Halo!

Sepasang Pendekar Kembar Chapter 22

Memuat...

Ouwyang Bun menepuk-nepuk pundak adiknya. "Aku tahu, adikku. Dan aku girang, karena Lie Eng memang seorang gadis yang tepat sekali untuk menjadi isteri-mu. Tentang tunanganmu pilihan ibu, ah, aku sendiripun kurang begitu cocok dengan pendapat orang-orang tua yang secara sembrono telah memilihkan calon isteri untuk anak- anak mereka. Berbahagialah kau dengan Lie Eng, adikku."

Ouwyang Bu terkejut dan memandang muka kakaknya. "Kau. kau hendak pergi ke mana, Bun-ko?"

Ouwyang Bun menggeleng-gelengkan kepala. "Kau tak perlu tahu, Bu-te."

"Bun-ko, kau tahu, kalau.... kalau di sini tidak ada sumoi, tentu aku akan ikut padamu."

Kakak itu menepuk-nepuk pundak adiknya. "Aku tahu..... aku tahu. "

Pada saat itu, dari luar terdengar bentakan keras,

"Orang-orang kurang ajar dari manakah berani merintangi kehendak Lai-loya?"

Sementara itu, Lie Eng menolak daun pintu kamar Ouwyang-hengte sambil berkata perlahan,

"Ji-wi suheng, mari kita makan dulu. Perutku sudah lapar sekali."

Ouwyang-hengte lalu turun dari pembaringan dan melangkah keluar. Mereka melihat seorang laki-laki tinggi besar berdiri sambil bertolak pinggang dengan lagak sombong sekali. Laki-laki tinggi besar itu memaki-maki pengurus rumah penginapan dan beberapa kali melirik ke arah Ouwyang-hengte dan Lie Eng, tapi ketiga anak muda ini tidak memperdulikannya, bahkan dengan tenang lalu duduk mengelilingi meja makan yang sudah disiapkan oleh Lie Eng. Gadis ini tadi mendengar suara kedua suhengnya bercakap-cakap di dalam kamar, ia segera menyediakan makanan dan mengajak suheng-suhengnya makan, dan sedikitpun tidak memperdulikari rbentakan orang kasar di luar itu. Begitulah, dengan enak ketiganya makan. Lie Eng yang bermata tajam maklum bahwa ada terjadj sesuatu antara kedua suheng itu, karena sebentar-sebentar Ouwyang Bu memandang kakaknya sedangkan Ouwyang Bun menjadi pendiam sekali, tapi pandangan matanya tenang dan tidak liar seperti tadi ketika marah.

Sementara itu, laki-laki tinggi besar itu setelah mendengar keterangan pengurus penginapan, menjadi marah sekali. Ia adalah kepala dari para tukang pukul atau kaki tangan Lai-loya. Namanya Cu Houw dan ia terkenal kejam serta ditakuti karena bertenaga besar dan berkepandaian tinggi. Ia hendak mengajar adat kepada orang-orang yang kurang ajar itu, tapi melihat bahwa mereka membawa pedang yang tergantung di pinggang ia dapat menduga bahwa mereka ini tentu mengerti silat dan karenanya hatinya menjadi agak ragu. Untuk menambah semangat, ia segera menggerakkan tangan ke belakang dan dari luar rumah penginapan, lima orang kawannya yang tinggi besar dan bersikap angkuh segera maju. Karena kini berenam, Cu Houw menjadi berani dan tabah.

"Mana tiga orang rendah yang berani mati dan kurang ajar itu?" bentaknya.

Ouwyang Bu tidak setenang dan sesabar. Ouwyang Bun atau Lie Eng. Dadanya telah terasa panas bagaikan terbakar dan mukanya perlahan-lahan berubah merah. Ia lalu berkata kepada kedua kawannya cukup keras untuk didengar oleh Cu Houw,

"Sungguh menyebalkan anjing kuning itu, sejak tadi menggonggong dan menyalak-nyalak."

Lie Eng tertawa dan berkata, "Mungkin ia lapar."

Ouwyang Bun menyambung, "Ia mencium bau tulang, tentu saja ia menyalak-nyalak." Kedua mata Cu Houw terputar-putar karena marahnya mendengar sindiran-sindiran yang diucapkan oleh ketiga anak muda itu. Lebih-lebih kepada Ouwyang Bu yang memulai mengeluarkan sindiran itu.

Ia memandang dengan mata melotot dan seakan-akan hendak menelan bulat-bulat pemuda itu. Dengan gerakan mengerikan ia mencabut sebilah pisau belati yang kecil dan tajam dari pinggangnya, lalu ber-kata,

"Kawan-kawan, biarlah aku binasakan binatang rendah ini dulu. Kalian lihatlah." Tiba-tiba tangannya yang memegang pisau itu diayun dan senjata tajam yang kecil itu melayang cepat sekali ke arah tenggorokan Ouwyang Bu. Lie Eng dan Ouwyang Bun melihat ini, tapi mereka tetap saja makan seakan-akan tidak melihat serangan berbahaya ini, sedangkan pada saat itu Ouwyang Bu sedang menggunakan sumpitnya untuk mengambil sepotong daging. Melihat berkilatnya pisau yang menyambar ke arah lehernya, ia lepaskan daging itu dan menggerakkan sepasang sumpitnya ke atas dan tahu-tahu pisau itu telah terjepit oleh sepasang sumpitnya.

"Ha, kebetulan, ada yang memberi pisau untuk memotong daging yang alot dan keras ini," katanya sambil tertawa menyindir.

"Ah, anjing itu tidak hanya menggonggong, tapi juga memperlihatkan giginya yang sudah ompong. Menjemukan benar." kata Ouwyang Bun.

Biarpun Cu Houw terkejut sekali melihat demonstrasi kepandaian Ouwyang Bu ini, namun ia merasa malu untuk mengundurkan diri. Ia adalah kepala barisan pengawal Lai- loya yang telah terkenal dan disegani, apakah ia harus mundur menghadapi tiga orang anak muda saja? Pula, di dekatnya ada lima orang kawannya yang kesemuanya berkepandaian, dan masih berpuluh-puluh lagi anak buahnya yang akan segera datang membantunya atas perintahnya. Maka ia lalu memaki,

"Bangsat-bangsat kecil, hari ini yaya-mu akan mengajar adat kamu sekalian."

Sambil berkata demikian, ia mencabut goloknya dan memberi isyarat kepada kawan-kawannya yang juga mencabut senjata masing-masing. Enam orang ini lalu menghampiri Ouwyang-hengte dan Lie Eng dengan sikap mengancam.

Tiba-tiba Ouwyang Bu menoleh kepada mereka dan dengan pandangan mata tajam ia membentak,

"He, kalian mau apa?" Suaranya keras dan nyaring hingga untuk sesaat keenam orang itu terkejut dan ragu- ragu untuk melangkah maju.

"Kalian bertiga "berani betul memaksa untuk memakai kamar rumah penginapan yang sudah diborong oleh Lai- loya. Hayo kalian keluar dan bermalam di rumah penginapan lain agar loya kami jangan sampai marah hingga kalian akan dihukum." kata seorang di antara pengawal-pengawal itu. Ia memang agak ragu setelah melihat demonstrasi kepandaian Ouwyang Bu tadi dan sedapat mungkin hendak menyuruh mereka ini pergi dengan damai saja.

Tapi tiba-tiba Ouwyang Bu melemparkan pisau Cu Houw tadi ke atas yang menancap ke tiang yang melintang. Gagang pisau itu bergoyang-goyang dan Ouwyang Bu membentak lagi,

"Diam dan jangan banyak cerewet, kami sedang makan." Ia lalu melanjutkan makan dengan Ouwyang Bun dan Lie Eng, sama sekali tidak memperdulikan mereka berenam, seakan-akan di situ tidak ada orang lain. Sedangkan enam orang itupun merasa ragu-ragu untuk bertindak sembrono, maka mereka hanya berdiri saja di situ melihat orang makan bagaikan pelayan-pelayan sedang menjaga majikan- majikan mereka makan. Dan ketiga anak muda itu terus makan minum dengan tenangnya. Sungguh peristiwa dan pemandangan yang lucu.

Setelah selesai makan, Ouwyang Bu dan kedua kawannya berdiri lalu dengan tenang menghampiri Cu Houw dan lima orang teman-temannya.

"Nah, kami telah selesai makan, kalian mau apa?" tanya Ouwyang Bun sambil tersenyum.

Cu Houw melihat sikap Ouwyang Bun yang lemah lembut serta melihat Lie Eng yang cantik jelita tiba-tiba timbul dugaan jangan-jangan mereka ini anak-anak orang kaya atau orang berpangkat di kota lain. Karena itu iapun agak menjadi sabar dan berkata dengan suara ditenangkan,

"Sam-wi diharap suka pindah ke rumah penginapan lain, karena tempat ini telah lebih dulu dipesan oleh loya kami."

"Loyamu itu orang macam apa maka begitu ditakuti oleh semua orang? Dan mengapa penginapan ini diborongnya semua, bukankah cukup kalau ia menyewa satu atau dua kamar saja? Kami tak mau pergi." jawab Lie Eng.

"Cu-twako, mengapa banyak berdebat. Kalau tidak mau pergi, seret saja keluar." kata seorang dari kawan-kawan Cu Houw.

"Bagus, kalian majulah." Ouwyang Bu menantang dan mencabut pedangnya.

Tapi tiba-tiba Ouwyang Bun mencegah adiknya. "Bu-te, membasmi kaki tangan segala hartawan kejam dan pembesar jahat bukanlah tugasmu, tapi tugasku. Kau lihatlah saja," dan tiba-tiba tubuh Ouwyang Bun meloncat maju. Terdengar teriakan ngeri dan orang yang baru saja bicara tadi tahu-tahu telah kena tendang dadanya hingga terlempar keluar dan tak dapat bangun lagi. Maka ramailah lima orang yang lain menyerbu Ouwyang Bun yang menggunakan tangan kosong menghadapi mereka. Ouwyang Bu heran sekali melihat sepak terjang kakaknya berobah dari biasanya. Kini kakaknya menjadi telengas dan menurunkan tangan besi kepada, lawannya hingga sebentar

saja dengan mudah empat orang telah dirobohkan dengan pukulan dan tendangan berat hingga mereka mendapat luka parah di dalam dan tak dapat, bangun lagi.

Melihat kehebatan pemuda ini, Cu Houw dan seorang kawannya yang belum roboh lalu lari keluar. Ouwyang Bun tertawa ber-gelak-gelak. "Ha-ha, segala anjing hina pengganggu rakyat. Baru tahu rasa kalian sekarang."

Tapi pada saat itu, dari luar menyusul banyak orang yang tidak lain adalah Cu Houw dengan kawan-kawannya pengawal lain. Jumlah mereka tidak kurang dari tigapuluh orang dan mereka mengiringkan seorang tua yang berpakaian mewah dan memegang sebuah kipas. Pakaiannya berwarna merah dan serba indah. Tubuhnya tinggi kurus dan kumisnya panjang, sedangkan sepasang matanya yang kecil sipit itu memandang liar seperti yang biasa dimiliki orang-orang mata keranjang.

"Mana mereka?" tanyanya dengan suara marah.

"Ha-ha, inikah manusia kaya yang banyak lagak itu?" Ouwyang Bun menyambut dengan makian. "Mari, mari, majulah kau biar kutamatkan riwayat hidupmu yang kotor dan penuh najis itu."

Sebetulnya orang tua ini memang seorang hartawan besar dari Lok-yang. Dengan pengaruhnya ia berhasil membeli hampir semua tanah di kampung itu hingga ia menjadi raja kecil di situ karena semua orang di kampung itu mendewa-de-wakannya. Ia adalah seorang bandot tua yang tiada jemunya mencari daun muda hingga beberapa kali ia menggunakan pengaruh hartanya untuk mengawini seorang gadis dari kampung di mana ia berkuasa. Orang tua mana yang berani menolak pinangannya? Biarpun di rumahnya telah ada isteri dengan selir-selir lebih dari sepuluh orang, namun masih saja ia mencari korban baru dari kampung. Kedatangannya kali ini juga untuk melangsungkan "perkawinannya" yang entah sudah keberapa puluh kalinya itu. Tapi sungguh malang baginya, hari ini ia bertemu dengan orang-orang asing yang berani mengganggu dan merintanginya. Maka bukan main marahnya mendengar berita tentang hal itu dan cepat-cepat ia membawa semua-pengawalnya untuk memberi "hajaran" kepada orang-orang "kurang ajar" itu.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment