Rajawali Lembah Huai Chapter 34

NIC

Goan Ciang menunduk dan menghentikan ucapan gadis itu dengan mencium mulutnya, dan pada saat itu, dua titik air matanya jatuh menimpa pipi Lee Siang. Kemudian, dia cepat turun dan meninggalkan kamar itu, diikuti pandang mata Lee Siang dan gadis inipun tersenyum bahagia!

Tebing bukit yang menjadi markas Jang-kiang pang itu ramai dan meriah sekali. Semua bangunan tempat tinggal para anggotanya dirias, terutama sekali bangunan besar megah yang menjadi tempat tinggal ketua mereka. Sang ketua yang cantik itu merayakan pernikahannya dengan Cu Goan Ciang!

Suasananya amat meriah dan semua orang nampak bergembira ria. Pesta pernikahan itu diadakan secara mewah, dibangun panggung besar yang khusus untuk pesta dan semua anggota Jang-kiang pang mengenakan pakaian baru. Tamu-tamu berdatangan pada sore hari itu, dan di antara para tamu yang sebagian besar adalah orang-orang kang-ouw, terdapat pula banyak orang-orang berpakaian sebagai pembesar dan bangsawan. Akan tetapi di antara para pembesar itu, yang nampak menyolok dan disambut dengan penuh kehormatan adalah seorang pria raksasa. Tidak mengherankan kalau dia dihormati karena orang ini adalah Panglima Khabuli! Usia panglima yang masih bujangan ini sudah empat puluh tahun dan dia memang memiliki kekuasaan dan pengaruh yang amat besar, karena dialah panglima pasukan di Wu-han. Bahkan kepala desa Wu-han sendiri tunduk dan segan kepadanya bukan hanya karena Panglima Khabuli memegang kekuasaan atas pasukan keamanan di daerah Wu-han, akan tetapi terutama sekali karena panglima raksasa hitam ini adalah keponakan dari Menteri Bayan, tangan kanan Kaisar yang amat terkenal di kota raja. Dengan demikian, dapat dibilang bahwa Khabuli merupakan orang yang paling berkuasa di Wu-han! Orangnya memang mengesankan sekali. Tubuhnya yang tinggi besar itu nampak kokoh kuat seperti benteng. Kulitnya yang agak hitam itu mengkilap seperti berminyak, namun wajah itu tidak kelihatan buruk, bahkan menarik karena nampak jantan. Segala yang ada pada dirinya menimbulkan kesan tebal dan bulat namun tidak gemuk, melainkan kokoh. Matanya lebar dan hidungnya besar. Mulut yang bibirnya tebal itu selalu dihias senyum, akan tetapi tarikan hidungnya membayangkan keangkuhannya dan rasa diri penting.

Di antara para penyambut tamu, yaitu para murid kepala atau anggota tingkat atas dari Jang- kiang-pang, nampak pula kesibukan Lee Siang. Gadis ini sudah sehat kembali, berkat obat penawar dari sucinya, semua racun telah keluar dari tubuhnya. Namun, akibat racun itu, dia masih kehilangan tenaga sinkangnya sehingga untuk sementara waktu, menurut keterangan Liu Bi untuk waktu kurang lebih tiga bulan, Lee Siang hanya merupakan seorang wanita yang tidak memiliki kelihaian luar biasa. Ia memang tidak kehilangan jurus-jurus silatnya, akan tetapi kalau di dasar ilmu silat itu tidak terkandung tenaga yang kuat, apa artinya? Tenaganya seperti tenaga wanita biasa yang sama sekali tidak tahu ilmu silat saja.

Lee Siang nampak cantik manis dan wajahnya berseri gembira. Bukan gembira palsu, melainkan ia benar-benar gembira dan merasa berbahagia melihat sucinya merayakan pesta pernikahannya dengan Cu Goan Ciang! Bahkan ia sendiri yang membantu sucinya berias, dengan penuh kebanggaan dan kegembiraan melihat betapa cantiknya sucinya dalam pakaian pengantin! Sungguh luar biasa sekali perasaan kasih sayang dan kesetiaan dalam hati Lee Siang terhadap sucinya. Sedikitpun tidak terkandung perasaan iri atau cemburu, walaupun sampai saat itu, ia tetap mencinta Goan Ciang sepenuh hati.

Ketika Lee Siang menyambut para tamu dengan sikap yang ramah dan suasana amat meriah karena musik telah dimainkan sejak tadi oleh para pemusik paling kenamaan dari Wu-han. Ruangan panggung yang luas itu mulai dipenuhi para tamu dan ketika Khabuli dan empat orang pengawalnya muncul, Lee Siang sendiri tergopoh menyambut, mewakili sucinya yang masih belum muncul karena sedang dirias di kamar pengantin.

Ketika Lee Siang memberi hormat menyambutnya, Khabuli tersenyum lebar dan memandang kepada Lee Siang seolah seekor ikan besar yang hendak menelan ikan kecil.

“Selamat datang, Ciangkun (panglima), silakan duduk di kursi kehormatan.”kata Lee Siang sambil mempersilakan tamunya untuk duduk di deretan kursi kehormatan, yaitu dekat tempat duduk mempelai, Khabuli memberi isarat kepada empat orang pengawalnya untuk duduk di tempat tamu biasa, sedangkan dia sendiri dengan langkah yang gagah, menggiringkan Lee Siang yang membawanya ke deretan kursi kehormatan, sedangkan para tamu yang sudah hadir, memandang dengan hormat, bahkan mereka yang dilewati panglima itu bangkit memberi hormat.

“Ah, Kim Siocia, engkau sungguh nampak cantik jelita sekali sore ini!” demikian kata panglima itu setelah dia dipersilakan duduk. Lee Siang yang mendengar pujian itu, memberi hormat dan tersipu.

“Terima kasih atas pujian Ciangkun.”

“Sungguh, aku tidak hanya memuji kosong. Engkau tidak kalah cantik dibandingkan sucimu.” Lee Siang merasa tidak enak, Ia tahu bahwa antara sucinya dan panglima ini terjalin hubungan yang akrab sekali, bahkan pernah ia mengira bahwa sucinya akan menikah dengan panglima yang biarpun usianya sudah empat puluh tahun akan tetapi masih bujang ini.

“Tidak ada wanita yang secantik suci,” demikian katanya lirih.

Panglima itu mengangguk, “Aku tahu, apa lagi kalau sekarang ia mengenakan pakaian pengantin. Mana pengantinnya, kenapa belum keluar?”

“Nanti, sebentar lagi, Ciangkun. Belum selesai berias, “ hati Lee Siang semakin tidak enak. Baru kemarin panglima ini datang bertamu dan melakukan pembicaraan berdua saja dengan sucinya. Ia dapat menduga bahwa tentu sucinya menjelaskan tentang cintanya kepada Cu Goan Ciang maka menikah dengan pemuda itu, dan mungkin sucinya minta maaf kepada sang panglima. Dan melihat sikap Panglima Khabuli, hatinya juga lega karena agaknya sang panglima sudah dapat menerima kenyataan itu dan tidak akan membuat ribut. Kebetulan para tamu berdatangan lagi sehingga Lee Siang mendapat kesempatan untuk minta maaf dan meninggalkan panglima itu yang kini bercakap-cakap dengan para tamu lain yang mendapatkan kehormatan, seperti para pejabat tinggi dan para undangan, yaitu tokoh-tokoh dunia kang-ouw.

Hanya karena nama besar Jang-kiang Sian Li sajalah maka tak seorangpun mencurigai pengantin pria. Andaikata ada yang mengenalinya dan menghubungkannya dengan perusuh yang membunuh Bhong-Ciangkun di Wu-han, tentu hal itu akan dilupakan atau dianggap tidak ada. Bagaimanapun juga, orang itu telah melangsungkan pernikahan dengan ketua Jang- kiang-pang, menjadi suami dari ketua yang disegani itu. Akan tetapi agaknya tidak ada yang mengenal pengantin pria, dan sama sekali tidak pernah dapat menduga bahwa pelarian itulah yang kini menjadi orang paling beruntung dapat mempersunting ketua yang cantik jelita, gagah perkasa dan kaya raya itu.

Ketika sepasang pengantin keluar ke ruangan pesta, semua orang bangkit berdiri dan memberi selamat. Semua orang juga kagum melihat pengantin puteri yang demikian cantiknya, seperti bidadari baru turun dari kayangan. Dan juga mereka semua memuji pengantin pria yang gagah dan tampan, yang cocok sekali untuk menjadi suami ketua Jang-kiang-pang. Musik dibunyikan semakin meriah dan pestapun dimulai. Masakan-masakan yang mewah, mahal dan lezat dihidangkan, juga anggur dan arah yang terbaik.

Panglima Khabuli mendapat kehormatan pertama, yaitu duduk semeja dalam perjamuan itu dengan sepasang mempelai, ditemani pula oleh Lee Siang yang terpaksa ikut duduk karena diminta oleh pengantin puteri. Meja istimew itu hanya dihadapi sepasang mempelai, Lee Siang, dan Panglima Khabuli. Mempelai wanita nampak cantik dan berbahagia, demikian pula dengan Panglima Khabuli yang selalu tersenyum dan tertawa-tawa, menggoda sepasang mempelai dan mengucapkan selamat berulang kali dengan secawan arak. Ketika diperkenalkan, dia bersikap ramah kepada Cu Goan Ciang, dan Goan Ciang juga terpaksa harus bersikap manis dan hormat kepadanya. Bahkan wajah Lee Siang juga nampak bergembira dan murah senyum. Agaknya gadis ini tidak berbohong ketika mengatakan bahwa ia menjadi orang kedua yang paling berbahagia setelah sucinya. Hanya Goan Ciang seorang di antara mereka berempat yang terpaksa menggunakan kekuatan batinnya untuk menahan derita yang dirasakannya sebagai siksaan di saat itu. Andaikata Lee Siang tidak duduk semeja dengan mereka, agaknya tidak akan sedemikian hebat siksaan batin yang dideritanya saat itu. Gadis yang merupakan satu-satunya wanita yang pernah dan masih dicintanya, duduk semeja dengan dia yang bersanding sebagai pengantin pria dengan wanita lain yang tidak dicintainya! Beberapa kali dia mencuri pandang ke arah waja Lee Siang, untuk menangkap sedikit saja rahasia hati gadis itu. Namun, tidak ada sedikitpun kepura-puraan dalam kegembiraan gadis itu. Demikian wajar, dan diapun percaya bahwa kekasihnya itu sungguh-sungguh telah rela, demi kasihnya kepada sucinya.

Diam-diam Goan Ciang terpaksa memasang muka gembira itu, dan mengeluh dalam hatinya. Dia seoranglah yang sungguh menderita, Lee Siang juga berkorban, untuk menderita, Lee Siang juga berkorban, untuk kebahagiaan sucinya, akan tetapi kekasihnya itu benar-benar ikut berbahagia. Hanya dia seorang yang berkorban demi keselamatan Lee Siang, berkorban dengan hati yang hancur!

“Ha-ha-ha, kalian sungguh merupakan pasangan yang amat serasi, yang cocok, seperti pengantin dari kahyangan saja! Belum pernah selama hidupku aku melihat sepasang mempelai yang begini hebat. Yang wanita cantik jelita seperti dewi, yang pria tampan gagah seperti dewa. Aku harus memberi selamat lagi,” kata Khabuli sambil tertawa dan mukanya yang hitam itu semakin mengkilap, matanya yang lebar bercahaya. “Selamat kepada kalian!” katanya sambil mengangkat cawan pula menyambut, dan terpaksa Lee Siang juga ikut minum pula anggur dari cawannya. Sebetulnya, ia sudah merasa pusing karena selain ia tidak begitu suka minum banyak anggur keras, juga keadaan dirinya yang masih lemah membuat ia tidak kuasa menolak pengaruh anggur.

“Ha-ha-ha, aku merasa gembira sekali. Malam ini adalah malam yang amat berbahagia karena ketua Jang-kiang-pang akhirnya menemukan jodohnya. Setelah kakak seperguruannya menikah, tinggal adik seperguruannya. Bagaimana, Kim Siocia, kapan tiba giliranmu? Ha-ha- ha!”

“Aih, Ciangkun...!” Lee Siang tersipu dan menundukkan mukanya yang menjadi kemerahan. Sucinya tertawa manis dan menyentuh lengan sumoinya.

“Sumoi adalah seorang gadis istimewa, harus mendapatkan suami yang istimewa pula. Bukankah engkau juga berpendapat demikian, koko?”

Goan Ciang terkejut. Lee Siang tak pernah memandang kepadanya, melirikpun tidak. Dan kini Liu Bi bertanya tentang jodoh Lee Siang. Akan tetapi dia menguatkan hatinya dan mengangguk. “Pendapatmu benar.”

“Ha-ha-ha, bagus sekali! Kita semua telah sepakat! Untuk itu, mari kita doakan agar nona Kim segera menemukan jodohnya. Mari kita minum tiga cawan arak untuk itu!”

Lee Siang hendak memrotes karena ia telah merasa pening, akan tetapi melihat betapa sepasang mempelai juga minum dengan sikap senang, iapun tidak berani mengecewakan hati sucinya. Iapun memaksa diri minum tiga cawan anggur yang dituangkan ke dalam cawannya oleh tangan panglima sendiri, mendahului para pelayan yang berada di sekeliling meja.

Setelah minum tiga cawan anggur, Lee Siang tidak dapat menahan lagi dan iapun berkata dengan suara keluhan lirih, “Aih...maafkan....kepalaku pusing, suci...” dan iapun meletakkan kepalanya ke atas kedua tangan di meja. Goan Ciang memandang dengan iba.

“Aih, sumoi, engkau memang tidak kuat minum.” Ia lalu memberi isarat kepada seorang pelayan yang menjadi kepercayaannya. “Antar nona Kim ke kamarnya, ia perlu mengaso dan tidur.” Pelayan itu memberi hormat lalu membantu Lee Siang yang sudah dalam keadaan setengah sadar, terhuyung dan dipapah oleh para pelayan meninggalkan ruangan pesta.

Biarpun hatinya merasa kasihan sekali, akan tetapi Goan Ciang tidak memperlihatkan sikap ini, bahkan kini dia nampak lega dan gembira. Lebih baik begitu, pikirnya. Biar Lee Siang mabok dan tidak ingat apa-apa lagi, terbuai dalam tidur pulas! Maka, diapun melayani panglima yang amat kuat minum arak itu dengan gembira. Akhirnya, Liu Bi yang kalah lebih dahulu.

“Aihh, aku sudah terlalu banyak minum, kepalaku sudah mulai terasa pusing. Lebih baik kita istirahat, aku tidak dapat minum lagi ” ia mengeluh. Panglima Khabuli tertawa bergelak.

“Ha-ha-ha, pengantin wanita sudah ingin mengajak pengantin pria ke kamar. Saudara Cu, sebaiknya engkau cepat membimbing isterimu ke kamar kalian, ha-ha-ha!”

Liu Bi tersipu, “Ihh, panglima. Agaknya engkaupun sudah mulai mabok. Hati-hati, kalau sampai terlalu mabok engkau tidak bisa pulang!”

“Hemm, apa susahnya kalau mabok di sini? Apakah aku tidak boleh tidur di sini dan melepaskan mabokku di sini sampai besok pagi?”

“Tentu saja boleh, panglima. Engkau adalah tamu kehormatan kami. Pelayanku akan menunjukkan kamar tamu terbaik untukmu. ” Liu Bi bangkit dan agak terhuyung. Karena di

situ banyak tamu, demi kepantasan Goan Ciang cepat menggandeng lengan isterinya sehingga mereka berdiri bergandengan.

“Para tamu yang terhormat!” kata Panglima Khabuli sambil tersenyum dan mukanya yang kehitaman itu kemerahan, tanda bahwa dia sudah dipengaruhi minuman keras. “Kami memberitahukan bahwa sepasang mempelai sudah cukup makan minum dan kini hendak meninggalkan ruangan, memasuki kamar pengantin mereka. Mohon doa restu dari saudara sekalian!” Dia tertawa-tawa dan para tamu menyambut dengan tawa gembira pula. “Silakan saudara sekalian makan minum sampai selesai!”

Dengan tersipu Goan Ciang dan Liu Bi bergandeng tangan meninggalkan ruangan itu, diiringkan para pelayan yang mengantar kedua mempelai sampai ke depan kamar pengantin. Keduanya lalu memasuki kamar dan daun pintu kamar ditutup. Para pelayan yang terdiri dari gadis-gadis muda yang manis itu meninggalkan kamar itu sambil tersenyum-senyum dan tersipu.

Biarpun hampir tanpa semangat, mau tidak mau Goan Ciang malam itu tidur sebagai suami isteri dengan Liu Bi. Dia mendapat kenyataan bahwa apa yang dikatakan Lee Siang tentang sucinya memang benar. Liu Bi seorang wanita yang hebat, penuh gairah dan amat mesra.

Namun, tetap saja semalam itu dia lebih banyak melamun dan memikirkan Lee Siang sehingga berulang kali isterinya menegurnya.

Posting Komentar