Rajawali Lembah Huai Chapter 29

NIC

Goan Ciang telah mengelak dengan menggesek kaki ke samping. Namun, Kwa-kauwsu sudah memutar pergelangan tangannya sehingga golok yang menyambar tempat kosong tadi kini membalik dan menyambar ke arah pinggang Goan Ciang. Kembali Goan Ciang mengelak dengan loncatan ke belakang dan sekali lagi golok itu menyambar, kini ke arah kedua kakinya seperti orang membabat ilalang saja. Goan Ciang melompat ke atas dan mengembangkan kedua tangannya seperti seekor burung rajawali terbang dan kini pemuda itu mulai memainkan ilmu andalannya, yaitu Sin-tiauw Ciang-hwai. Bagaikan seekor burung rajawali saja, tubuhnya berkelebatan dan berloncatan seperti terbang, cepat bukan main dan dari atas, dari segala jurusan, dia membalas serangan lawan dengan tendangan, cengkeraman dan totokan, membuat Kwa-kauwsu menjadi sibuk sekali karena biarpun semua serangan balasan itu tidak mempergunakan senjata, namun bahanya tidak kalah dengan serangan senjata tajam.

Kini, baik Lee Siang maupun Liu Bi sendiri tercengang. Mereka berdua adalah dua orang wanita gagah yang memiliki ilmu silat tinggi, sudah banyak pula melihat ilmu silat sehingga mereka tadi mengenal dasar gerakan ilmu silat Siauw-him-pai. Akan tetapi setelah Goan Ciang memainkan ilmu silat Sin-tiauw Ciang-hwat, mereka tercengang dan tidak mengenal ilmu yang amat cepat gerakannya dan aneh, mirip gerakan seekor burung rajawali yang menyambar-nyambar.

Sementara itu, Kwa-kauwsu dengan nekat dan membabi buta mencoba untuk membabat bayangan tubuh yang berloncatan itu dengan bacokan goloknya. Diam-diam dia terkejut dan menyesal mengapa dia tadi memandang rendah pemuda ini. Ternyata pemuda ini demikian lihainya, dan baginya akan lebih menguntungkan kalau dia menandingi Jang-kiang Siang-li Liu Bi sendiri dari pada melawan pemuda yang gerakannya lincah dan aneh ini. Akan tetapi karena sudah terlanjur, dia hanya dapat bertindak nekat, mempergunakan keuntungannya memegang golok sedangkan lawannya bertangan kosong, untuk menyerang dengan ganas dan dahsyat.

Namun, semua bacokan dan tusukan golok itu tak pernah mengenai tubuh Goan Ciang, sebaliknya, dua kali Kwa-kauwsu terhuyung karena pundaknya terkena tamparan ketika tubuh Goan Ciang menyambar dari atas, kemudian punggungnya juga terkena tendangan. Walaupun dua kali serangan itu membuat dia hanya terhuyung dan belum roboh, namun cukup membuat hati Kwa-kauwsu menjadi semakin penasaran. Dia adalah seorang ahli silat yang berpengalaman, bahkan di daerah itu dia dikenal sebagai guru silat yang pandai, mempunyai banyak murid. Kalau sekali ini, dengan golok di tangan, dia sampai kalah melawan seorang pemuda bertangan kosong, pada hal disaksikan oleh semua penghuni dusunnya dan oleh semua anggota Jang-kiang-pang, maka namanya akan jatuh dan tentu dia akan menjadi bahan ejekan orang di dunia persilatan.

“Mampuslah...!” Dia berteriak lantang dan secara nekat dan membabi buta dia menyerangkan goloknya dengan bacokan kilat ke arah dada Goan Ciang. Melihat kenekatan lawan, Goan Ciang merendahkan tubuhnya dan ketika golok lewat di atas kepalanya, secepat kilat tangannya menotok ke atas, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah, tepat menotok jalan darah di pergelangan tangan lawan.

“Tukk!” Kwa-kauwsu mengeluh dan terpaksa dia melepaskan goloknya karena tangan kanannya tiba-tiba menjadi lumpuh oleh totokan itu. Dia terkejut sekali dan cepat menggulingkan tubuh agar jangan sampai tersusul serangan lawan. Tubuhnya bergulingan menjauh, kemudian dia meloncat berdiri dan biarpun kini dia sudah tidak memegang senjata lagi, dengan nekat dia lalu menerjang dan menyerang dengan tangan kosong!

Menggunakan golok besar saja dia tidak mampu menang, apalagi kini bertangan kosong. Dia masih mencoba mengerahkan tenaga dan menyerang dengan dahsyat, namun tentu saja dengan mudah serangannya dapat dipatahkan Goan Ciang, sekali ini bukan mengelak melainkan menangkis sambil mengerahkan tenaganya. “Dukkk!” Dua buah lengan bertemu dan akibatnya, Kwa-kauwsu terdorong mundur sampai beberapa langkah. Goan Ciang tidak memberi hati lagi, maju dan mengirim tendangan yang membuat tubuh guru silat itu terjengkang. Pada saat itu, sepuluh orang murid utamanya maju dengan golok di tangan mengeroyok Cu Goan Ciang. Melihat ini, Liu Bi dan Lee Siang juga berlompatan maju dan pedang mereka segera mengamuk di antara sepuluh orang itu.

Guru silat Kwa sudah maju lagi, agak berbesar hati karena kini sepuluh orang murid utamanya sudah membantu, dan dia sudah menyambar sebatang golok dari tangan seorang muridnya. Namun, Goan Ciang ang merasa marah melihat kecurangan lawan yang menggunakan pengeroyokan, sudah mendahuluinya dan sekali tangannya menyambar, tangannya sudah menghantam dada lawan, membuat guru silat itu terbanting dan terjengkang keras, muntah darah dan tidak dapat berdiri lagi, hanya bangkit duduk sambil mengerang kesakitan.

Sementara itu, Lee Siang dan Liu Bi mengamuk dan dalam waktu singkat saja, kedua orang gadis cantik itu sudah merobohkan sepuluh orang pengeroyoknya, dan mereka yang roboh oleh pedang kedua wanita itu jelas tidak mampu bangun kembali karena mereka semua telah tewas. Mayat sepuluh orang itu malang melintang dan kedua orang gadis itu, dengan pedang di tangan siap untuk mengamuk atau mengerahkan anak buahnya.

“Orang she Kwa, bagaimana sekarang? Apakah engkau masih hendak melanjutkan pertempuran ini? Liu Bi menantang.

Kwa-kauwsu maklum bahwa pihaknya telah kalah. Kalau dia mengerahkan semua muridnya untuk melawan, sama saja dengan menyuruh para murid itu membunuh diri. Dia sendiri sudah tidak mampu melawan. Sepuluh orang murid kepala yang diandalkan telah tewas. Sedangkan di pihak musuh terdapat pemuda yang amat lihai itu.

“Aku mengaku kalah.”katanya dengan lirih dan menundukkan mukanya.

Cu Goan Ciang maklum bahwa kalau dia tidak cepat bertindak, kekalahan ini akan menimbulkan dendam yang berkelanjutang yang akhirnya hanya akan merugikan kedua pihak, maka dia lalu berkata kepada guru silat itu. “Kwa-kauwsu, sebaiknya kalau permusuhan ini diakhiri sampai di sini. Perjodohan tidak mungkin dapat dipaksakan. Engkau telah membunuh empat orang pembantu utama pangcu dari Jang-kiang-pang di lain pihak, sepuluh orang muridmu juga tewas. Habisi saja permusuhan ini dan anggap saja bahwa Nona Liu Bi bukan jodohmu.”

Guru silat itu dengan wajah lesu dan masih menunduk, mengangguk dan berkata lemah, “Aku mengaku kalah. ”

“Nanti dulu, terlalu enak kalau hanya bergitu, “kata Liu Bi penasaran. “Kalau dia masih tinggal di sini, aku tidak tanggu bahwa lain kali tidak akan terjadi bentrokan lagi karena kami tentu tidak mudah melupan begitu saja penghinaan yang telah dia lakukan terhadap kami.”

“Hemmm, lalu apa yang kau kehendaki, pangcu?” tanya Cu Goan Ciang.

“Dia harus pergi dari sini dan membubarkan Yang-ce Bu-koan dan tidak pernah lagi memperlihatkan mukanya di sini. Kalau hal itu tidak dia lakukan, terpaksa aku akan membunuhnya!” Cu Goan Ciang, mengerutkan alisnya. Memang harus dia akui bahwa guru silat itu telah membuat kesalahan, namun hukuman yang dideritanya sekarang sudah cukup hebat. Sepuluh orang muridnya tewas, niatnya memperisteri ketua Jang-kiang-pang gagal dan namanya pun jatuh. Akan tetapi, Liu Bi menuntut yang lebih keras lagi, menunjukkan bahwa watak ketua Jang-kiang-pang ini berwatak keras, tidak selembut watak Kim Lee Siang. Akan tetapi, dia hanya orang luar dan urusan itu adalah urusan pribadi antara Liu Bi dan Kwa-kauwsu, maka diapun tidak dapat mengambil keputusan.

“Bagaimana pendapatmu, Kwa-kauwsu?”

Guru silat itu mengangguk dengan wajah muram. “Hemm, kaukira aku masih sudi tinggal di sini setelah aku kalah oleh bocah she Cu ini? Jangan khawatir, hari ini juga aku akan membubarkan Yang-ce Bu-koan dan akan meninggalkan tempat ini.”

Legalah hati Goan Ciang. Kiranya guru silat ini sudah patah hati dan malu untuk tetap tinggal di situ sehingga memudahkan apa yang dikehendaki Liu Bi, maka tidak akan menimbulkan persoalan lagi.

Ketika dengan sikap ramah, Liu Bi mempersilakan Goan Ciang untuk singgah di perkumpulannya untuk ikut merayakan kemenangan itu, dia hendak menolak, akan tetapi ketika Lee Siang juga ikut mengundangnya, dia tidak dapat lagi menolak. Bagaimanapun juga, dia tertarik sekali kepada Lee Siang dan dia ingin mengenal lebih dekat dua orang kakak beradik seperguruan itu. Mereka ini merupakan tenaga-tenaga yang kuat dan baik sekali kalau kelak dia membutuhkan persekutuan seperti yang dicita-citakannya. Demikianlah, diapun ikut pulang bersama Liu Bi dan Lee Siang dan diperlakukan dengan sikap hormat oleh para anggota Jang-kiang-pang yang menganggapnya sebagai seorang yang telah menyelamatkan ketua mereka. Karena dia sendiri masih menjadi buronan pemerintah, maka Goan Ciang juga tidak menolak ketika Lee Siang menyarankan agar untuk semetara dia bersembunyi di perkumpulan itu.

Setelah tinggal di perkumpulan Jang-kiang pang selam dua minggu, hubungan Goan Ciang dengan kedua orang kakak beradik seperguruan itu menjadi akrab dan kini dia mulai mengenal betul watak kedua orang gadis itu. Dia semakin kagum kepada Lee Siang karenaa biarpun gadis ini menjadi wakil pimpinan perkumpulang Jang-kiang-pang yang mengutamakan kekerasan, namun pada hakekatnya Lee Siang adalah seorang wanita yang berwatak pendekar yang gagah perkasa, bahkan dalam percakapannya dengan gadis itu, Goan Ciang dapat menyelami watak Lee Siang yang sebetulnya patriotik karena gadis ini diam- diam membenci penjajah Mongol, cocok dengan wataknya sendiri. Akan tetapi sebaliknya, ketua Jang-kiang-pang, yaitu Jang-kiang Sian-li Liu Bi, adalah seorang wanita yang haus akan kekuasaan dan kemewahan sehingga dia tidak segan-segan untuk membantu pemerintah Mongol dan bersahabat baik dengan para pejabat tinggi.

Kedua orang gadis itu memang cantik. Bahkan kalau diukur tentang kecantikan, Liu Bi lebih cantik dari Lee Siang karena Liu Bi pandai berhias, genit dan pandai sekali memikat hati pria, pandai memainkan mata dan senyum memikat. Dan walau usianya sudah tiga puluh tahun, namun Liu Bi nampaknya sebaya dengan suaminya yang baru berusia delapan belas tahun itu. Namun, dalam hal ilmu kepandaian silat, ilmu mereka tidak banyak selisihnya, hanya ada satu kelebihan Liu Bi, yaitu bahwa ia selain ilmu silat, juga memiliki keahlian dalam hal penggunaan racun, ilmu yang tidak dipelajari oleh Lee Siang. Betapapun juga, ada rasa kagum dalam hati Goan Ciang terhadap Liu Bi. Wanita itu memang genit dan bergaul akrab dengan para pejabat pemerintahan Mongol, akan tetapi ia bukan golongan wanita cabul. Ia bahkan angkuh terhadap pria, bukan wanita murahan. Itulah sebabnya pula mengapa sampai berusia tiga puluh tahun, ia belum mau menikah dan seperti yang telah dilakukan terhadap Kwa-kauwsu, kalau ada pria berani meminangnya, ia selalu menolak dengan cara yang kasar. Agaknya, di dunia ini tidak ada seorangpun pria yang cukup pantas untuk menjadi suaminya!

Setelah tinggal di tempat itu selama belasan hari dan setiap hari bergaul dengan Lee Siang, kalau bercakap-cakap selalu keduanya saling merasa cocok, kalau berlatih silat mereka saling mengagumi, maka bukan hal yang aneh kalau mulai timbul perasaan aneh dalam hati kedua orang muda ini. Perasaan yang dimulai pada saat pertama kali ketika mereka duduk berhimpitan dalam joli itu, kemudian dipupuk oleh saling pengertian dan kecocokan hati dan selera. Mulailah terdapat sesuatu yang lain dalam sikap mereka, dalam pandangan mereka, dalam suara mereka kalau mereka saling berhadapan. Bahkan, tidak bertemu sebentar saja timbul perasaan rindu dalam hati Goan Ciang terhadap Lee Siang.

Suatu senja yang indah di taman bunga belakang rumah besar Liu Bi yang juga menjadi tempat tinggal Lee Siang dan di mana Goan Ciang menjadi tamu, Goan Ciang duduk di atas bangku, berhadapan dengan Lee Siang, di dekat kolam ikan emas dan keduanya nampak bercakap-cakap dengan asyik. Di antara percakapan mereka, nampak tatapan mata yang mengandung sinar kemesraan, senyum yang membayangkan kebahagiaan hati.

Posting Komentar