Halo!

Sakit Hati Seorang Wanita Chapter 26

Memuat...

"Barang apakah yang dilindungi dan di ma na, siocia? Dan kalau boleh saya mengetahui, siapakah siocia?" "Maaf, aku harus merahasiakan diriku, juga pekerjaan ini harus dirahasiakan, dan hanya Louw-enghiong dan isteri saja yang boleh mengetahui. Kalau engkau setuju dengan syarat itu, kami akan me mberi upah sebanyak lima puluh tail e mas! Kalau tidak setuju, biarlah aku pergi me ncari pengawal lain."

Mendengar upah lima puluh tail e mas, jantung dalam dada Louw Ti berdebar. Jumlah itu bukan sedikit! Jauh lebih banyak daripada jumlah yang sudah dikeluarkannya untuk mengganti kerugian kepada hartawan-hartawan langganannya yang kecurian. Hartanya akan pulih kembali bahkan berta mbah!

"Baik, ceritakanlah, nona. Pekerjaan apakah yang harus saya lakukan?"

"Ayahku seorang pejabat tinggi dalam istana yang kini mengundurkan diri. Ka mi me mpunyai harta pusaka yang harus kami kirim ke dusun di mana ayah telah me mbeli dan mend irikan sebuah ruma h.

“Nah, tugasmu adalah mengir im dan mengawal harta kami itu ke dusun itu sampai tiba di sana dengan selamat. Akan tetapi tak seorang pun boleh tahu akan harta itu. Karena itu, engkau harus me mbawanya sendiri, jangan me mberi tahu lain orang dan jangan me mbawa kawan. Harta pusaka itu terdiri dari benda-benda berharga terbuat dari e mas per mata yang amat mahal harganya, mencapai seribu tail e mas lebih, dapat kaubawa dengan berkuda. Setelah tiba di dusun itu, kami menanti di sana untuk menerimanya dan setelah kami terima dengan selamat, kami akan me mbayar lima puluh tail e mas, dalam bentuk emas murni."

Wajah Louw Ti berseri ge mbira, akan tetapi dia pun khawatir. Membawa harta sebanyak itu bukan merupakan hal yang ringan, apalagi perjalanannya jauh. Cukup berbahaya pada waktu itu, apalagi kalau sa mpai ketahuan orang-orang dunia hita m, tentu harta sebanyak itu akan menjad i rebutan dan perjalanannya akan mene mui banyak halangan. "Dari mana dan ke manakah harta pusaka itu harus dibawa, nona?"

"Tidak begitu jauh, hanya mema kan waktu dua hari saja kalau menggunakan kuda yang baik. Dibawa dari kota raja ini menuju ke dusun dekat Thian-cin."

Makin giranglah hati Louw Ti. Begitu dekat! "Dusun manakah, nona?"

"Ayahku telah me mbeli sebidang tanah di dusun Ang-ke- bun dekat Thian-cin, dan sudah me mbangun rumah di sana. Kakekku berasal dari dusun itu, ma ka ayah ingin beristirahat di hari tuanya disana."

"Ang-ke-bun? Aku tahu tempat itu. Baiklah, saya bersedia, nona."

"Ah, tidak begitu mudah. Louw-enghiong. Harta itu berharga ribuan tail, kalau saya serahkan kepada mu, lalu apa tanggungannya? Bagaimana kalau sa mpai harta pusaka itu hilang dira mpas orang? Bagaimana tanggung jawabmu? Hal ini harus kita bicarakan dulu, kita rundingkan pahitnya dulu. Setidaknya, setelah harta itu kau bawa, engkau harus menyerahkan seju mlah uang tanggungan, walau tidak sepenuh harga harta itu, sedikitnya setengahnya."

"Hayaaa.....! Mana kami ada uang begitu banyak, nona? Kalau ada, tentu dengan senang hati saya akan memberikan uang tanggungan itu. Akan tetapi...." Dia menengo k kepada isterinya dengan bingung.

"Bukankah engkau masih me mpunyai rumah gedung ini dan semua is inya? Kalau digadaikan dengan bunga tinggi, kukira banyak hartawan di kota raja yang menerimanya. Nah, kau gadaikan rumah mu ini, kau serahkan uang tanggungan itu kepadaku, dan aku akan menyerahkan harta itu pada mu. Kau boleh me meriksa is inya agar hatimu tenang. Dan tentang bunga uang penggadaian rumah mu, biarlah aku yang me mbayarnya, sebagai tambahan upahmu. Bagaimana? Setujukah?"

Tentu saja Louw Ti setuju. Upah lima puluh tail e mas bukanlah sedikit! Dan apa salahnya menyerahkan uang penggadaian rumahnya kepada nona ini? Bukankah dia juga menerima harta pusaka itu yang jauh lebih besar harganya? Hanya dua hari dan dia akan menerima upah lima puluh tail emas, berikut uang tanggungannya dan bunga penggadaian rumahnya. Dari kota raja ke Ang-ke-bun, dusun kecil di luar kota Thian-cin itu. Amat dekat dan amat mudah! Dia yakin benar bahwa perjalanan antara dua tempat itu aman. Belum pernah terjadi gangguan perampokan besar di daerah itu. Kalaupun ada tentu hanya gangguan penjahat-penjahat kecil yang sudah akan berlari terbirit-birit kalau berjumpa dengan dia. Louw Ti tertawa girang.

"Baiklah, nona. Besok pagi atau nanti saya kira saya sudah akan berhasil menggadaikan rumah kami ini berikut is inya."

"Baiklah, Louw-enghiong. Besok pagi saya akan datang lagi me mbawa harta pusaka itu, menyerahkan kepadamu dan menerima uang tanggungan darimu, dan sekalian akan kujelaskan bagaimana engkau harus melaksana kan tugas itu." Wanita muda yang cantik jelita itu tersenyum man is lalu berpamit, diantar sampai ke depan pintu oleh Louw Ti dan isterinya. Kefeta berkuda e mpat itu lalu bergerak dan dengan cepat lalu men inggalkan rumah Louw Ti.

Tentu saja Louw Ti gembira bukan main. Untuk se mentara dia melupakan maling berkedok hita m yang menggangunya. Ada pekerjaan yang lebih penting, yang akan ma mpu meno longnya dan me mulihkan keadaan keuangannya. Dan me mang tidak sukar baginya untuk me ne mukan seorang hartawan yang mau menggadai rumahnya berikut isinya, hanya untuk jangka waktu beberapa hari saja dengan bunga tinggi tentunya. Demikianlah, ketika pada keesokan harinya nona bangsawan yang cantik itu datang bersama keretanya, dengan bangga Louw Ti dapat menumpuk uang hasil penggadaian rumah dan is inya itu di atas meja. Hanya kurang dari sepersepuluh harga harta pusaka itu, namun nona cantik itu menerima nya dengan girang dan puas. "Bukan uang dan jumlahnya yang penting." katanya. "Melainkan tanggungan itulah. Karena ada tanggungan rumah dan semua isinya, tentu Louw-enghiong akan bekerja lebih hati-hati lagi. Dan inilah pusaka itu, harap enghiong periksa sebentar dan cocokkan dengan catatannya."

Bungkusan kain kuning yang tebal itu dibuka dan Louw Ti bersama isterinya terbelalak kagum. Benar-benar isinya merupakan benda-benda yang amat berharga, tak ternilai harganya. Berkilauan per mata yang besar-besar, seperti mata yang banyak dan yang hidup berkedip-kedip kepada mereka. Dengan jari-jari tangan agak gemetar karena selama hidupnya belum pernah me lihat, apalagi me megang harta pusaka sebanyak itu, Louw Ti lalu mencocokkan jumlah benda-benda itu dengan catatannya. Kemudian, setelah merasa cocok, dia menandatangani catatan itu dan menyerahkannya kepada nona bangsawan itu bersama uang hasil penggadaian rumahnya.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment