Senyum itu melebar dan kerlingnya menyambar tajam. “Semua itu karena salahmu, twako.” “Salahku?” Apa maksudmu, Bi-moi?”
“Semalam itu, engkau merayu dan menjatuhkan hati sumoi. Itulah kesalahanmu yang mengakibatkan kini sumoi terpaksa harus menderita seperti itu.”
“Maksudmu?” Goan Ciang sungguh tidak mengerti dan menjadi bingung.
“Karena engkau membuat aku membenci sumoiku yang tadinya sudah kuanggap sebagai murid atau adik sendiri. Ia minum anggur yang kucampuri racunku yang amat kuat!”
“Pangcu!!!” Goan Ciang meloncat dan mukanya berubah merah, kedua tangannya gemetar karena timbul perasaan marah yang hebat yang membuat dia hampir tak dapat menahan diri untuk tidak menyerang wanita cantik itu.
Akan tetapi, Liu Bwe tersenyum dan bangkit berdiri, agaknya sudah siap dan berkata lembut, “Tenanglah, twako.”
“Pangcu. ”
“Ingat, Bi-moi, bukan pangcu.”
“Baiklah, Bi-moi!” kata Goan Ciang gemas.
“Apa artinya semua ini? Kalau engkau yang meracuni Siang-moi, engkau harus cepat memberinya obat penawar!”
“Kalau aku menolak?”
“Demi Tuhan! Aku akan memaksamu!”
“Memaksaku? Hik-hik, lucunya. Pertama, belum tentu engkau dapat mengalahkan aku, apa lagi kalau aku mengerahkan semua anak buahku. Kedua, andaikata engkau mampu mengalahkan aku sekalipun, menyiksa atau membunuh sekalipun, aku tidak akan mau membiarkan kau pergi dan dalam waktu tiga hari, tetap saja sumoi akan mati dalam keadaan tersiksa! Nah, kau tetap hendak memaksaku?”
Goan Ciang seorang cerdik dan dia tahu bahwa wanita itu bukan hanya menggertak saja. “Lalu, apa kehendakmu, Bi-moi? Engkau meracuni sumoimu sendiri karena ia cinta kepadaku dan hal ini membuatmu membencinya. Kenapa? Engkau tidak mau mengobatinya, kenapa?”
“Cu Goan Ciang, engkau seorang laki-laki, masihkah perlu bertanya lagi sebabnya? Aku tidak ingin ia menjadi isterimu! Itulah sebabnya!”
“Tapi kenapa? Andaikata engkau tidak menyetujui perjodohan kami, dan engkau melarangnyapun, tidak perlu engkau meracuninya dan mengancam nyawanya! Tidak perlu engkau membunuhnya!” “Cu-twako, apakah engkau menghendaki agar ia hidup kembali? Engkau ingin agar sumoi mendapatkan obat penawar dan nyawanya tidak terancam oleh racun itu?”
“Tentu saja! Bi Moi yang baik, tolonglah jangan sampai Siang-moi terancam bahaya maut. Kasihan ia! Bukankah engkau sayang kepadanya, Bi-moi? Tolonglah, berilah obat penawar agar ia sembuh.”
“Tentu saja aku sayang kepadanya. Akan tetapi, peristiwa semalam membuat aku tega membunuhnya, twako.”
“Akan tetapi kenapa? Apa salahnya kalau dia mencintaiku dan aku mencintainya? Apa salahnya dengan itu?”
“Salahnya adalah karena dia membuat aku iri hati, membuat aku cemburu setengah mati. Goan Ciang terbelalak saking kaget dan herannya. “Cemburu? Ehh...apa maksudmu, Bi-
moi?”
“Maksudku, aku tidak ingin engkau menjadi suami sumoi, akan tetapi aku ingin engkau menjadi suamiku, Cu Goan Ciang!”
Goan Ciang tertegun, sejenak tidak mampu bicara, bahkan tidak mampu berpikir karena hal itu sama sekali tidak pernah disangkanya. Selama belasan hari tinggal di situ dia hanya akrab dengan Lee Siang. Biarpun ketua inipun bersikap ramah kepadanya, namun tak pernah dia melihat tanda-tanda behwa wanita ini tertarik kepadanya. Dan sekarang, tiba-tiba saja wanita ini menghendaki agar dia menjadi suaminya, dan tega meracuni sumoi yang disayangnya untuk merebut dia dari tangan sumoinya.
“Tapi...tapi aku sungguh tidak mengerti, Bi-moi. Kenapa begini mendadak dan keinginan itu
sungguh. rasanya tak masuk akal dan aneh!
“Apakah yang aneh, twako? Selama ini aku tidak menikah karena kuanggap tidak ada pria yang cocok untuk menjadi suamiku. Ketika aku bertemu denganmu, melihat sepak terjangmu, segera aku yakin bahwa engkaulah satu-satunya pria yang cocok untuk menjadi suamiku.
Krena itu, tentu saja aku benci dan marah melihat sumoi hendak merebutmu. Malam tadi, kami berdua masih sama-sama bebas, kami saling mencinta dan. ”
“Cukup! Sekarang tinggal terserah kepadamu. Kalau engkau suka menikah denganku, sumoi tidak akan mati. Aku akan memberi obat pemunah racun dan ia akan sembuh kembali.
Sebaliknya, kalau engkau menolak, dalam tiga hari sumoi pasti tewas dan tidak ada obat di dunia ini yang akan mampu menyembuhkannya.”
“Ahhh. ! saking bingungnya, Goan Ciang tidak mampu bicara, hanya berdiri mematung dan
memandang wanita itu dengan m ata terbelalak mulut ternganga. Perlahan-lahan mukanya berubah merah sekali saking marahnya. “Jang-kiang Sian li Liu Bi, engkau adalah seorang wanita berhati iblis! Akan kuhancurkan engkau dan perkumpulanmu!” Dia membentak dan siap menyerang.
Liu Bi tersenyum mengejek dan sekali ia mengeluarkan suara bersuit nyaring, dari segenap penjuru bermunculan anak buahnya yang jumlahnya tidak kurang dari lima puluh orang mengepung tempat itu. “Engkau memilih sumoi mati tersika dan engkau sendiri mampus oleh pengeroyokan kami? Ingat, aku sendiri saja belum tentu engkau mampu mengalahkan!” katanya.
Goan Ciang tidak takut mati, tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri. Akan tetapi mengingat keadaan kekasihnya, dia gelisah sekali. “Kalau aku menuruti kehendakmu, engkau benar- benar akan menyembuhkan Siang-moi?” akhirnya dia bertanya. “Maukah engkau bersumpah?”
“Kau laki-laki gila! Janji ketua Jang-kiang pang lebih kuat dari pada sumpah. Pula, aku sayang kepada sumoi dan hanya karena engkau maka aku tega meracuninya.”
Diam-diam Goan Ciang mengasah otaknya. Yang terpenting adalah menyelamatkan Lee Siang lebih dahulu, pikirnya. “Berilah waktu kepadaku sampai besok, dan biarkan aku menjaga Siang-moi dan bicara dengannya dahulu sebelum aku memberi keputusanku besok.” Dia minta waktu sehari semalam agar dia dapat berusaha mengobati gadis itu dengan kekuatan sin-kangnya, juga kalau gadis itu siuman, dia ingin bicara dengan Lee Siang tentang niat gila Liu Bi yang hendak menariknya sebagai suaminya.
Tentu saja Liu Bi dapat menduga apa yang sedang dipikirkan pemuda itu. Akan tetapi, dia pura-pura tidak tahu dan hanya tersenyum, lalu mengangguk, “Baiklah, aku tidak tergesa- gesa. Akan tetapi ingat, kalau sampai besok malam engkau belum memberi jawaban berati sudah terlambat untuk menolong sumoi.. Bahkan obatku sekalipun tidak akan ada gunanya lagi. Besok siang harus sudah ada keputusan darimu.”
“Baik,” kata Goan Ciang dan Liu Bi memberi isarat kepada semua anak buahnya sehingga mereka mundur. Dengan langkah gontai Goan Ciang lalu menuju ke kamar Lee Siang, memasuki kamar itu dan menyuruh pelayan yang berjaga di situ keluar. Lalu dia duduk di tepi pembaringan setelah menutupkan daun pintu kamar itu.
Dengan hati-hati Goan Ciang lalu memeriksa lagi keadaan kekasihnya. Dia pernah mempelajari ilmu pengobatan, walaupun tidak banyak, dari gurunya ketika dia berada di kuil Siauw-lim-pai. Setidaknya, oleh Lauw In Hwesio dia diajar bagaimana caranya mengobati luka oleh senjata tajam, bahkan sedikit tentang pengobatan menggunakan tenaga sin-kang seperti mengobati luka dalam dan menggunakan sin-kang mengusir hawa beracun dari dalam tubuh korban.
Dengan hati-hati dia lalu duduk bersila di dekat tubuh kekasihnya, kemudian menghimpun tenaga melalui pernapasan, dan menempelkan kedua telapak tangannya pada punggung Lee Siang setelah dia membalikkan tubuh kekasihnya itu sehingga rebah miring. Dia lalu mengerahkan sin-kang, disalurkan melalui kedua telapak tangan, menggetar memasuki tubuh Lee Siang dari punggung.
Tak lama kemudian, Lee Siang mengeluh, membuka mata, kemudian berkata, “Hentikan...twako, hentikan. !”
Goan Ciang terkejut dan melepaskan kedua tangannya. Gadis itu telentang lagi dan napasnya terengah, akan tetapi ia telah siuman. Dahi dan lehernya penuh keringat. Goan Ciang menggunakan ujung lengan bajunya menghapus keringat itu. “Bagaimana rasanya, Siang-moi?” “Lemah....pusing. ”
“Kenapa engkau menghentikan usahaku untuk mengusir racun dari tubuhmu?” “Twako, kalau kaulakukan itu....aku....aku akan segera mati ”
Tentu saja Goan Ciang terbelalak dan mukanya berubah pucat. “Apa? Kenapa begitu..?”
Lee Siang kini sudah sadar sepenuhnya dan ia menghela napas panjang. “Racun yang telah masuk ke tubuhku ini amat kuat, bukan saja meracuni darahku, akan tetapi juga merampas tenaga saktiku. Kalau diobati dengan pengerahan sin-kang, maka tenagamu yang menyusup ke dalam tubuhku tidak dapat kubantu dengan tenagaku sendiri dan akibatnya bahkan akan mempercepat jalannya racun. Tanpa diobati, aku akan bertahan tiga hari. Hanya suci yang memiliki obat pemunahnya ”
“Betapa kejamnya Liu-Bi !” kata Goan Ciang dengan gemas.
“Jangan berkata demikian, twako. Suci menyayangku. ”