Sakit Hati Seorang Wanita Chapter 33

NIC

Cai Sun menarik napas panjang untuk menenangkan hatinya yang terlanda rasa takut. "Ceritakanlah dulu apa dugaanku itu benar, Kongcu." Ki Cong me ngangguk. "Ayah sendiri tadinya tidak tahu siapa yang telah melakukan fitnah keji terhadap dirinya, akan tetapi ketika dia berada di dalam kamar tahanan, surat ini me layang kepadanya. Kau baca sendiri!" Ki Cong menyerahkan sele mbar surat kepada Cai Sun yang me mbacanya dengan muka pucat dan kedua tangan agak gemetar.

"Kepala Jaksa Pui, kami mengucapkan selamat kepada mu!" "Mendiang guru silat Kim Siok sekeluarga."

Keringat dingin me men uhi muka dan leher Cai Sun yang gemuk itu ketika dia menge mbalikan surat itu kepada Pui Ki Cong. "Tak salah lagi, tentu ia yang menulisnya "

"Koo-toako, ia siapakah? Bicaralah yang jelas!"

"Kongcu, lupakah engkau akan gadis re maja puteri guru silat Kim Siok dari dusun Ang-ke-bun itu? Gadis manis yang bertahi lalat di dagunya? Kita..., kita telah me mbunuh ayahnya dan tunangannya dan kita..... kita telah me mperkosanya. "

Pui-kongcu mengangguk-angguk dan meraba-raba dagunya, mengenangkan peristiwa tujuh tahun yang lalu. Tentu saja kini dia teringat akan semua itu. Seorang gadis man is yang angkuh dan galak sehingga dia pernah menerima tamparan tangan gadis itu. Akan tetapi dia telah memba las sakit hatinya sampai sepuasnya, bukan hanya me mbunuh ayah dan tunangan gadis itu, melainkan juga me miliki tubuh gadis itu sampai sepuasnya, selama tiga hari dia me mper ma inkan gadis itu sa mpai me njadi bosan. Dia lalu me mber ikan gadis itu kepada Thian-cin Bu-tek Sa m-eng.

"Tapi, bukankah ia telah kalian bawa pergi dan kalian bunuh ?"

"Itulah kecerobohan kami, Kongcu. Kami me le mparkan ia di dalam sebuah hutan, dalam keadaan hampir mati dan kami yakin bahwa binatang buas tentu akan me mbunuhnya. Akan tetapi ternyata ..... ah, ia hidup kembali dan agaknya hendak me mba las dendam kepada kita se mua."

"Tidak perlu takut! Sebaiknya kita menghubungi saudara- saudara Gan Tek Un dan Louw Ti untuk bersa ma-sama menghadap i gadis itu. Masa kita harus takut menghadapi seorang anak perempuan seperti anak guru silat itu! Kalau ia terjatuh ke tanganku, sekali ini akan kuper mainkan ia sa mpai mati di depan mataku sendiri!" Ki Cong berkata dengan gemas.

"Kongcu, Louw Ti..... Louw Ti.... dia... dia. "

Melihat sikap Cai Sun seperti orang ketakutan, Ki Cong me mandang dengan alis berkerut. "Ada apa dengan Louw Ti?"

"Celaka, Kongcu, dia.... dia.... ah, gadis itu telah turun tangan terhadap Louw Ti. Karena itulah saya datang mene mui Kongcu. Baru saja di jembatan sana, saya bertemu dengan seorang gelandangan gila yang tubuhnya penuh cacat, dan dia adalah Louw Ti! Dia kehilangan segala-galanya, hartanya, rumahnya, anak isterinya dan tubuhnya sendiri cacat, bahkan dia telah menjadi gila, semua itu adalah perbuatan Kim Cui Hong, gadis puteri guru silat Kim di Ang-ke-bun itu!"

"Ahhh....??" Wajah Ki Cong menjad i se makin pucat. "Tapi..... tapi..... bukankah Louw Ti me miliki ilmu kepandaian yang tinggi? Bagaimana mungkin gadis itu dapat me mbikin dia cacat?"

Cai Sun menggeleng-geleng kepala. "Entahlah, Kongcu, ketika Louw Ti masih ma mpu bercerita, dia berkata bahwa gadis itu kini lihai bukan main."

"Mari kita temui dia, aku ingin mendengar sendiri ceritanya." kata Ki Cong, mengajak Cai Sun untuk keluar.

"Nanti dulu, Kongcu..." Cai Sun berkata dan ternyata mukanya yang bulat itu selain pucat juga penuh keringat dingin. Mendengar betapa gadis puteri guru s ilat Kim itu juga sudah menjatuhkan denda mnya terhadap Jaksa Pui, dia menjad i semakin gentar. "Agaknya.... tidak amanlah kalau kita berdua pergi keluar.... bagaimana kalau ia muncul?"

Mendengar ucapan ini, Ki Cong terkejut. Tak disangkanya Cai Sun demikian berubah. Sikap jagoannya hilang dan kini dia menjad i seorang penakut. Dia tidak tahu bahwa me mang demikianlah watak orang yang suka bersikap kejam, seorang jagoan atau tukang pukul. Seorang tukang pukul bersikap kejam dan pemberani kalau menghadapi lawan yang sekiranya dapat ditundukkan. Akan tetapi begitu berhadapan dengan lawan yang lebih kuat, nampaklah wataknya yang sebetulnya. Dia seorang pengecut, seorang penakut yang hendak menye mbunyikan rasa takutnya di balik kekeja man terhadap pihak yang lebih lemah.

Karena Cai Sun, bekas jagoannya itu memper lihatkan sikap takut-takut, Ki Cong juga men jadi gentar dan dia lalu me mer intahkan sepasukan pengawal yang terdiri dari belasan orang untuk men gawalnya keluar rumah bersa ma Cai Sun. Dengan adanya pasukan ini, besarlah hati Cai Sun dan dia pun me langkah dengan gayanya di samping Ki Cong, dengan sikap seolah-olah dia yang melindungi putera bekas jaksa Thian-cin itu!

Mereka mene mukan Louw Ti yang kini sudah meningga lkan jembatan dan berusaha sedapatnya untuk pergi dari situ. Ki Cong me mandang dengan mata terbelalak dan muka pucat. Dia pun mengenal Louw Ti, akan tetapi Louw Ti sekarang telah menjadi seorang yang cacat lahir batinnya. Mata kiri orang itu buta, tangan kiri buntung, tangan kanan tergantung seperti lumpuh, jalannya pun terpincang-pincang, kaki kanan pincang, kaki kiri diseret. Keadaan orang itu sungguh menyedihkan dan mengerikan. Dia tertawa-tawa, lalu menang is dan ketika melihat ro mbongan Pui Ki Cong mengha mpirinya, tiba-tiba dia terbelalak dan berteriak, "Jangan.... ah, jangan bunuh mereka. ampunkan

aku....!" Dan dia pun me larikan diri sa mbil terpincang-pincang menyeret kakinya.

Wajah Ki Cong menjadi semakin pucat me lihat keadaan Louw Ti. Juga Cai Sun meng ikut i lar inya bekas rekan itu dengan hati penuh kegelisahan dan kengerian me mbayangkan betapa nasib seperti itu mungkin akan men impa dirinya.

"Tidak!" Tiba-tiba dia me mbentak marah dan mengepal tinju tangan kanannya, mengacungkan ke atas. "Aku akan me lawannya, aku akan me mbunuh pere mpuan iblis itu!"

"Tenanglah, Koo-toako. Sungguh menyedihkan se kali nasib Louw-toako. Mari kita kembali, kita harus me mbicarakan urusan ini dan me nga mbil langkah-langkah demi keselamatan kita."

Cai Sun mengangguk dan mereka semua me mba likkan tubuh dan berjalan ke mbali menuju ke gedung te mpat tinggal Pui Ki Cong. Akan tetapi pada saat itu mereka mendengar suara ketawa seorang wanita, disusul kata-kata yang halus merdu.

"Pui Ki Cong dan Koo Cai Sun, giliran kalian akan tiba.

Tunggu sajalah!"

Posting Komentar