalan raya.

lantas terdengarlah suara masakan dio-tth diatas wajan serta hidung juga dirangsang bau masakan yang sedap, perut Giok-liong lantas keruyukan minta diisi.

Memang sudah beberapa hari ini Giok-liong belum makan.

Apalagi bau masakan sedap dan berat ini selain masa kecil dulu, selanjutnya waktu hidup dalam pengasingan diatas gunung beberapa puluh tahun itu, boleh dikata masakan kampungan saja yang dimakannya, maklum sudah sekian lama dia tidak bergaul dengan khalayak ramai.

Seketika timbul selera makannya, mengikuti datangnya arah bau masakan ia membelok ke jalan tanah sebelah kiri rumah pertama pada jalan ini terlihat diluar pintunya ada tergantung papan nama yang bercat merah bertuliskan hurufhuruf hitam besar bernama "warung daging sapi"

Diluar dugaan pintu warung ini tergantung gordyin tebal yang terbuat dari wool.

Diambang pintu berdiri seorang pelayan yang mengenakan baju tebal terbuat dari kapuk, setiap kali ada orang berjalan, ia membungkuk-bungkuk badan sambil menyilakan orang mampir.

Pelan-pelan Giok-liong maju mendekat.

Pelayan itu segera maju menghampiri sambil berseri tawa, ujarnya.

"Kongcu, hawa sedingin ini bajumu tipis lagi, awas nanti kena pilek! Kongcu warung kita merupakan yang paling terkenal dikota ini dengan masakan yang paling lezat, Keadaan didalam hangat lagi silakan masuk dulu untuk sekedar istirahat ! Nanti setelah sang surya naik tinggi keadaan hawa jaga sudah panas setelah perut kenyang tentu semangat bertambah untuk melakukan perjalanan."

Sambil berkata ia lantas menyingkap gordyin tebal itu menyilahkan tamunya masuk.

Begitu gordyin tersingkap bau harum arak serta masakan segera merangsang hidung hawa hangat juga lantas mengalir keluar menyampok badannya.

Giok- liong sedikit menganggukkan kepala kearah si pelayan terus melangkah masuk, Tepat pada waktu Giok-liong melangkah masuk ini, seseorang bajingan yang berada dipinggir emperan memutar biji matanya terus bergegas lari pergi.

Saat itu meskipun hari masih sangat pagi, tapi orang yang datang kepasaran dikota ini sudah banyak selalu tidak heran dalam warung daging sapi ini sudah penuh sesak dan hiruk pikuk oleh pembicaraan para tamu.

Acuh tak acuh Giok liong mencari tempat kosong, dimintanya seporsi Sop buntut serta arak sepoci kecil, seorang diri ia makan minum dengan tenangnya.

Para tamu yang hadir dalam warung makan ini boleh dikata terdiri dari segala lapisan masyarakat dari kaum yang rendah sampai yang terpelajar juga tidak sedikit para buaya darat berkumpul disini.

Sebuah meja besar yang terletak ditengah ruangan penuh dikerumuni banyak laki-laki bermuka garang dengan jambang lebat tebal serta mata yang mendelik besar, sambil makan minum tak henti-hentinya mulutnya mengoceh panjang pendek ngelantur menerbangkan ludahnya.

Terdengar salah seorang laki-laki kasar yang berusia tiga puluhan duduk di paling tengah membuka mulutnya yang besar sedang bicara.

"Maknya, sungguh ajaib dan mengherankan akhir-akhir ini banyak kejadian aneh yang telah timbul dalam kaum persilatan. Dilihat-naga-naganya, bakal ada lagi adegan seram dan mengejutkan bakal terjadi tak lama ini."

Orang-orang yang berduduk disekitarnya lantas bertanya berbareng.

"Thio toako, coba kau ceritakan untuk kita dengar bersama!"

Melihat banyak orang ketarik oleh obrolannya, giranglah orang itu, telapak tangannya segera menepuk dada, serunya tertawa "He, siapa tidak tahu aku simulut cepat Thio Sam paling lincah mendapat kabar, Kalian jangan kesusu, dengarkan dulu suatu suatu peristiwa yang baru saja terjadi di tempat yang berdekatan ini."

Suasana seketika menjadi sunyi dan tenang, semua orang mementang mata lebar-lebar dan memasang kuping untuk mendengar ceritanya. Terlebih dulu si mulut cepat Thio Sam menenggak araknya, lalu menggerung batuk-batuk. ujarnya.

"Belakangan ini dikalangan Kangouw telah muncul seorang pemuda pendekar yang diberi julukan Kim-pit-jan-hun, apakah kalian sudah pernah dengar?"

Serentak para hadirin menyatakan tidak tahu. "Ha, bicara tentang Kim pit-jan-hun ini orang akan mengkirik ketakutan."

Sampai disini ia menenggak lagi araknya, lalu menyumpit sekerat daging sapi terus dijejalkan kedalam mulutnya, pelan-pelan dikunyahnya.

Para teman-teman yang memenuhi sekeliling meja besar ini rata-rata adalah orang-orang yang kenyang berkelana di kalangan Kangouw, melihat tingkah si mulut cepat yang tengik jual mahal itu, ada diantaranya yang berangasan lantas tercetus bertanya.

"Thio-toako, sudahlah lanjutkan ceritamu, jangan jual mahal apa segala."

"Thio toako, siapakah sebenarnya Kim-pit-jan hun itu?"

Si mulut cepat Thio Sam menenggak seteguk arak lagi, lalu berkecek kecek-kecek mulut, katanya.

Posting Komentar