Dan pada suatu hari sampailah pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Siauw Leng ke benteng itu. Berbeda dengan serbuan-serbuan pemberontak yang sudah-sudah, pasukan Siauw Leng ini ternyata cukup kuat hingga ketika terjadi pertempuran pertama di antara mereka, banyak juga serdadu penjaga jatuh menjadi korban. Keadaan penjagaan menjadi kacau dan mendengar akan kehebatan para pemberontak yang kali ini menyerbu bentengnya, Ouwyang Bu menjadi marah dan ia sendiri ikut bertindak. Alangkah marahnya ketika ia melihat bahwa yang menyerang adalah pemberontak-pemberontak yang dipimpin oleh gadis yang pernah mengadu kepandaian dengan dia dulu itu. Ia menjadi terkejut dan berlaku hati-hati sekali. Diam-diam ia atur barisannya untuk mengepung, dan ia sendiri bersama Lie Eng lalu menyerbu hingga rombongan pemberontak itu terpukul mundur dan melarikan diri ke dalam hutan.
Karena tahu bahwa rombongan itu terdiri dari banyak orang-orang pandai yang perlu sekali dibasmi agar tidak membahayakan pertahanan bentengnya, Ouwyang Bu lalu mengejar mereka ke dalam hutan. Per tempuran seru terjadi berkali-kali dan pihak pemberontak selalu terdesak hingga mundur dan dikejar terus.
"Sudah, Bu-ko. Jangan-jangan kita kena dipancing." Lie Eng memperingatkan ketika mereka mengejar sampai di pinggir hutan lain yang lebat dan gelap.
Ouwyang Bu berkata dengan penuh napsu,
"Eng-moi, biarlah kita bergiliran menjaga di sini dengan tigaratus orang tentara. Kita dapat mendirikan tenda-tenda di sini, karena kalau tempat ini dijaga, maka tak ada pemberontak dapat mendekati benteng. Juga, pada siang hari kita dapat mengejar ke dalam hutan dan membasmi mereka semua."
Karena Ouwyang Bu yang memegang pucuk pimpinan, maka Lie Eng hanya menurut saja. Tigaratus orang tentara dikerahkannya dan di situ didirikan perkemahan besar. Lie Eng dari Gui Li Sun diperintahkan menjaga benteng, sedangkan tigaratus orang tentara itu dipimpin sendiri oleh Ouwyang Bu.
Keputusan inilah yang membingungkan Siauw Leng dan kawan-kawannya yang berjumlah enampuluh orang, karena dengan dijaganya mulut hutan itu, benar-benar mereka tak dapat keluar.
Demikianlah keadaan Ouwyang Bu, pemuda gagah perkasa yang terpaksa berselisih jalan dengan kakaknya karena pengaruh asmara.
O0odwoO
Pada malam itu ketika Ouwyang Bu sedang mengepalai sendiri anak buahnya melakukan penjagaan di sekitar mulut hutan itu, maka di tengah-tengah hutan sedang diadakan perundingan antara Cui Sian dan kawan-kawannya, bahkan terdapat pula Ouwyang Bun di antara mereka. Seperti telah diketahui, Cui Sian mengambil keputusan untuk memimpin sendiri empatpuluh orang pada pagi hari itu dan menyerbu serta memancing barisan tentara negeri yang menjaga di luar hutan.
Dengan hati-hati dan cekatan, Cui Sian yang berjalan paling depan dapat melihat keadaan penjagaan Ouwyang Bu yang betul-betul kuat dan rapi. Ia memberi tanda kepada kawan-kawannya dan tiba-tiba sambil memekik nyaring, ia perintahkan anak buahnya menyerbu di bagian sayap kiri di mana berkumpul para penjaga terdiri dari kira-kira limapuluh orang berpencaran di sana-sini.
Mendapat serangan tak terduga-duga yang dilancarkan pada waktu pagi sekali itu, para perajurit menjadi panik dan bingung. Sebentar saja di pihak mereka telah jatuh korban beberapa belas orang. Tapi bala bantuan segera datang, dikepalai oleh Ouwyang Bu sendiri.
Melihat bahwa yang memimpin penyerbuan itu adalah Cui Sian, maka panglima muda ini tertawa keras dan berkata, "Aah, It-to-bwee sendiri yang mengantarkan jiwa."
Ouwyang Bu lalu menyerang dengan pedangnya, dibantu oleh beberapa orang yang berkepandaian cukup tinggi. Biarpun ia belum tentu kalah menghadapi Cui Sian seorang diri saja, tapi di dalam peperangan seperti itu, tidak ada yang harus dibuat malu jika melakukan pengeroyokan, maka Ouwyang Bu juga tidak melarang anak buahnya mengeroyok, karena memang ia ingin segera membereskan pemberontak-pemberontak ini, termasuk juga nona cantik ini.
Cui Sian memang franya ingin memancing mereka saja, bukan bermaksud hendak bertempur mati-matian, maka sambil memutar pedangnya menangkis serangan para lawannya, ia mengeluarkan tiupan yang terbuat dari gading. Setelah ia meniup benda itu, terdengar suara melengking yang tinggi dan nyaring dan serentak anak buahnya meloncat mundur dan melarikan diri ke dalam hutan. Cui Sian sendiri lalu berkata sambil tertawa,
"Ouwyang Bu, sayang aku tidak ada waktu lebih lama untuk melayanimu." Dan sekali loncat, melayanglah tubuhnya cepat sekali ke atas pohon.
Ouwyang Bu kagum melihat ginkang yang hebat ini, tapi ia tidak mau kalah. Sambil memberi aba-aba agar semua anak buahnya mengejar, iapun meloncat mengejar dengan cepat sekali.
Akan tetapi, biarpun merasa gemas dan marah, Ouwyang Bu masih dapat mengendalikan perasaannya dan tidak mau meninggalkan anak buahnya karena ia khawatir kalau-kalau ia lupa diri dan meninggalkan mereka hingga jika terjadi penyerbuan dan pencegatan sewaktu-waktu tidak ada yang memimpin anak buahnya lagi. Ia hanya berteriak keras agar semua anak buahnya cepat mengejar. Ouwyang Bu Sama sekali tidak pernah menyangka bahwa Cui Sian yang sengaja menyuruh kawan-kawannya berteriak memaki-maki sedang memancing ia masuk ke perangkap.
Akan tetapi, biarpun Ouwyang Bu tidak sangat cerdik, namun ia masih teringat sekali tipu muslihat. Oleh karena pikiran inilah ia menjadi curiga.
Pada saat ia hendak memberi perintah supaya anak buahnya berhenti dan mundur, tiba-tiba dari depan dan dari atas pohon datang serangan anak panah yang berhamburan bagaikan hujan. Ouwyang Bu cepat menggunakan pedangnya diputar sedemikian rupa hingga .semua anak panah yang menuju kepadanya dapat dipukul runtuh.
Tapi terdengar pekik-pekik kesakitan dari anak buahnya yang menjadi korban anak panah hingga Ouwyang Bu menjadi terkejut dan marah sekali. Ia pungut sebatang golok dari seorang., anak buahnya yang binasa dan sekali
\angannya bergerak maka golok itu terbang ke atas pohon dan terdengar jeritan ngeri ketika golok itu dengan tepat sekali menancap di perut seorang anggauta pemberontak yang bersembunyi di atas pohon sambil melepaskan a-nak panah, hingga tubuh itu terjungkal ke bawah.
Tapi datangnya anak panah makin banyak dan korban yang jatuh di pihak serdadu sampai belasan orang. Maka Ouwyang Bu lalu meneriakkan aba-aba mundur kepada anak buahnya yang sudah panik itu. Akan tetapi baru saja bergerak mundur beberapa puluh langkah, dari sebelah kanan kiri yang penuh dengan rumpun dan alang-alang, menyambut pula puluhan anak panah hingga sekali lagi barisan Ouwyang Bu menjadi kacau dan kocar-kacir. Sementara itu, sambil berteriak-teriak, pasukan yang dipimpin oleh Cui Sian maju menerjang lagi, kini dibantu oleh pasukan Siauw Leng dan pasukan Lui Kok Pauw.
Bukan main marah Ouwyang Bu melihat betapa tentaranya yang berjumlah banyak itu dapat ditipu hingga mengakibatkan banyak sekali jatuh korban. Dalam marahnya ia mempergunakan pedangnya mengamuk hingga sebentar saja beberapa orang ang-gauta pemberontak roboh di tangannya. Tapi karena ia merasa khawatir kalau- kalau masih banyak pemberontak yang bersembunyi dan menyangka bahwa jumlah pemberontak yang mengepung di hutan itu jauh lebih besar daripada sangkaannya semula, terbukti dari serangan-serangan anak panah yang dilakukan dari mana-mana, terpaksa Ouwyang Bu memberi perintah untuk mundur terus dan lari keluar dari hutan itu.
Ketika ia sedang lari, Ouwyang Bu mendengar suara tertawa merdu dari atas dan ia mengenal suara itu sebagai suara Cui Sian. Gadis itu tertawa lalu berkata,
"Ouwyang Bu, kau tersesat. Kalau tidak mentaati pesan kakakmu, pasti hari ini kau telah menemui ajalmu di rimba ini." Kemudian sunyi senyap.
Ouwyang Bu terkejut sekali dan menduga bahwa Ouwyang Bun pasti berada di hutan itu, menggabungkan diri dengan para pemberontak. la tahu pula bahwa tadi Cui Sian tentu bicara dari atas sebuah pohon dan menggunakan tenaga tan-tian hingga suara ketawa dan kata-katanya terdengar sampai jauh.
Dengan menderita kekalahan besar dan kehilangan tigapuluh orang lebih, Ouwyang Bu keluar dari hutan itu dan terus kembali ke benteng, karena ia perlu mengatur siasat dan merasa bahwa malam ini ia dan barisannya bermalam di pinggir hutan, banyak sekali bahaya yang mungkin akan mendatangkan kerugian lebih besar lagi di pihaknya.
Lie Eng menyambut kedatangannya dengan ikut merasa dendam serta marah. Ia menyatakan penyesalannya mengapa tidak ikut dalam pertempuran itu. Sebaliknya, biarpun di luarnya Gui-ciangkun menyatakan menyesal dan marah, di dalam hati ia mentertawakan kegagalan Ouwyang Bu.
Ketika berdua saja dengan Lie Eng, Ouwyang Bu lalu menceritakan pengalaman dan pertempurannya dengan Cui Sian.
"Sayang aku tidak mendapat kesempatan untuk merobohkannya, karena ia keburu mengundurkan diri dan lari ke dalam hutan," katanya, kemudian dengan wajah bersungguh-sungguh ia menyambung ceritanya, "Dan aku mendapat dugaan keras bahwa Bun-ko berada pula di dalam hutan itu."
Bukan main terkejut hati Lie Eng mendengar warta ini. Memang telah lama ia merindukan Ouwyang Bun dan seringkali ia termenung dan menduga-duga bagaimana keadaan pemuda itu dan bagaimana nasib serta di mana ia berada. Kini mendengar bahwa pemuda kenangannya itu mungkin berada di dalam hutan yang tampak dari atas benteng itu, tentu saja ia merasa terkejut dan dadanya berdebar-debar. Tapi Lie Eng dapat menekan perasaannya hingga tidak tampak perubahan air mukanya.
Dan Ouwyang Bu sama sekali tidak pernah menyangka betapa setelah ia pergi ke kamarnya, gadis yang ditinggalkan seorang diri itu duduk' termenung seakan-akan kehilangan semangat dan sampai hari berobah senja gadis itu tidak bergerak dari tempat duduknya yang tadi. Sementara itu, kawanan pemberontak di tengah hutan itu bergembira-ria dan merayakan kemenangan mereka. Tiada hentinya mereka memuji-muji Cui Sian yang berhasil siasatnya. Walaupun di pihak mereka terdapat beberapa orang korban, di antaranya seorang yang tertancap oleh golok yang dilemparkan oleh Ouwyang Bu, tapi jika dibanding dengan jumlah korban di pihak musuh, mereka memang sudah sepatutnya bergembira. Di pihak mereka hanya dua orang binasa dan lima orang luka, sedangkan pihak. lawannya yang mati saja sudah tigapuluh orang lebih, belum yang luka.
Biarpun telah memperoleh kemenangan, namun Cui Sian tidak berlaku lalai. Ia mengatur penjagaan di sekitar hutan itu dengan sangat rapi.