Sakit Hati Seorang Wanita Chapter 22

NIC

Pada saat itu, di dalam kegelapan ma la m, ada bayangan orang mengangguk-angguk pula ketika mendengar percakapan dua orang pembesar ini. Orang itu tadi menyelinap dan meloncat seperti seekor kucing saja, tanpa menge luarkan suara dan tidak kelihatan oleh para penjaga. Orang itu bertubuh ra mping, berpakaian serba hita m dan me miliki gerak-an luar biasa r ingan dan cepatnya. Bayangan hitam ini adalah Kim Cui Hongl Sepasang matanya mencorong menger ikan ketika na mpak berkilat.

Seperti telah kita ketahui, gadis ini turun dari sebuah di antara puncak Pegunungan Lu-liang-san, berpisah dari guru nya, Toat-beng Hek-mo, me mbawa buntal an pakaian dan juga ilmu kepandaian t inggi yang dipelajarinya sela ma tujuh tahun setiap hari tak pernah berhenti secara tekun sekali. Tentu saja ia langsung menuju ke Thian-cin. la melakukan penyelidikan tentang jenazah ayahnya dan suhengnya, namun ia gagal dalam penyelidikannya. Tak seorang pun tahu di mana kuburnya dua orang itu. Tadinya ada niat di hatinya untuk meng hubungi saudara-saudara seperguruannya, akan tetapi niat ini la lu d ibatalkannya. Tidak, la t idak akan mencari teman atau pe mbantu dalam usahanya me mba las denda m. Akan ditanganinya sendiri dan andaikata gagal pun akan ditanggungnya sendiri! Balas dendam ini merupakan satu- satunya tujuan sisa hidupnya.

Pertama-tama ia harus dapat mencari dana untuk penyelidikan dan usahanya me mbalas denda m. Ia tahu ke mana harus mencari uang. Ke rumah gedung keluarga jaksa Pui! Ke mana lagi kalau bukan ke rumah musuh besar nomor satu itu? Mengambil harta dari situ merupakan sebagian pembalasan denda mnya.

Demikianlah, dengan menggunakan ilmu kepandaiannya, ia berhasil menyelinap dan naik ke atas wuwungan rumah gedung keluarga Pui Taijin. Secara kebetulan saja ia melihat dan mendengar percakapan antara Kepala jaksa Pui Kian dan ji Ciangkun. Tentu saja percakapan antara kedua orang itu amat penting baginya. Dari percakapan itu ia dapat menang kap bahwa akan ada pembesar tinggi dari kota raja datang ke Thian-cin dan agaknya Kepala jaksa Pui bersama sekutunya yang berpakaian perwira itu akan berusaha menga mbil hati pe mbesar tinggi itu dengan jalan menyogok dengan barang-barang yang amat disukainya, yaitu batu-batu mulia berupa batu kemala dan mutiara yang tentu amat mahal harganya. Kebetulan sekali, pikirnya dan kepalanya yang penuh dengan siasat terdorong oleh keinginannya me mba las dendam itu sudah diputarnya dan ia sudah me mperoleh siasat yang baik sekali. Sekali turun tangan, ia harus dapat menguasai barang-barang berharga itu dan juga me mukul keluarga Pui! Setelah selesai urusan ini, baru ia akan turun tangan langsung kepada Pui Ki Cong yang belum dilihatnya di gedung itu.

Diurungkannya niatnya mencuri barang berharga dari gedung itu dan pada keesokan harinya, kemba li ia melakukan penyelidikan tentang keluarga Pui dan tentang segala sepak- terjang kepala jaksa itu. Dan ia memperoleh keterangan- keterangan yang amat penting. Kiranya sudah empat tahun lebih Pui Kongcu atau Pui Ki Cong tidak tinggal lagi di Thian- cin, dan men urut keterangan yang diperolehnya, musuhnya nomor satu itu telah pergi pindah. kini tinggal di kota raja, menduduki jabatan tinggi dan penting di istana! Dan tentang Jaksa Pui sendiri, ia me mperoleh berita bahwa pe mbesar itu kini seperti raja kecil, seolah-olah dialah yang paling ber kuasa di Thian-cin, menentukan segala hukum yang berlaku di Thian-cin, berbuat sewenang-wenang mengandalkan kedudukannya dan dilindungi pula oleh sekutunya, yaitu Ji Ciangkun, komandan pasukan kea manan Thian-cin. Juga gadis yang cerdik ini berhasil mendengar percakapan antara dua orang pegawai kabupaten yang sudah tua tentang diri Kwa Taijin, pe mbesar tinggi yang datang dari kota raja untuk mengadakan peneliti an dan pe meriksaan di Thian-cin dalam pekan depan ini. Cui Hong mengangguk-angguk dan ia mulai me mintal siasat yang direncanakannya seperti seekor laba- laba me mintal jaring laba- labanya dengan teliti dan tekun.

Beberapa hal penting dicatatnya dan dikumpulkannya dari pendengarannya dalam percakapan Pui-taijin dan Ji Ciangkun, dan dari hasil penyelidikannya, yaitu

Kwa Taijin, pembesar yang keras dan tegas dari kota raja akan tetapi me miliki kele mahan terhadap batu-batu permata, akan datang mengadakan pe mer iksaan dan agaknya pembesar tinggi itu sudah mendengar akan sepak-terjang Pui Taijin di Thian-cin. Pui Taijin dibantu oleh sekutunya, Ji Ciangkun, sudah me mpers iapkan diri untuk menyogok pembesar Kwa itu dengan batu-batu kemala dan mutiara yang indah-indah untuk menyenangkan hatinya agar terlepas dari pengamatan dan tuntutan, tentu saja.

Malam terakhir dari hari kedatangan Kwa Taijin, kembali Pui Kian dan Perwira Ji mengada kan pertemuan di dalam kamar Jaksa Pui. Kepala jaksa itu me mperlihatkan hasil usahanya mengumpulkan batu-batu kema la dan mutiara, dan me mbuka sebuah bungkusan kain merah. Di dalam bungkusan itu terdapat sebuah peti berukir indah dari kayu berwarna hitam.

"Ciangkun, coba kauperiksa, apakah barang-barang ini kiranya cukup untuk menyenangkan hati Kwa Taijin?" kata Pui Kian sa mbil tersenyum bangga. Ditaruhnya peti itu di atas meja dan ketika peti dibuka, Ji Ciangkun mengeluarkan seruan kagum. Di dalam peti itu nampak benda-benda indah dari batu giok yang berwarna kehijauan, gilang-gemilang dengan ukiran halus sekali. Ada sepasang naga berebut mustika terbuat dari batu giok kemerahan, ada burung merak hijau, burung hong terbang sepasang juga dari giok hijau, ada pula gelang-gelang batu giok yang amat halus dan indah, semua itu diukir dengan halus dan pengikatnya dari e mas putih. Benda-benda ukiran yang demikian indahnya, terbuat dari batu-batu giok murni, sukar ditaksir berapa harganya. Tentu amat mahal! Dan di samping itu ada pula perhiasan-perhiasan terbuat dari batu- batu mut iara pilih an. Ada kalung mutiara, ada pula giwang yang terbuat dari mutiara bermaca m warna, dan ada pula gelang dari mutiara hitam yang tentu amat mahal harganya.

"Ah, selama hidupku belum pernah aku melihat kumpulan giok dan mut iara seindah ini, Taijin!" kata Ji Ciangkun dengan kagum. "Kalau dia tidak puas dan senang dengan benda- benda ini, aku sendiri tidak tahu harus me mberi yang bagaimana! Hebat sekali!"

"Tentu saja hebat! Benda-benda ini adalah barang-barang pilihan, ciangkun. Bahkan ukiran naga dan burung hong kemala ini tadinya adalah benda dari kamar pusaka istana kaisar yang !olos keluar! Tak ternilai harganya dan untuk mengumpulkan benda-benda ini, apalagi dalam waktu tiga empat hari ini, uangku tidak cukup dan a ku harus pinjam dari banyak kawan."

"Ah, apa artinya uang, Taijin? Yang penting, kedudukanmu masih selamat dan engkau mas ih tetap berkuasa. Apa sukarnya kelak mencari uang lagi? Yang penting, harimau dari kota raja itu harus dibikin senang hatinya agar tidak mencakar dan menggigit!" Ji Ciangkun mengakhiri kata-katanya sambil tertawa.

Pui Taijin juga tertawa bergelak dan menutup kembali peti itu. "Ha-ha-ha, engkau benar. Harimau! Dia me mang seperti harimau yang galak. Akan tetapi harimau pun akan kehilangan galaknya kalau dia diberi daging kesayangannya dan perutnya kenyang, bukan? Ha-ha-ha!"

Pui Taijin na mpak ge mbira sekali karena kekhawatirannya hilang atau setidaknya banyak berkurang setelah dia me mpero leh kepastian sahabat dan sekutunya bahwa hadiah itu cukup untuk menyenangkan hati Kwa Taijin yang ditakutinya itu. Dia me mbungkus lagi peti hita m itu dan me letakkan bungkusan merah ke da lam almar i yang berdiri di sudut ka mar itu, di belakang te mpat tidurnya. "Mari kita rayakan hasil ini, ciangkun. Hatiku terasa lega dan aku berterima kasih padamu atas nasihat mu. Kelak aku tentu tidak akan melupakan budimu ini. Mari, mar i kita makan minum sepuasnya di ruangan ma kan." Kepala jaksa itu mengajak sekutunya untuk mengadakan pesta di kamar makan.

Posting Komentar