Para pelayan mengundurkan diri sambil memondong Kwi Hong dan ramailah berita tentang kematian isteri panglima ini yang membunuh diri.
Berita ini tentu saja terdengar oleh Kaisar dan tepat seperti yang diperhitungkan Giam Cu, dia tidak diganggu oleh Istana berhubung dengan perbuatan Suma Han yang melarikan Puteri Nirahai karena orang yang menjadi kakak pemuda buntung itu telah membunuh diri! Akan tetapi, tentu saja penghuni gedung panglima ini dapat menduga bahwa nyonya majikan mereka sama sekali tidak membunuh diri, melainkan dibunuh oleh Giam ciangkun. Namun mereka ti-dak berani bicara tentang itu. Pula, andaikata Kaisar mendengar bahwa kematian kakak perempuan Suma Han itu disebabkan oleh pembunuhan Giam Cu, hal ini bahkan akan memperbesar kepercayaan pihak istana terhadap kesetiaan Giam Cu! Kurang lebih empat bulan kemudian, pada suatu malam yang sunyi, menjelang tengah malam, Panglima Giam Cu terbangun dari tidurnya. Ia terkejut sekali melihat bayangan orang dalam kamarnya.
Cepat ia mendorong tubuh wanita muda yang montok dan hangat itu, yang menjadi kekasihnya semenjak isterinva tewas, dan dengan hanya berpakaian dalam ia meloncat turun dari pembaringan. Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia mengenal orang yang berdiri di dalam kamarnya itu, seorang laki-laki muda berkaki tunggal, bertongkat, rambutnya riap riapan berwarna putih semua. Suma Han! Memang benarlah. Suma Han atau Si Pendekar Siluman yang berada di dalam kamar itu. Setelah ber-hasil menyelamatkan putera Bhok Khim di kelenteng tua itu dan menyerahkan anak itu kepada Siauw Lam Hwesio, pendekar ini diam diam pergi ke kota raja untuk mengunjungi encinya dan minta diri karena ia mengambil keputusan untuk pergi mencari Pulau Es dan menghabiskan sisa hidupnya di tempat itu.
Ia ingin bertemu dengan encinya untuk terakhir kalinya. Dapat dibayangkan betapa kaget dan duka hatinya mendengar bahwa encinya itu telah mati membunuh diri beberapa bulan yang lalu, yaitu beberapa hari setelah ia melarikan Puteri Nirahai dari penjara! Karena merasa penasaran dan ingin menyelidiki, maka pada tengah malam itu Suma Han mempergunakan kepandaiannya memasuki kamar cihunya (kakak iparnya). Sebelum Giam Cu hilang kagetnya, Suma Han telah menggerakkan tongkat dan sekali totokan membuat tubuh Giam Cu tak dapat digerakkan lagi. Wanita muda yang telanjang bulat itu terbangun dan hendak menjerit, namun kembali Suma Han menotok sehingga wanita itu roboh lemas kembali ke atas kasur. Suma Han menatap wajah cihunya, kemudian terdengar suaranya lirih penuh wibawa yang aneh,
"Ceritakan sebab kematian Enci Leng!"
Seperti dalam mimpi, yang membuat ia ketakutan setengah mati, panglima itu mendengar suaranya sendiri, suara yang agaknya tak dapat ia kendalikan dan kuasai lagi, yang bicara tanpa dapat dicegahnya,
"Dia mati kubunuh, kutusuk pedang dari dada tembus ke punggungnya."
Suma Han memejamkan mata sejenak untuk "menelan"
Kemarahan yang menyesak dada, kemudian membuka lagi matanya dan bertanya,
"Mengapa engkau membunuhnya? Bukankah engkau amat sayang sekali kepada Enci Leng?"
Seperti sebuah arca yang mendadak bisa bicara, terdengar panglima itu menjawab,
"Aku masih sayang kepadanya.... tapi.... aku harus membunuhnya. Itulah jalan satu-satunya bagiku untuk menyelamatkan diri dari kemarahan Kaisar karena perbuatan adiknya. Aku menyesal.... akan tetapi terpaksa....!"
Suma Han menarik napas panjang, kemudian berkelebat keluar dari kamar itu.
Tak lama kemudian, tampaklah tubuhnya mencelat celat di atas wuwungan rumah rumah kota raja meloncati tembok kota keluar dari kota raja. Akan tetapi sekarang lengan kanannya memondong seorang anak kecil yang terbungkus selimut merah tebal. Seorang bocah yang masih tidur, yakni Kwi Hong yang baru berusia tiga tahun lebih, tidur nyenyak tidak tahu bahwa dia telah dibawa pergi pamannya meninggalkan gedung ayahnya, meninggalkan kota raja, bahkan meninggalkan dunia ramai! Memang, semenjak perbuatan terakhir yang kembali menggemparkan kota raja karena semua orang menemukan Giam-ciangkun dalam keadaan berubah ingatan dan puteri panglima itu lenyap sehingga orang-orang mulai menduga bahwa ini tentu perbuatan Pendekar Siluman,
Diperkuat oleh kesaksian selir panglima itu yang melihat laki laki buntung dalam kamar, semenjak itulah Suma Han lenyap dari dunia ramai. Akhirnya Kaisar menghentikan usahanya untuk mencari pendekar ini, juga sudah putus harapan untuk dapat menemukan kembali Puteri Nirahai yang hilang. Banyak sekali urusan yang lebih penting daripada hilangnya puteri dari selir ini. Terutama sekali urusan penumpasan para pemberontak di Se-cuan. Setelah berhasil mengadakan persekutuan dengan Pangeran Kiu yang bersaing dengan Raja Muda Bu Sam Kwi, dan bersekutu pula dengan Tibet, pasukan pasukan Mancu kembali melakukan penyerbuan dan tekanan-tekanan di Se-cuan terus menerus dilakukan. Pihak pejuang yang melawan kekuasaan pemerintah Mancu melakukan perlawanan mati matian.
Akan tetapi, berkat siasat yang dilakukan Puteri Nirahai dahulu, yaitu mendekati dan menjanjikan perdamaian dengan para tokoh kang ouw, kini perlawanan Bu Sam Kwi kehilangan bantuan orang-orang pandai dari dunia kang ouw sehingga makin lama pertahanannya menjadi makin lemah. Memang patut dikagumi keuletan pertahanan pihak Se-cuan yang pantang mundur. Bahkan matinya Raja Muda Bu Sam Kwi masih belum meruhtuhkan semangat perlawanan pasukan Se-cuan. Mereka terus mengadakan perlawanan gigih dan barulah setelah melakukan perang lagi selama empat tahun lebih, pada tabun 1681 semua pertahanan dapat dihancurkan dan Se-cuan dapat direbut oleh tentara Mancu. Dengan jatuhnya Se-cuan, berhenti pula perang dan mulai saat itulah pemerintah Mancu dapat menguasai seluruh Tiong goan.
Ternyata pemerintah Mancu di bawah pimpinan Kaisar Kang Hsi cukup bijaksana dan ternyata pula bahwa orang-orang Mancu tidak hanya pandai perang, melainkan pandai pula mengatur pemerintahan. Untuk menundukkan semangat perlawanan bangsa pribumi, pemerintah mengadakan peraturan yang keras. Model pakaian diganti dan rakyat dianjurkan bahkan kadang-kadang dengan kekerasan, untuk merobah model pakaian Mancu. Rambut harus dibiarkan panjang dan dikuncir. Selain ini, diadakan pula larangan membawa senjata tajam. Namun di samping kekerasan ini, pemerintah pun menjalankan siasat lunak yang menye-nangkan hati rakyat. Korupsi dan penyuapan diberantas, kejahatan dihukum keras. Pribumi yang memiliki kepandaian mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan jabatan penting. Kebudayaan ditingkatkan dan dipelihara.
Rakyat mulai merasa lega karena biarpun negara dijajah bangsa asing, namun penghidupan mereka kini lebih tenteram dan keselamatan mereka terjamin. Terutama sekali karena bangsa Mancu tidak menganggap mereka sebagai pendatang atau orang asing, tidak mengangkut kekayaan di bumi yang dijajah itu ke Mancu, melainkan melebur diri menjadi rakyat dari negara itu. Para pembesar dan bangsawan mempelajari kebudayaan Tiongkok bahkan keluarga mereka mulai berbicara dalam bahasa bangsa jajahannya ini. Keadaan yang mulai tenteram inilah maka timbul kembali partai partai persilatan yang tadinya tenggelam dan menyembunyikan diri. Karena sekarang tidak ada lagi "musuh rakyat"
Yang harus mereka lawan dengan ilmu kepandaian mereka, mulailah lagi timbul penyakit lama kaum kang ouw ini, yaitu berlumba untuk menjagoi di dunia persilatan!
Mulai kambuh kembali penyakit ingin mencari dan menguasai semua pusaka-pusaka peninggalan tokoh-tokoh persilatan yang sakti, memperebutkan pusaka-pusaka untuk memperkuat kedudukan masing-masing agar dapat menjadi jagoan nomor satu di dunia kang ouw. Dalam pandangan kaum kang ouw ini, pemerintah yang baru mendatangkan kesan baik, maka sebagian ada yang menghambakan diri kepada pemerintah untuk memperkokoh kedudukan dan kemuliaan. Namun, kaum persilatan yang memang berwatak aneh itu merupakan petualang petualang yang haus akan ketegangan ketegangan, maka lebih banyak lagi yang tidak mengikatkan diri dengan pemerintah dan hidup bebas seperti yang ditempuh nenek moyang mereka di dunia kang ouw.
Lima tahun telah lewat dengan aman dan tenteram. Tidak terjadi ketegangan di dunia kang ouw selama lima tahun itu. Namun ada terdengar berita bahwa terjadi perubahan perubahan yang amat hebat di dalam partai-partai besar. Agaknya partai-partai besar itu selama lima tahun ini sibuk dengan urusan dalam partai sendiri, tentang penggantian ketua, dewan pimpinan dan lain lain, juga memperkuat kedudukan untuk menghadapi "sesuatu"
Yang dibisik bisikkan sebagai hal amat gawat! Karena itu, di dalam ketenangan itu bersembunyi sesuatu yang sewaktu waktu akan meledak di dunia kang ouw! Api dalam sekam yang setiap saat dapat berkobar! Bisul yang makin lama makin membesar, siap untuk pecah! Ada terdengar berita bahwa kini para tokoh-tokoh besar di dunia kang-ouw mulai mengincar kedudukan dan tingkat di dunia persilatan.
Hal ini tidak mengherankan karena bukankah tokoh-tokoh lama sudah lenyap dan banyak yang mengundurkan diri tanpa pamit? Akan tetapi, semua orang kang ouw tahu bahwa perebutan tingkat di dunia kang ouw tidak kalah ramainya dengan perebutan saingan sebuah kerajaan! Selama lima tahun itu, Siauw-lim-pai juga mengalami kejadian kejadian penting. Pertama adalah meninggalnya Kian Ti Hosiang tokoh tertua dari Siauwlim pai, disusul setahun kemudian dengan meninggalnya Ceng San Hwesio Ketua Siauw lim pai. Setelah dua orang tokoh ini meninggal dunia, tidak ada lagi yang menjadi pimpinan yang ditakuti, maka terjadilah guncangan-guncangan akibat perebutan kekuasaan dan anak muridnya terpecah karena mempertahankan pilihan calon ketua masing-masing.