Sakit Hati Seorang Wanita Chapter 30

NIC

"Ya, akulah si kedok hitam yang mengganggu para hartawan yang kaulindungi itu. Aku pula yang mera mpas harta pusaka yang dititipkan oleh nona bangsawan yang juga aku sendiri orangnya. Aku telah me ngatur se mua ini untuk menjatuhkan mu, untuk menghancurkan mu, Louw Ti!"

"Tapi.... tapi..... mengapa engkau lakukan semua ini kepadaku? Siapakah engkau? Siapa nama mu?"

"Hemm, buka matamu lebar- lebar dan lihat siapakah diriku, Louw Ti." Kim Cui Hong lalu menghapus bedak yang menutupi tahi lalat di dagunya. Ia memang menyembunyikan tahi la lat itu, satu-satunya ciri pada mukanya, agar tidak dikenal oleh musuh-musuhnya sebelum saatnya tiba. "Buka matamu dan lihatlah baik-baik siapa aku!" Wanita itu mendekatkan mukanya dan sepasang matanya mencorong, penuh dengan api denda m.

"Aku.... aku tidak mengenalmu...." kata Louw Ti ragu-ragu. Memang kembali perasaan bahwa dia telah mengenal wanita ini timbul, akan tetapi dia tetap saja tidak dapat mengingatnya siapa wanita ini. "Siapakah engkau. ?"

Bibir yang merah basah dan indah bentuknya itu tersenyum. "Agaknya terlalu banyak sudah engkau menyiksa orang sehingga tidak dapat kauingat kembali satu-satu. Nama ku adalah Kim Cui Hong. Ingatkah engkau akan na ma itu?"

Louw Ti menggeleng kepalanya. "Tidak, aku tidak kenal "

Memang, waktu yang tujuh tahun lamanya itu telah terisi dengan pengalaman yang banyak sekali sehingga sukar baginya meng ingat gadis ini yang sudah la ma sekali dianggapnya mati dan tidak ada lagi di dunia ini, apa pula dengan kepandaian selihai itu!

"Jahanam keparat, kenal atau tidak, engkau akan menerima pe mbalasanku!" tiba-tiba dengan hati mendongkol sekali Cui Hong menggerakkan ca mbuk ra mpasannya tadi. Terdengar bunyi me ledak dua kali dan ujung ca mbuk sudah me matuk dan menotok, me mbebaskan Louw Ti. Orang ini lalu menggerakkan kaki tangannya dan bangkit. Cui Hong me le mparkan ca mbuk itu kepada pe miliknya.

"Aku tidak mau menyerang orang yang tak berdaya. Nah, pergunakan senjatamu, dan pertahankan nyawamu!"

Hati Louw Ti merasa gentar sekali. Baru se karang dia tahu apa artinya takut. Akan tetapi, dia teringat akan isteri dan dua orang anaknya. Mungkin dua orang anaknya telah tewas dan isterinya.. ... dia menelan ludah, isterinya telah diperkosa orang-orang secara bergantian, mungkin sudah mendekati maut lagi.

Perempuan ini me mbalas denda m? Apakah dia pernah me mbunuh anak-anak pere mpuan ini? Rasanya tak mungkin karena ia masih begitu muda. Kalau begitu, me mperkosanya? Memperkosanya secara bergantian? Banyak sudah perempuan yang pernah diperkosanya ketika dia mas ih menjadi jagoan dan tukang pukul, dan dia tidak ingat lagi pernah memper kosa gadis cantik ini. Isteri dan anak-anaknya sudah tewas, dia sudah jatuh miskin. Dia tidak me miliki apa-apa lagi. Pikiran ini mengusir rasa takutnya, bahkan mendatangkan kemarahannya dan tekad untuk melawan mati- matian, untuk sedapat mungkin me mbunuh wanita yang telah membuatnya sengsara ini.

"Baik, kita mengadu nyawa!" bentaknya marah. Dia menya mbar cambuknya dan dengan gerengan seperti seekor singa terluka, dia pun menyerang Cui Hong dengan cambuknya. Cambuk itu me ledak-ledak di atas kepalanya ketika diputar cepat dan meluncurlah cambuk itu turun ke arah kepala Cui Hong. Dalam keadaan nekad dan marah itu, Louw Ti yang me mang lihai sekali menjad i semakin berbahaya. Dia nekad dan bernapsu sekali untuk me mbunuh lawan tanpa me mperdulikan keselamatan dirinya sendiri. Dalam ilmu silat yang dipergunakan untuk berkelahi, seorang ahli silat hanya mengerahkan setengah bagian dari tenaga dan kepandaiannya untuk melakukan penyerangan, sedangkan setengahnya lagi untuk melindungi diri. Akan tetapi dalam keadaan nekad, Louw Ti mengerahkan seluruh tenaga yang ada padanya untuk menyerang tanpa me mperdulikan pertahanan atau perlindungan diri, oleh karena itu serangan- serangannya amatlah dahsyat.

Namun, pada waktu itu, tingkat Kepandaian Cui Hong sudah lebih tinggi dari tingkat kepandaian lawan. Gadis ini menang dalam segalanya. Menang tinggi ilmu silatnya, menang dalam hal gin-kang (ilmu meringankan tubuh) dan menang pula dalam kekuatan sinkang (tenaga sakti). Maka, biarpun ia hanya bertangan kosong menghadapi ca mbuk yang diputar dengan cepat dan kuat itu, ia masih tenang saja dan menganda lkan ginkangnya untuk menyelinap di antara gulungan sinar ca mbuk yang tak pernah berhasil menyentuh tubuhnya.

Sebaliknya, di dalam hati Cui Hong juga terjadi kebakaran! Api dendam dan kebencian menyala-nyala di dalam dadanya. Sambil meng imbangi kecepatan gerakan cambuk yang me ledak-ledak, Cui Hong me mbayangkan peristiwa yang terjadi tujuh tahun lebih yang lalu. Masih nampak jelas di depan matanya ketika dia diperkosa oleh musuh-musuhnya, dan pada saat itu, selagi berhadapan dengan Louw Ti, yang terbayang adalah ketika Louw Ti me mperkosanya dengan buas.

Laki- laki bertubuh pendek tegap yang ber muka hita m ini, dahulu ketika me mperkosanya, kelihatan a mat mena kutkan. Matanya yang lebar melotot merah dan Cui Hong yang ketika tiba giliran Louw Ti me mperkosanya sudah lemah dan dalam keadaan setengah pingsan, merasa seolah-olah ia menjadi seekor domba yang dicabik-cabik dan di lahap seekor harimau buas. Hatinya kini merasa sakit bukan ma in dan kalau saja ia tidak teringat akan sumpahnya kepada gurunya, tentu akan dibunuhnya orang ini. "Tidak, aku tidak boleh me mbunuhnya ...." katanya kecewa di dalam hatinya dan ia pun mene kan kemarahannya agar jangan sampai kelepasan tangan me mbunuh lawan ini, kalau ia mau tentu pada saat itu ia akan mampu me mbunuh Louw Ti. Akan tetapi, kemba li peristiwa yang lalu me mbayang di depan matanya, kini dilihatnya bayangan ayahnya dan suhengnya yang disiksa sa mpa i mati oleh tiga orang jagoan itu, ialah Louw Ti, Koo Cai Sun, dan Gan Tek Un.

"Wuuuuttt....!" Kaki kir i Cui Hong menyambar dahsyat, dengan kecepatan yang tak dapat diikuti oleh kecepatan gerakan Louw Ti.

"Krekk....!" Louw Ti menjerit karena tendangan dahsyat yang dilepaskan Cui Hong dengan kemarahan meluap-luap ini tepat mengenai pergelangan tangan kanannya sehingga tulangnya patah dan kembali ca mbuknya sudah pindah ke tangan wanita cantik itu.

"Tar.... tar....!" Cui Hong mengayun cambuk itu di atas kepala dengan sikap me nganca m.

Louw Ti menahan rasa nyeri di lengan kanannya, lalu dengan nekad dia menubruk ma ju, menggunakan tangan kirinya yang membentuk cakar, menceng keram ke arah dada Cui Hong. Sebagai seorang jagoan berilmu t inggi, biar lengan kanannya sudah patah tulangnya dan tak dapat dipergunakan lagi, dia mas ih berbahaya.

"Wuuuuttt.... tarrr.... singgg....!" Cambuk di tangan Cui Hong menyambar seperti kilat cepatnya, dengan amat kuat menya mbut tangan kiri Louw Ti yang menceng keram itu dan samping. Nampak sinar berkilat saking cepatnya cambuk itu menya mbar.

"Crokkk....!" Untuk kedua kalinya Louw Ti menjerit dan dia me mandang terbelalak kepada lengan kir inya yang kini buntung karena ca mbuk itu me mbabat lengannya seperti sebatang pedang saja. Tangan kirinya putus sebatas pergelangan tangan dan terlempar jauh, dan dari lengan yang buntung itu bercucuran darah!

Kini kedua tangan Louw Ti tak dapat dipergunakan lagi, yang kanan telah patah tulang lengannya yang kiri buntung. Hal ini me mbuat Louw Ti menjad i semakin nekad. Dia maklum bahwa dia takkan ma mpu menand ingi gadis itu, ma ka dia tak takut lagi menghadapi kematian, apalagi kalau dia teringat bahwa isteri dan dua orang anaknya tentu akhirnya akan mati pula. Maka biarpun kedua tangannya sudah tak dapat dipergunakannya lagi, dia mas ih belum ma u menyerah.

"Perempuan iblis kejam!" bentaknya sambil menyerang dengan tendangan bertubi-tubi, menggunakan kedua kakinya bergantian.

Cui Hong mengelak ke sana-sini, me mper ma inkan. "Louw Ti jahanam busuk, orang macam engkau masih dapat me ma ki orang lain keja m?"

Melihat kenekatan lawan, Cui Hong kembali mengayun cambuknya yang meluncur ke depan.

"Tarrr....!" Louw Ti mengeluh dan meng gerakkan kedua lengan yang sudah tak berdaya itu ke arah mukanya. Mata kirinya pecah oleh ujung ca mbuk dan berdarah.

Ketika lengan kirinya yang buntung bercucuran darah itu digerakkan untuk menutup mukanya, muka itu pun berlumuran darah yang keluar dari mata kir inya dan dari lengan kiri yang buntung. Mengerikan sekali keadaan Louw Ti di saat itu, namun dia me miliki tubuh yang kuat. Biarpun kedua lengan sudah tak berdaya dan mata kirinya sudah menjad i buta, dia mas ih maj u lagi dengan ganasnya, menyerang dengan tendangan-tendangan me mbab i buta.

Kembali ca mbuk itu meleda k-ledak dan tubuh Louw Ti kini roboh terpelanting karena kedua kakinya tak dapat dipakai untuk berdiri lagi. Tulang kering kaki kir inya patah-patah dan sambungan lutut kaki kanannya terlepas. Dia tidak berdaya lagi, hanya rebah sambil me mandang wanita itu dengan mata kanan yang melotot. Mukanya penuh darah dan mulutnya menge luarkan busa saking marahnya.

"Iblis betina, bunuhlah, aku tidak takut mati!" bentaknya penuh gera m.

Cui Hong sudah merasa puas dengan pembalasan dendamnya dan ia tersenyum sambil mengge leng kepala, me mandang dengan sinar mata mengejek. "Aku t idak akan me mbunuhmu, aku ingin me lihat engkau menyesali hidup dan menyesali dosa mu yang terkutuk!"

"Perempuan iblis! Dosa apakah yang telah kulakukan kepadamu maka engkau berlaku sekejam ini, bahkan telah menyiksa dan me mbunuh isteri dan anak-anakku yang sama sekali tidak berdosa? Katakanlah agar aku tidak mati penasaran!"

"Me mang matamu buta sehingga engkau tidak mengenal aku, Louw Ti. Ingin aku me mbutakan kedua mata mu, akan tetapi biarlah kutinggalkan sebuah agar engkau dapat melihat akibat dari perbuatanmu yang terkutuk. Na ma ku Kim Cui Hong tidak kauingat lagi, akan tetapi agaknya engkau tidak akan lupa kepada gadis puteri guru silat Kim di Dusun Ang-ke-bun itu, ketika si jahanam Pui Ki Cong dibantu oleh Thian-cin Bu- tek Sam-eng me mbunuh guru silat Kim bersama seorang muridnya, kemudian mereka bere mpat itu secara biadab me mper kosa dan menghina puteri guru silat Kim dan me mbuangnya di dalam hutan? Akulah puteri guru silat Kim itu!"

Mata tunggal itu terbelalak, muka yang sudah pucat itu menjad i semakin pucat. Kini teringatlah Louw Ti. "Kau....

kau.... gadis itu.... benar.... tahi lalat di dagumu itu....

Posting Komentar