Halo!

Sakit Hati Seorang Wanita Chapter 25

Memuat...

Jagoan itu kini me mpunyai sebuah gedung besar di pinggir kota raja dekat pintu gerbang sebelah barat. Dia hidup mewah di situ bersa ma seorang isterinya dan dua orang anaknya. Usianya sudah empat puluh tahun lebih, tubuhnya pendek tegap dan mukanya buruk, ternyata isterinya masih muda dan cantik sekali! Isterinya itu baru berusia dua puluh lima tahun dan dua orang anaknya baru berusia tujuh tahun dan tiga tahun. Hal ini tidak mengherankan karena dia me miliki kepandaian tinggi, me miliki banyak uang dan nama besar! Dan karena dia pun pandai menc inta isterinya yang muda dan cantik, wanita ini pun dapat menjadi seorang isteri yang setia dan seorang ibu anak-anaknya yang baik. Pendek kata, Toat- beng Joan-pian Louw Ti, ya namanya adalah Louw Ti, hidup serba kecukupan dan dapat diduga hidup berbahagia bersama keluarganya. Para pembaca tentu masih ingat kepada nama ini. Louw Ti, jagoan yang pandai me ma inkan joan-pian, se maca m ruyung le mas atau cambuk yang saking tangguhnya diberi nama Cambuk Pencabut Nyawa yang kemudian menjadi julukannya. Ya, dia adalah Louw Ti, seorang di antara Thian-cin Bu-tek Sam-eng (Tiga Jagoan Tanpa Tanding dari Thian-cin), bahkan orang yang paling tua, lebih tua setahun daripada dua jagoan lainnya dari Bu-tek Sa m-eng.

Louw Ti, seperti yang lainnya, mendengar juga akan kejatuhan Kepala Jaksa Pui Kian di Thian-cin. Akan tetapi karena persahabatannya dengan pejabat itu dahulu hanyalah persahabatan belian, dalam arti kata persahabatan yang dijalin karena saling menguntungkan, ma ka di dalam hatinya dia sama sekali t idak merasa akrab dan sa ma sekali bukan sahabat Pui Kian. Karena itu, mendengar betapa bekas kepala jaksa itu kini menjad i orang hukuman, dia hanya tersenyum saja dan beberapa menit kemudian sudah me lupakan lagi berita tentang kejatuhan orang she Pui itu. Kalau saja dia tahu mengapa dan siapa yang menyebabkan kejatuhan Pui Kian, mungkin dia tidak akan tersenyum acuh! Dia sama sekali tidak tahu bahwa mendung kelabu mulai datang dari jauh untuk me mbikin gelap sinar keberuntungan yang menerangi kehidupannya.

Mula- mula terjadi pencurian di rumah gedung seorang hartawan yang dijaga oleh empat orang anak buah Louw Ti. Bukan hanya sejumlah perhiasan emas per mata yang dicuri orang, akan tetapi juga empat orang anak buah itu dihajar babak-belur oleh pencuri itu.

"Orangnya bertubuh kecil, akan tetapi mukanya me ma kai topeng hitam dan pakaiannya juga hitam se mua," de mikian empat orang anak buah itu melapor kepada Louw Ti. "Ilmu silatnya lihai sekali. Ketika dia melakukan pencurian, kami berempat yang berjaga di depan pintu besar sama sekali tidak mengetahuinya. Adalah dia sendiri yang mendatangi kami dan mengejek, mengatakan bahwa dia telah mencuri banyak barang perhiasan berharga dari ka mar tuan ruma h."

"Hemm....!" Louw Ti mengerutkan alis nya dan sepasang matanya yang lebar itu me mancarkan sinar berkilat karena marahnya. "Apakah kalian t idak me mberi tahu bahwa kalian adalah anak buahku?"

"Sudah kami beri tahu, Louw-twako. Kami me mberi tahu bahwa kami adalah pe mbantu-pe mbantu Toat-beng Joan-pian yang bertugas menjaga di rumah itu dan kami minta agar dia menge mba likan barang-barang itu dan jangan mengganggu kami." Orang yang bercerita itu berhenti seolah-olah takut me lanjutkan.

"Dan apa katanya?" Louw Ti menuntut, penasaran. "Saya..... saya tidak berani menceritakan. "

"Dess....!" Tubuh orang itu terlempar dan bergulingan kena tendangan Louw Ti yang menjadi marah bukan main.

"Apakah kau ingin ma mpus? Sudah gagal melakukan penjagaan sehingga tuan rumah kema lingan, masih berani merahasiakan keterangan kepadaku?"

"Ampun, twako. Akan tetapi orang itu..... dia menghina sekali kepada twako."

"Hemm, berani menghinaku? Apa kata nya?"

"Dia bilang bahwa tidak takut kepada Toat-beng Joan-pian, bahwa dia tidak takut kepada Louw Ti yang pendek bermuka hitam, bahkan dia minta kami menya mpaikan kepada twako bahwa dia adalah Pencabut Nyawa orang she Louw. "

"Jahanam keparat....!!!" Louw Ti meloncat dan tentu dia sudah menerjang empat orang pembantunya itu kalau saja dia tidak ingat bahwa dia sendiri yang me maksa mereka mengaku. Sepasang mata yang lebar itu menjadi kemerahan, mulutnya terengah-engah seperti mengeluarkan uap panas, kedua tangannya dikepal dan berbunyi berkerotokan.

"Di ma na dia?" hanya itu yang dapat ditanyakan karena kemarahan yang hebat me mbuat dia sukar bicara.

"Ka mi tidak tahu, twako. Mendengar penghinaannya, kami lalu maju mengeroyoknya, akan tetapi kami tidak ma mpu menand inginya dan kami dihajar sa mpai tidak ma mpu bangun kembali."

"Kerbau tolol! Kamu tidak tanya siapa namanya dan di mana te mpat tinggalnya?" bentak Louw Ti.

"Saya sudah tanyakan, akan tetapi dia hanya tertawa dan me loncat pergi, menghilang dalam kegelapan ma la m."

Tentu saja peristiwa itu me mbuat hati Louw Ti me njadi panas dan marah sekali. Hiburan isterinya pun tidak dapat mengobati luka di hatinya dan sejak malam itu, dia sering keluar malam untuk meronda, kalau- kalau dia akan dapat bertemu dengan orang bertopeng hitam itu. Dan untuk menjaga na ma baiknya, dia mengganti kerugian hartawan yang kecurian itu dan meyakinkan hati hartawan itu bahwa pencurian seperti itu tidak akan terulang kembali dan dia akan menang kap si pencuri. Memang perbuatannya mengganti kerugian ini me mbuat namanya menjadi bersih kembali dan kepercayaan para hartawan itu timbul lagi walaupun tadinya mereka meragu dengan adanya pencurian itu. Akan tetapi hanya untuk beberapa hari saja karena segera terjadi lagi pencurian-pencurian yang sama. Pencuri itu datang mencuri uang yang cukup banyak atau perhiasan dari hartawan- hartawan yang rumahnya dijaga oleh anak buah Louw Ti, dan selalu menghajar para penjaga itu sambil menyampaikan ucapan penghinaan kepada Louw Ti.

Setelah terjadi peristiwa seperti itu sa mpai lima enam kali, Louw Ti benar-benar merasa dirongrong dan setiap malam dia me lakukan penyelidikan untuk menang kap pencuri itu. Tanpa hasil. Hartanya sampai ha mpir habis untuk mengganti kerugian para hartawan itu, karena yang dicuri oleh pencuri berkedok hita m itu bukan jumlah yang kecil. Kalau begini terus, akhirnya dia akan jatuh miskin dan namanya tentu akan menjad i rusak. Di antara hartawan langganannya bahkan sudah ada tiga orang yang berhenti dan mencari jagoan lain untuk menjaga keamanan keluarga mereka. Hal ini merupakan pukulan hebat bagi Louw Ti.

"Aku bersu mpah untuk menangkap pencuri keparat itu!" ome lnya marah- marah ketika pada suatu malam dia pulang dari meronda tanpa hasil. "Akan kupatah-patahkan kedua lengannya, kubikin buntung kedua kakinya dan kutusuk buta kedua matanya!"

Isterinya bergidik mendengar anca man-anca man itu. "Ah, kenapa marah- marah setiap hari, suamiku? Kalau pencuri itu me mang tidak ma u bertemu dengan mu, biar setiap malam kau meronda pun, takkan ada gunanya. Lebih baik mengurangi jumlah langganan dan me lipatgandakan penjagaan agar lebih kuat."

"Uang kita sudah hampir habis untuk mengganti kerugian. Kalau dikurangi jumlah langganan, mana penghasilan kita bisa cukup? Selama pencuri jahanam itu masih berkeliaran, aku akan tak dapat tidur nyenyak. Agaknya dia me mang sengaja me musuhiku. Sudah kuselidiki di kota raja ini, tidak ada tempat lain yang diganggunya kecuali ruma h-rumah hartawan yang menjad i langgananku."

"Aih, kalau begitu jelas dia itu seorang musuhmu." kata isterinya khawatir. "Cari saja siapa musuhmu itu, tentu engkau akan dapat menduga siapa adanya pencuri itu."

Suaminya mengge leng-geleng kepala dan matanya yang lebar itu makin bercahaya penuh anca man yang a mat bengis. "Mana aku tahu? Selama menjadi pengawal orang-orang besar dahulu, sudah banyak yang menjad i lawan dan musuhku. Hemm.... sekali waktu aku pasti akan bertemu dengan dia dan joan-pianku inilah yang akan meng habiskan nyawanya!" Dia meraba senjata itu yang tak pernah terpisah dari pinggangnya.

"Hati-hatilah, suamiku. Bagaimana kalau kau kalah? Menurut laporan anak buahmu, pencuri itu lihai bukan ma in."

"Betapapun lihainya, aku tidak mungkin kalah!" bentak suami itu dengan hati mendongkol dan isterinya tidak berani banyak cakap lagi.

Pada keesokan harinya, ketika Louw Ti masih tidur karena semalam dia kurang t idur sehingga setelah matahari naik tinggi belum juga bangun, dia tergugah oleh isterinya. "Ah, aku mas ih ngantuk, kenapa kau me mbangunkan ku?" O melnya dengan sikap ogah untuk men inggalkan bantal gulingnya.

"Sua miku, ada tamu penting yang ingin sekali berte mu dan bicara denganmu. Katanya dia mempunyai pekerjaan untukmu yang akan mendatangkan penghasilan besar sekali dan hanya dapat dilakukan oleh engkau sendiri."

"Hemm pekerjaan apa? Siapa dia?"

"Agaknya ia puteri seorang bangsawan atau hartawan besar, ia seorang wanita yang cantik sekali dan pakaiannya serba mewah, seperti puteri istana saja. "

Mendengar keterangan ini, Louw Ti seketika me mbe lalakkan matanya dan cepat dia membersihkan mukanya, bertukar pakaian lalu keluar mene mui ta munya yang disambut oleh isterinya di ruang depan. Ketika berhadapan dengan tamu itu, Louw Ti cepat me mberi hormat dan dia merasa kagum bukan ma in. Benar isterinya. Tamu ini seorang wanita yang luar biasa cantiknya! Seperti seorang puteri istana me mang. Ketika dia menoleh keluar, di sana berdiri sebuah kereta dengan empat ekor kuda, sebuah kereta yang amat indah. Tentu dia seorang wanita bangsawan, pikirnya dan dia m-dia m dia merasa heran karena belum pernah dia me lihat wanita ini. Dengan kedua matanya yang lebar dan bersinar tajam, dia me mperhatikan tamu itu.

Ia seorang wanita muda, usianya masih lebih muda dari isterinya, antara dua puluh satu dan dua puluh dua tahun. Wajahnya cantik jelita dan terutama sekali matanya yang lebar dan jernih, mulutnya yang berbibir segar kemerahan itu, sungguh a mat menarik hati. Rambutnya digelung ke atas dan dihias dengan hiasan sanggul terbuat daripada e mas per mata yang amat indah, berbentuk seekor burung Hong. Pakaiannya juga terbuat dari sutera yang amat mahal, dan tubuhnya penuh dengan perhiasan yang serba indah. Gelang, kalung, cincin, hiasan ra mbut, hiasan baju di dada, semua begitu indah dan mahal, gemerlapan.

Ketika Louw Ti me mberi hormat, wanita itu pun bangkit berdiri dan mengangguk, lalu tersenyum man is dan bertanya, "Apakah aku berhadapan dengan Louw-enghiong (Pendekar Louw)?" suaranya merdu dan halus, sikapnya le mbut seperti seorang puteri istana atau puteri bangsawan tinggi.

Girang hati Louw Ti men dengar dirinya disebut enghiong! "Benar, siocia (nona), saya adalah Louw Ti, seorang di antara Thian-cin Bu-tek Sa m-eng!" Dia sengaja menyebut julukan itu untuk menonjolkan diri dan mengaku bahwa me ma ng dia seorang enghiong, seorang di antara Sam-eng (Tiga Pendekar).

"Ah, kalau begitu tepat sekali nasihat pamanku agar aku minta bantuanmu, Louw-enghiong. Pekerjaan ini a mat penting, barang yang harus dilindungi berharga ribuan tail emas, dan meng ingat bahwa pada waktu sekarang ini sangat tidak aman, maka pekerjaan ini hanya dapat dilakukan dengan hasil baik oleh seorang yang memiliki kepandaian tinggi seperti Louw-enghiong."

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment