Sepasang Pedang Iblis Chapter 02

NIC

"Ha-ha-ha, kiranya Thian-liong-pang juga sudah siap! Tidak usah khawatir, kami mendapat perintah agar tidak memancing pertempuran dengan fihak lain, apalagi dengan fihak Thian-Liong-pang. Kami datang hanya untuk menjemput anak yang berada didalam kuil."

"Nanti dulu, sobat!"

Si Muka Tengkorak berkata.

"Kami pun menerima tugas dari Pangcu (Ketua) kami untuk mengambil anak yang berada didalam kuil. Dan Thian-liong-pang tidak ingin bermusuhan, apalagi dengan fihak Ji-wi, karena sudah menjadi cita-cita Thian-liong-pang untuk bersahabat dan menyatukan semua partai persilatan."

"Hemmm, bagus sekali omongan itu, akan tetapi apakah cocok dengan buktinya? Kami melihat sendiri keganasan Sin-seng-ci (Peluru Bintang Sakti) membunuh lima orang ini,"

Si Muka Ungu mencela. Murid Thian-liong-pang mengangkat pundak dan mengerling kearah mayat lima orang Fen-ho Ngo-kwi dengan sikap tak acuh.

"Mereka hanyalah bajak-bajak sungai yang hina, tidak masuk hitungan. Apalagi mereka itu merupakan golongan yang patut dibasmi. Harap Ji-wi dapat mengerti dan membedakan."

"Sudahlah!"

Si Wanita bermuka jambon mencela.

"Kami tidak peduli akan semua urusan kalian. Kami datang hendak mengambil anak itu. Marilah Suheng, kita lekas melaksanakan tugas!"

Ia sudah bergerak maju hendak memasuki kuil.

"Eh, eh, nanti dulu, Toanio!"

Kini Si Mata Sipit maju menghalang.

"Terang bahwa Thian-liong-pang tidak ingin bermusuh, akan tetapi agaknya dalam urusan ini diantara kita ada pertentangan. Kami pun bertugas untuk mengambil bocah itu."

"Bagus! Kalau begitu, kiranya hanya kekerasan yang akan dapat membereskan pertentangan ini!"

Wanita bermuka jambon itu membentak. Suhengnya juga memandang marah dan enam belas orang anak buah mereka semua sudah mencabut pedang.

"Srat-srat-sratttt!"

"Sing-sing-sing!"

Dua puluh orang anak buah Thian-liong-pang juga sudah mencabut pedang dan golok. Dua orang murid Thian-liong-pang itu kelihatan bingung, lalu mengangkat tangan memberi isarat kepada pasukan mereka untuk mundur, kemudian Si Muka Tengkorak menjura dan berkata kepada dua orang aneh yang mereka anggap tokoh-tokoh dari Pulau Neraka itu.

"Harap Ji-wi menghindarkan pertempuran yang tidak perlu. Memang kita semua sebagai utusan-utusan harus melaksanakan tugas kita, dan kita masing-masing dua orang merupakan penanggung jawab yang tidak perlu menarik anak buah dalam pertempuran."

"Hemm, maksudmu bagaimana?"

Tanya wanita bermuka jambon menantang.

"Kita mewakili partai-partai besar dan sekarang perselisihan ini dapat di-bereskan secara orang-orang gagah."

"Maksudmu sebagai orang-orang gagah mengadu ilmu?"

Tantang Si Wanita.

"Begitulah. Kita dua lawan dua, siapa kalah harus mengalah dan memberikan anak dalam kuil kepada yang menang. Setuju?"

"Akur! Majulah!"

Si Wanita menantang. Dua orang Thian-liong-pang itu saling pandang, kemudian mengangguk. Si Muka Tengkorak memandang ke sekeliling. Kedua pasukan sudah mundur jauh dan setengah bersembunyi didalam cuaca yang sudah mulai gelap.

"Tempat ini kurang lega untuk bertanding, biar kusingkirkan pohon-pohon ini!"

Katanya dan ia menghampiri sebatang pohon yang besarnya sepelukan orang. Dengan gerakan seenaknya ia mendorong dan pohon itu tumbang, mengeluarkan suara hiruk-pikuk.

"Benar, harus disingkirkan pohon-pohon ini!"

Kata Si Mata Sipit dan dia pun menghampiri sebatang pohon, melakukan dorongan seperti suhengnya. Sebentar saja enam batang pohon sudah mereka tumbangkan! Para anggauta Thian-liong-pang barsorak memberi semangat sedangkan para anak buah yang mukanya berwarna hitam dan merah itu memandang tarbelalak, kagum akan kekuatan hebat dua orang Thian-liong-pang itu. Akan tetapi, laki-laki bermuka ungu dan wanita bermuka jambon itu tertawa mengejek.

"Batu-batu ini pun menghalang gerakan pertandingan!"

Kata Si Wanita muka jambon dan kakinya perlahan menendang, akan tetapi batu yang sebesar anak kerbau itu terbang seperti sepotong batu kerikil dilempar saja. Suhengnya juga melakukan ini dan sebentar saja ada delapan buah batu beterbangan! Anak buah mereka kini bersorak-sorak dan giliran anak buah Thian-liong-pang yang bengong dan ngeri hatinya. Betapa kuat kedua orang aneh itu!

"Bagus! Tempat telah menjadi luas, sebelum cuaca gelap mari kita mulai!"

Kata Si Mata Sipit dan seperti dikomando saja, empat orang itu telah saling serang dengan hebat. Keempat orang ini tidak memegang senjata dan hal ini juga menunjukkan bahwa tingkat kepandaian mereka sudah amat tinggi. Pukulan dan tendangan kaki mereka jauh lebih berbahaya daripada sambaran pedang atau golok, dan angin menderu ketika mereka saling pukul sehingga rumput dan daun pohon bergoyang seperti diamuk badai! Wanita muka jambon bertanding melawan Si Muka Sipit. Ternyata tenaga Si Mata Sipit lebih besar sehingga wanita itu tidak berani langsung menangkis atau mengadu lengan, akan tetapi wanita itu memiliki gerakan ilmu silat yang aneh, juga gerakannya jauh lebih cepat sehingga pertandingan itu amat seru.

Di lain fihak, pertandingan antara Si Muka Tengkorak dan Si Muka Ungu lebih hebat lagi karena tenaga mereka seimbang. Berkali-kali mereka keduanya terdorong mundur, akan tetapi secepat kilat sudah maju lagi dan melanjutkan pertandingan mereka. Pada waktu itu, memang Thian-liong-pang merupakan sebuah partai yang baru muncul sejak bangsa Mancu menyerang ke selatan. Selama perang berlangsung, Thian-liong-pang tidak mau melibatkan diri, bahkan diam-diam memupuk tenaga mereka dan memperdalam ilmu silat. Puluhan tahun yang lalu, Thian-liong-pang yang berpusat di Yen-an, di kaki Lu-liang-san sebelah barat, Thian-liong-pang menjadi sebuah partai golongan hitam, diselewengkan oleh ketuanya di waktu itu yang berjuluk Sin-seng Losu (Kakek Bintang Sakti) dengan murid-muridnya yang jahat sebanyak dua belas orang berjuluk Cap-ji-liong (Dua Belas Ekor Naga).

Akan tatapi, semenjak Thian-liong-pang dikuasai oleh cucu kakek itu sendiri, seorang laki-laki gagah perkasa bernama Siangkoan Li, maka Cap-ji-liong kembali ke jalan lurus. Tentang Siangkoan Li ini dapat dibaca dalam cerita "MUTIARA HITAM". Kemudian bertahun-tahun Thian-liong-pang diketuai oleh orang-orang yang gagah perkasa dan tinggi ilmu silatnya. Ilmu silat mereka itu adalah ilmu keturunan dari dua orang kakek sakti yang setengah gila, yaitu Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong. Makin lama ketua-ketua mereka yang merupakan murid-murid Siangkoan Li, memperdalam ilmu kesaktian dari kedua orang kakek sakti itu sehingga kini para pimpinan Thian-liong-pang merupakan orang-orang yang berilmu tinggi sekali.

Dua orang ini saja hanya merupakan tokoh tingkat lima, namun ilmu kepandaian mereka sudah hebat sekali. Adapun dua orang tokoh Pulau Neraka itu lebih hebat lagi. Tingkat mereka masih amat rendah di kalangan penghuni Pulau Neraka yang merupakan keluarga besar orang-orang aneh. Warna-warna pada muka mereka menandakan bahwa tingkat mereka masih rendah, namun toh mereka sudah dapat mengimbangi ilmu dari kedua orang tokoh Thian-liong-pang tingkat lima! Anak buah Pulau Neraka semua kulitnya berwarna hitam atau merah. Warna hitam merupakan tingkat paling rendah, lalu disusul merah sebagai tingkat lebih tinggi, kemudian biru, ungu, hijau dan jambon. Makin terang warna itu, makin tinggilah tingkat kepandaiannya!

Namun pada masa itu, Pulau Neraka merupakan kabar angin atau setengah dongeng saja karena sudah ratusan tahun tidak pernah muncul. Nama Pulau Neraka disejajarkan dalam rahasia dan keanehannya dengan Pulau Es, bahkan lebih tua lagi! Dua orang tokoh Thian-liong-pang itupun hanya mendengar "dongeng"

Dari ketua mereka, tentang warna-warna aneh kulit para penghuni Pulau Neraka maka tadi mereka dapat menduga tepat! Pertandingan masih berlangsung dengan hebatnya, dan tak seorang pun di antara mereka pada saat-saat yang amat berbahaya bagi nyawa mereka itu ingat akan anak yang mereka jadikan rebutan dan yang menjadi bahan pertandingan-pertandingan itu, bahkan yang menyebabkan kematian lima orang Fen-ho Ngo-kwi! Siapakah anak itu?

Bocah itu adalah seorang anak laki-laki yang berwajah tampan, bermuka bulat dengan kulit putih bersih, sepasang matanya lebar bening penuh keberanian, berusia kurang lebih lima tahun! Sudah lebih dari tiga bulan anak itu hidup seorang diri di dalam kuil tua! Benar amat mentakjubkan keberanian anak ini. Tadinya dia tinggal bersama ibunya di kuil ini, akan tetapi semenjak ibunya pergi meninggalkannya beberapa bulan yang lalu, dia hidup seorang diri di tempat sunyi ini. Namun dia tidak pernah menangis, tidak pernah mengeluh, mencari makan seadanya, bahkan kadang-kadang kalau dia tidak bisa mendapatkan buah-buahan atau tidak dapat menangkap binatang, ia hanya makan daun-daun muda ditambah air gunung!

Akan tetapi kalau ada binatang kelinci lewat, tentu binatang itu dapat ia bunuh dengan sambitan batu karena anak ini pandai menyambit, dan tenaganya mengagumkan. Tidaklah aneh kalau diketahui bahwa semenjak kecil ia digembleng oleh ibunya yang sakti. Ibunya merupakan seorang murid Siauw-lim-pai yang berhasil mencuri ilmu-ilmu aneh dari Siauw-lim-pai, mempelajari ilmu-ilmu aneh ini secara mengawur sehingga mempengaruhi jiwanya, membuatnya setengah gila. Kegilaannya ini bukan semata karena dia keliru mempelajari ilmu-ilmu rahasia dari Siauw-lim-pai, melainkan terutama sekali karena tekanan jiwanya ketika dia dahulu dicemarkan oleh mendiang datuk sesat Kang-thouw-kwi Gak Liat Si Setan Botak (baca ceritaPENDEKAR SUPER SAKTI).

Posting Komentar