Halo!

Rajawali Lembah Huai Chapter 31

Memuat...

Goan Ciang mengangguk, “Aku mengerti, pangcu.”

“Nah, selamat malam, Cu-enghiong.” Ketua yang cantik itu lalu membalikkan tubuhnya dan melangkah meninggalkan Goan Ciang yang masih berdiri terlongong sambil mengikuti langkah sang ketua. Langkah yang gontai dan indah, lenggang seperti menari, membuat pinggang yang ramping itu berlenggang-lenggok seperti batang pohon itu tertiup angin, dan pinggul yang menonjol seperti bukit itu menari-nari ke kanan kiri. Baru Goan Ciang menyadari bahwa senja telah berubah malam dan diapun perlahan-lahan kembali ke kamarnya di bagian belakang rumah besar itu.

“Sumoi, kenapa engkau begitu lancang, begitu mudah jatuh cinta kepada seorang laki-laki yang belum kau kenal benar keadaannya?” di dalam kamarnya di mana ia memanggil sumoinya itu, Liu Bi menegur Lee Siang. Gadis itu duduk di atas kursi dengan muka tunduk dan merah tersipu. “Suci, kami sudah saling mencinta dan aku kagum kepadanya. Dia gagah perkasa, ilmu silatnya tinggi.”

“Sumoi, kau tahu berapa usiamu?” “Delapan belas tahun lebih, suci.” “Dan kau tahu berapa usiaku?”

“Kalau. kalau tidak salah, suci pernah mengatakan usia suci tiga puluh tahun, wlaupun aku

tidak pernah dapat mempercayai karena suci kelihatan tidak lebih tua dari pada aku.”

“Nah, aku yang sudah tiga puluh tahun usiaku belum menikah? Apakah engkau benar-benar sudah mencinta Cu Goan Ciang?”

“Sudah, suci.”

“Dan setelah engkau menikah dengan dia, engkau lalu akan ikut pergi dengan dia?”

Gadis itu mengangguk. “Cu-twako seorang yang hidup sebatang kara, kami berdua akan bertualang bersama, membangun kehidupan baru dalam sebuah rumah tangga yang berbahagia, suci.”

Tiba-tiba sikap ketua Jang-kiang-pang itu berubah. Wajahnya berseri gembira dan senyumnya manis sekali. Ia merangkul sumoinya dan mencium kedua pipinya.

“Ah, aku ikut merasa gembira, sumoi! Aku senang sekali kalau engkau berbahagia.”

Tentu saja Lee Siang yang tadinya merasa khawatir mendapat teguran dan kemarahan sucinya, kini menjadi girang bukan main, Ia balas merangkul dan kedua matanya basah. “Terima kasih, suci. Engkau memang orang yang paling berbudi di dunia ini bagiku. Terima kasih.”

“Aku harus memberi selamat kepadamu dan kita rayakan kebahagiaan ini dengan minum anggur!” Liu Bi lalu pergi ke sebuah almari di mana tersimpan beberapa guci anggur yang tua dan baik. Lee Siang yang mengetahui bahwa sucinya seorang peminum yang kuat, tersenyum. Ia sendiri tidak begitu suka minum anggur keras seperti sucinya, akan tetapi sekali ini, untuk merayakan kebahagiaannya dan untuk menyenangkan hati sucinya yang telah menyetujui perjodohannya dengan Goan Ciang, ia siap untuk minum sampai mabok sekalipun.

Tak lama kemudian, di dalam kamar yang mewah dan diterangi lampu gantung berwarna warni itu, dua orang pimpinan Jang-kiang pang sudah minum anggur dengan gembira.

Dengan setulus hati Liu Bi berkali-kali memberi selamat kepada sumoinya dengan mengajaknya minum secawan anggur. Karena merasa telah memiliki tenaga sin-kang yang kuat, maka mereka tidak mudah menjadi mabok. Biarpun demikian, tetap saja berkurang kewaspadaan Lee Siang, apa lagi ia merasa terlalu gembira melihat sikap sucinya sehingga ia tidak melihat ketika sucinya menaburkan bubuk putik dari dalam sebuah botol kecil ke dalam cawan anggurnya, ketika kembali sucinya mengajaknya minum. Begitu minum habis secawan anggur yang sudah diberi bubuk putik di luar tahunya itu, tiba- tiba Lee Siang merasa pening dan lemas. Ia terkejut sekali, memandang kepada cawannya, lalu kepada sucinya. Nampak tubuh sucinya, seperti berputaran, demikian pula seisi kamar itu.

“Suci, aku.....aku pulang...aneh sekali...”

Dan kini terjadi perubahan pada wajah Liu Bi. Ia tertawa dan suara tawanya amat mengejutkan hati Lee Siang. Gadis itu berusaha sekuat tenang untuk membelalakan matanya agar dapat melihat dengan jelas.

“Tidak aneh, sumoi, karena memang anggur yang kauminum tadi telah kuisi racun!” “Suci.....! Kau. kau meracuni aku? Suci, mengapa? Mengapa kau lakukan ini, suci?” Lee

Siang terkejut bukan main, dan terheran. Ia memaksa diri agar tidak jatuh pingsan walaupun pusing di kepalanya semakin menghebat, pandang matanya berkunang dan tubuh terasa lemas dan berat.

“Hi-hi-hik,” ketua itu tertawa dan kini tawanya terdengar aneh dan mengerikan bagi Lee Siang. “Aku selalu sayang padamu, sumoi, akan tetapi kalau engkau hendak merebut pria pilihanku, terpaksa engkau kusingkirkan!”

“Apa....? Maksudmu...engkau...engkau. ”

“Ya, sejak semula aku telah jatuh cinta kepada Cu Goan Ciang dan aku sudah mengambil keputusan untuk menarik dia menjadi suamiku!”

“Tapi.....tapi..bukankah suci mencinta Perwira Khabuli ?”

“Huh, raksasa kasar itu? Itu hanya demi kedudukan, aku muak melihatnya. Aku mencinta Cu Goan Ciang, dan engkau tidak boleh merampasnya dariku, sumoi.”

“Tapi suci, kalau benar demikian, tidak perlu suci meracuni aku. Aku suka mengalah, suci. Demi Tuhan, kalau aku tahu suci mencinta twako, aku akan mundur, aku akan rela mengalah karena aku sayang padamu, aku menghormatimu. Mengapa harus meracuni aku, suci?”

“Aku tahu dan aku percaya bahwa engkau akan mengalah kepadaku, akan tetapi aku meracunimu agar dia mau menjadi suamiku.”

“Suami ” suara Lee Siang semakin lemah. Gadis ini terlalu heran melihat betapa sucinya

yang saling sayang dengannya kini dapat berlaku sedemikian curang dan kejam kepadanya! Dalam keadaan hampir pingsan dan setengah sadar ia masih melihat sucinya tersenyum mengejek dan bicara dengan suara yang semakin lirih.

“Tenanglah, sumoi. Kalau dia sudah setuju menjadi suamiku, engkau pasti akan kuberi obat penawar. Akan tetapi kalau dia menolak, tidak ada jalan lain bagiku kecuali membiarkan engkau mati. Racun itu akan membunuhmu selama tiga hari, jadi dalam waktu tiga hari ini, mudah-mudahan Cu Goan Ciang akan suka menjadi suamiku, “ Lee Siang tidak kuat menahan lagi dan iapun terkulai dan tentu akan roboh kalau tidak cepat sucinya merangkul kemudian memondong tubuhnya dan membawa Lee Siang ke dalam kamar gadis itu sendiri, merebahkan tubuh yang pingsan itu ke atas pembaringan, kemudia memanggil pelayan dan menyuruh pelayan menjaga dan merawat Lee Siang yang ia katakan sedang menderita sakit.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Goan Ciang sudah bangun dan setelah mandi dan berganti pakaian, dia segera pergi mengunjungi kamar Lee Siang. Akan tetapi, pintu kamar itu masih tertutup dan dia mengetuknya perlahan. Ketika daun pintu kamar terbuka, yang muncul adalah seorang gadis pelayan, yaitu seorang anggota Jang-kiang-pang.

“Ah, selamat pagi, Cu-enghiong,” kata pelayan itu dengan sikap hormat.

“Selamat pagi. Di mana Kim Siocia?” demikian sebutan bagi Lee Siang untuk para anggota perkumpulan itu.

“Kim Siocia belum bangun dari tidurnya, taihiap (pendekar besar),” kata lagi pelayan itu.

“Aneh sekali! Biasanya ia bangun pagi-pagi sekali, kenapa sekarang belum bangun? Ada apakah dengannya?”

“Kim Siocia sakit, taihiap. Malam tadi ia dipondong oleh pangcu masuk kamar ini dan tertidur atau pingsan, sampai sekarang belum terbangun. Keadaannya mengkhawatirkan, taihiap.”

Mendengar ini, Goan Ciang terkejut bukan main dan dia cepat mendorong pelayan itu ke samping lalu menerobos masuk untuk memeriksa sendiri keadaan kekasihnya. Ketika dia melihat tubuh Lee Siang rebah telentang di atas pembaringan dan tertutup kelambu, tanpa ragu lagi dia menyingkap kelambu dan duduk di tepi pembaringan. Dia terkejut bukan main melihat wajah kekasihnya yang cantik manis itu, dengan rambut kusut akan tetapi tidak mengurangi kecantikannya, nampak membiru dan pucat sekali.

“Siang moi !” dia berseru dan meraba tangan kekasihnya. Dia semakin terkejut. Tangan itu

panas bukan main. Kekasihnya menderita demam! Kenapa? Pada hal semalam dalam keadaan sehat. Cepat dia memeriksa denyut nadi gadis itu. Denyut nadinya kacau sebentar cepat sebentar lambat. Setelah memeriksa leher, dada, membuka pelupuk matanya, tahulah Goan Ciang bahwa sumoinya keracunan. Keracunan hebat sekali!

Pelayan tadi berdiri di belakangnya, memandang dengan wajah khawatir. Goan Ciang memandangnya penuh selidik. “Katakan, apa yang terjadi semalam? Apakah Nona Kim berkelahi dengan seseorang?”

“Saya tidak tahu, taihiap. Setahu kami, semalam Kim Siocia dan pangcu bergembira di kamar pangcu, minum-minum anggur. Akan tetapi, tahu-tahu malam tadi pangcu memondong tubuh Kim Siocia memasuki kamar ini, merebahkannya dan menyuruh saya melakukan penjagaan dan merawatnya.”

“Di mana pangcu?”

“Pagi-pagi sekali ia sudah terbangun dan menjenguk ke sini, kemudian memesan agar saya menjaga di sini, karena ia hendak berjalan-jalan di taman.” Mendengar itu, cepat Goan Ciang berlari keluar kamar dan langsung dia lari ke dalam taman di mana semalam dia saling menyatakan cinta dengan Lee Siang. Seperti ada perasaan yang menuntunnya, dia langsung saja pergi ke dekat kolam ikan emas, tempat di mana dia bermesraan dengan Lee Siang semalam dan benar saja di atas bangku di mana semalam Lee Siang duduk, nampak Liu Bi duduk seorang diri, seolah-olah ia sedang melamun dan melihat ikan emas hilir mudik berenang dengan indahnya di dalam kolam yang airnya jernih. Ketua itu nampak cantik sekali, dengan wajah yang segar karena pagi itu telah mandi, rambutnya yang hitam halus berombak itu digelung rapi ke atas seperti gelung rambut puteri bangsawan, dihias permata indah. Wajah itu segar dan cantik, dengan penghitam alis, pemerah bibir dan pipi, dan pakaiannyapun baru dan indah terbuat dari sutera mahal dan potongannya agak ketat membungkus tubuhnya yang langsing dan padat. Seorang wanita yang amat cantik menggairahkan. Goan Ciang dapat menduga bahwa wanita itu tentu pura-pura tidak tahu akan kedatangannya karena dengan ketajaman perasaan dan pendengarannya yang terlatih, mestinya ia tentu sudah mendengar langkah kakinya.

“Selamat pagi, pangcu.”dia berkata setelah berdiri dalam jarak dua meter di belakang wanita itu.

Liu Bi menoleh dan pura-pura hanya mengangkat sepasang alis yang hitam itu ke atas, matanya mengerling tajam dan bibirnya yang kemerahan itu tersenyum.

“Aihhh. selamat pagi, Cu-twako! Sudah berapa kali aku mengingatkan agar kau jangan

menyebut pangcu kepadaku! Sebut saja Bi moi (adik Bi), tidak maukah engkau akrab dengan aku?”

Goan Ciang yang ingin menyenangkan hatinya dan ingin sekali mendengar tentang kekasihnya, membalas senyumnya. “Tentu saja, Bi-moi.”

“Nah, begitu lebih akrab, bukan? Toako, pagi-pagi benar engkau sudah bangun dan nampak segar, sudah mandi dan berganti pakaian. Apakah pelayan telah mengantar sarapan pagi untukmu?”

“Belum, dan biarlah nanti saja, Bi moi. Aku sengaja mencarimu di sini untuk menanyakan sesuatu.”

“Apa yang hendak kau tanyakan, twako yang baik?”

“Aku ingin bertanya tentang Siang-moi! Apakah yang terjadi dengannya maka ia dalam keadaan seperti itu, keracunan hebat? Apa yang terjadi semalam ketika ia minum-minum anggur denganmu, Bi-moi?”

Mendengar ini, Liu Bi tersenyum. Senyumnya memang manis sekali. Sepasang bibir lembut itu merekah dan nampak kilatan gigi yang berderet rapi dan putih dan karena mulut itu agak ternganga ketika senyum, nampak rongga mulut yang kemerahan dan ujung lidah yang merah muda. “Engkau tahu bahwa ia keracunan hebat? Akan tetapi engkau tentu tidak tahu bahwa kalau ia tidak mendapatkan obat penawar yang ampuh, dalam waktu tiga hari ia pasti akan mati dan tidak ada obat apapun di dunia yang akan mampu menyembuhkannya.”

Wajah Goan Ciang berubah agak pucat dan matanya terbelalak memandang wajah wanita itu dengan penuh selidik. “Pangcu. eh, Si moi, apa yang telah terjadi dengannya. Mengapa ia dapat keracunan seperti itu?”

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment