Halo!

Sepasang Pendekar Kembar Chapter 34

Memuat...

Tapi Ouwyang Bun tidak menjawab, bahkan tiba-tiba saja matanya menjadi merah dan ia pandang wajah adiknya yang gagah dan kini berpakaian perwira itu. Pandangan mata Ouwyang Bun membuat Ouwyang Bu terkejut sekali.

"Bun-ko." teriaknya dengan hati tidak karuan. "Ada kabar apa?"

Ouwyang Bun hanya menunjuk ke arah kereta yang tertutup kain putih yang ditarik oleh seekor kuda. Ouwyang Bu masih tidak mengerti walaupun hatinya berdebar-debar cemas. Ia lalu menghampiri kereta itu dan membuka kain putih yang menutupi kendaraan itu. Di dalam kereta terdapat sebuah peti mati.

Dengan terkejut Ouwyang Bu melangkah mundur.

Mukanya menjadi pucat.

"Bun-ko, apa artinya ini? Peti mati siapa ini dan apa maksudmu?"

"Bu-te..... sumoi..."

Tiba-tiba saja Ouwyang Bu menggigil dan mukanya semakin pucat ketika ia berteriak, "Lie Eng.....?." dan cepat sekali ia meloncat ke arah peti mati itu. Dengan tangannya yang kuat ia buka peti itu hingga peti mati yang telah dipaku itu terbongkar seketika itu juga. Ia buka kain penutup muka mayat itu.

"Lie Eng.... kau...." dan pemuda itu tak dapat melanjutkan katakatanya karena pada saat itu juga ia roboh pingsan.

"Bu-te.... ah, Bu-te..... kasihan kau...... adikku..." Ouwyang Bun-lalu menubruk dan memeluk tubuh adiknya. Ia angkat kepala Ouwyang Bu dan dipangkunya serta diciuminya dengan penuh kasih sayang.

Para penjaga yang melihat peristiwa ini berdiri bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Mereka belum tahu siapakah yang berada di peti mati itu dan mereka tidak berani melakukan apa-apa karena tidak mendapat perintah.

Ketika Ouwyang Bu sadar sambil merintih memanggil- manggil nama Lie Eng, ia dapatkan dirinya sedang dipeluk dan dipangku oleh kakaknya. Tiba-tiba ia meloncat berdiri dan mencabut pedangnya.

"Bun-ko.... siapa.... siapa yang membunuh dia? Kaukah...?" ia menghampiri kakaknya dengan sikap mengancam. "Ya, tentu kau. Siapa lagi yang dapat membunuh dia? Dan kau sekarang sudah menjadi pemberontak? Hayo, mengakulah kau."

Ouwyang Bun hanya menggeleng-gelengkan kepala lalu ia mengeluarkan surat Lie Eng. Ouwyang Bu menerima surat itu dengan kedua tangan menggigil. Ketika ia membaca isinya surat itu, mukanya menjadi sebentar pucat sebentar merah. Ia lalu memukul-mukul kepala sendiri dengan tangan hingga topi besi yang dipakainya berbunyi tang-tung dengan keras. Setelah habis membaca surat itu, ia menjatuhkan diri berlutut di depan kaki kakaknya dan berkata,

"Bun-ko.... kaubunuhlah aku, Bun-ko.... aku hendak menyusul Lie Eng..."

Tapi Ouwyang Bun memegang kedua pundak adiknya dan ditariknya Ouwyang Bu berdiri. "Bu-te. Bukankah kau seorang laki-laki dan seorang jantan pula. Janganlah bersikap lemah."

Tiba-tiba katakata ini bagaikan cahaya kilat yang memasuki tubuh Ouwyang Bu. Ia berdiri tegak dan kedua matanya memandang kepada kakaknya sedemikian rupa hingga Ouwyang Bun mundur dua langkah. Mata itu bagaikan mata seorang buta melek. "Baik, Bun-ko. Aku tetap seorang laki-laki dan sudah menjadi tugasku untuk membalas dendam ini. Jangan kau menyesal kalau kelak aku pasti membunuh Cui Sian, Siauw Leng, dan engkau juga."

Biarpun hatinya merasa sakit dan pilu, tapi Ouwyang Bun tahu bahwa inilah sikap terbaik bagi seorang perajurit seperti Ouw yang Bu.

"Bu-te, aku tahu bahwa surat ini telah menyakiti hatimu dan kau tentu marah kepadaku. Kalau kau sakit hati dan hendak membunuh aku, lakukanlah itu sekarang juga, adikku."

"Tidak membunuh pemberontak ini sekarang, mau tunggu kapan lagi?" tiba-tiba terdengar orang berseru keras dan Gui Li Sun yang mengeluarkan katakata ini lalu menyerbu dan menyerang Ouwyang Bun, diikuti oleh beberapa orang perwira lain.

"Tahan." Ouwyang Bu membentak hingga semua penyerang itu mengundurkan diri. "Jangan serang dia."

"Ciangkun, dalam menghadapi musuh, perajurit sejati tidak kenal saudara." Gui Li Sun memperingatkan.

"Tutup mulut." Ouwyang Bu membentak marah. "Kaukira aku tidak tahu aturan seorang perajurit sejati? Aku larang kau serang dia bukan karena ia saudaraku, tapi karena kedatangannya adalah sebagai seorang utusan yang membawa jenasah Cin-lihiap. Pantaskah kalau kita serang dia? Perbuatan ini akan dipandang rendah dan aku melarang siapa saja menyerang dia pada waktu sekarang ini."

Semua orang terpaksa mengakui kebenaran katakata ini. “Sekarang kau pergilah." kata Ouwyang Bu dengan

suara dingin. "Bu-te.... marilah kita pergi saja, pergi dari segala peperangan ini..."

Untuk sesaat Ouwyang Bu ragu-ragu, tapi ia segera menetapkan hatinya dan berkata,

"Sudahlah, jangan banyak ribut. Bujuk-anmu tidak ada artinya bagiku..Aku seorang perajurit sejati dan harus tetap menu naikan tugasku sebagai seorang perwira. Dan kau....

kau pergilah kembali kepada tunanganmu." Kemudian Ouwyang Bu memerintahkan anak buahnya untuk mendorong kereta berisi peti mati itu ke dalam benteng dan ia sendiri lalu masuk ke dalam benteng tanpa menoleh lagi kepada kakaknya. Ouwyang Bun menghela napas berkali- kali dan terpaksa ia lalu kembali ke dalam hutan.

Setelah berada dalam benteng, barulah Ouwyang Bu menangisi jenasah Lie Eng, sedangkan Gui Li Sun berkata dengan suara gemas.

"Ciangkun, marilah kita kerahkan tenaga dan menyerbu ke dalam hutan. Kalau belum dapat membasmi habis pemberontak-pemberontak hinadina itu, belum puas rasa hatiku."

Ouwyang Bu tidak menjawab tapi diam-diam ia mengatur siasat untuk membalas kematian Lie Eng kepada para pemberontak itu.

Benar saja, pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Ouwyang Bu bersama Gui Li Sun dengan tiga ratus orang tentara telah menyerbu ke dalam hutan. Pertempuran hebat terjadi dan Ouwyang Bun melihat betapa Cui Sian dan kawan-kawannya terkurung, terpaksa turun tangan hingga di pihak tentara negeri menjadi kacau. Amukan Ouwyang Bun dihadapi oleh beberapa orang perwira yang cukup tinggi kepandaiannya. Karena para pemberontak itu menggunakan taktik berpencar, maka pertempuran menjadi berkelompok-kelompok. Yang mengherankan ialah bahwa Ouwyang Bu tidak tampak dalam pertempuran itu.

Karena pihak tentara sangat banyak, maka banyak sekali jatuh korban dan akhirnya pihak pemberontak terpaksa meng undurkan diri. Tapi pada saat itu muncul tiga orang tosu tua yang datang membantu pihak pemberontak. Tiga orang tosu ini berkepandaian tinggi sekali hingga para tentara kocar-kacir tidak kuat menghadapi mereka bertiga yang bersenjata pedang.

Ke manakah perginya Ouwyang Bu? Sebetulnya tadinya pemuda ini memang memimpin sendiri penyerbuan ke dalam hutan, tapi setelah pertempuran terjadi, ia memisahkan diri karena bermaksud hendak menawan hidup, seorang di antara tiga pemimpin pemberontak itu. Ia melihat betapa Ouwyang Bun bertempur di samping Cui Sian merupakan sepasang anak muda gagah perkasa hingga sukar sekali didekati. Maka ia lalu mencari ke kelompok lain dan melihat Siauw Leng sedang mengamuk dikeroyok beberapa orang anak buahnya. Ouwyang Bu segera meloncat membantu karena anak buahnya yang dipimpin Gui Li Sun ternyata sangat terdesak oleh gadis lincah itu.

"Bun-ko, bantulah aku membereskan beberapa ekor tikus ini." Siauw Leng berkata tanpa menengok. Ouwyang Bu heran, tapi ia segera tahu bahwa gadis itu salah sangka. Ia memang berpakaian putih untuk menyatakan kesedihannya atas kematian Lie Eng, dan gadis itu tentu menyangka, bahwa ia adalah Ouwyang Bun.

Karena inilah maka ketika Ouwyang Bu meloncat di dekatnya dan mengulurkan tangan menotok, Siauw Leng tidak menyang ka sama sekali bahwa ia bukan Ouwyang Bun dan mudah saja ia kena ditotok roboh. Seorang pengeroyok mengayun senjata hendak membunuh gadis itu, tapi Gui Li Sun mendahuluinya dengan memegang dan mendukung tubuh Siauw Leng.

Karena tidak ingin melihat gadis itu dibunuh, Ouwyang Bu lalu mengangguk kepada Gui-ciangkun dan berkata,

"Bawa tawanan ini dan jaga baik-baik," kemudian ia sendiri lalu pergi menghadapi tiga orang tosu yang sedang mengamuk itu. Ternyata tiga orang tosu itu benar-benar gagah perkasa dan kini semua pemberontak yang tadi melarikan diri mendapat tambahan semangat dan melawan lagi.

Ouwyang Bu melihat gerakan-gerakan ketiga orang itu, maklum bahwa pihaknya takkan menang, maka ia segera memberi aba-aba dan menarik mundur semua orangnya, lalu kembali ke dalam benteng.

Ouwyang Bu langsung menuju ke tempat tahanan untuk menemui Siauw Leng yang ditawannya tadi. Tapi alangkah herannya ketika ia tidak mendapatkan gadis itu di antara tawanan-tawanan lain. Ia lalu bertanya kepada penjaga yang segera dijawab bahwa tawanan wanita itu dibawa pergi oleh Gui-ciangkun

0oooo0dw0oooo0

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment