Halo!

Rajawali Lembah Huai Chapter 23

Memuat...

Perwira itu menatap wajah Goan Ciang dengan sinar mata berkilat. “Kalau engkau ingin bekerja pada paman Yo, kenapa mesti mencampuri urusan pemungutan pajak? Engkau bekerja saja dengan baik, menerima upah yang besar dan urusan pajak serahkan saja kepada kami. Engkau tinggal memerintahkan mandor untuk memotong gaji mereka, habis perkara!”

Wajah Goan Ciang mulai berubah merah. Perwira ini sungguh angkuh, sombong setengah mati, memandang rendah sekali kepadanya dan belum apa-apa sudah menganggap dia seorang bawahannya yang harus patuh kepadanya.

“Ciangkun, aku ingin bekerja kepada paman Yo, bukan kepadamu! Pula, syaratku itu tidak boleh ditawar-tawar lagi. Diterima syukur, kalau tidakpun tidak apa-apa, aku tidak bekerja di bandarpun tidak mengapa!”

“Cu-hiante, kenapa sikapmu begini? Ingat, engkau berhadapan dengan Bhong-Ciangkun, penguasa bandar di Wu-han!” Yo Ci terpaksa menegur karena dia khawatir kalau sampai perwira itu marah. “Paman, aku tidak perduli siapa dia. Siapapun dia, aku tidak sudi dipaksa untuk membantu orang memeras dan menindas para pekerja kasar yang miskin itu!” kata Goan Ciang yang sudah marah pula.

“Bocah sombong!” Perwira Bhong kini bangkit dari kursinya dan menudingkan telunjuknya kepada muka pemuda itu. “Berani engkau bersikap seperti ini di hadapanku? Engkau ini agaknya sekomplotan dengan para pekerja kasar itu, ya? Hendak memberontak, ya? Para pekerja kasar itu seperti segerombolan anjing, kalau tidak diperlakukan dengan keras, mereka akan banyak bertingkah! Kau hendak memimpin mereka memberontak terhadap pemerintah?”

Bukan main marahnya Cu Goan Ciang. Tanpa disadari, tangannya mencengkeram cawan arak di depannya dan cawan itu menjadi ringsek! Diapun bangkit berdiri dan menentang pandang mata perwira itu dengan mata mencorong. Melihat ini, tentu saja Yo Ci khawatir sekali kalau sang perwira akan marah kepadanya dan menyalahkan dia karena dia yang menampung Goan Ciang.

“Cu Goan Ciang, sungguh engkau mengecewakan hatiku. Engkau orang tidak berbudi. Kurang baik bagaimana kami menerimamu sebagai tamu? Akan tetapi engkau tidak dapat menghargai budi kebaikan kami, bahkan kini bersikap kurang ajar sekali terhadap Bhong- Ciangkun yang kami hormati?”

Melihat betapa Yo Ci membela perwira itu dan menegurnya, Goan Ciang tersenyum mengejek. “Majikan Yo, aku tahu bahwa selama beberapa hari ini engkau hanya ingin membujukku. Engkau bahkan tidak segan untuk menyerahkan isterimu sebagai umpan untuk merayuku! Akan tetapi, aku bukan orang sebodoh itu. Engkau baik kepadaku hanya untuk membujuk agar aku suka menghambakan diriku kepadamu. Hemm, aku tidak sudi untuk membantumu memeras para pekerja miskin dan menjadi antek perwira ini!”

“Keparat, engkau sungguh jahat!” Yo Ci berseru dan berteriak memanggil pengawal. Sepuluh orang pengawal yang nampak bengis dan kuat membukan daun pintu dan berdiri di luar kamar itu, siap untuk turun tangan apabila diperintah. Juga tiga orang pengawal perwira itu sudah siap di ambang pintu.

“Sudahlah, aku tidak mau berurusan lagi dengan kalian,” kata Goan Ciang dan diapun melangkah hendak keluar dari ruangan itu tanpa memperdulikan para pengawal yang berdiri menghadang di pintu.

“Tangkap dia!” teriak Yo Ci kepada para pengawalnya.

Mendengar perintah ini, ketika Goan Ciang sudah tiba di luar kamar tamu, para pengawal itu menghadang. Namun, Goan Ciagn menyelinap dan meloncat, lari ke dalam kamarnya.

Memang dia selalu sudah mempersiapkan buntalan pakaiannya, maka begitu memasuki kamarnya, dia menyambar dan mengikatkan buntalan pakaiannya di punggung, kemudian dia keluar dari kamarnya melalui taman. Kiranya para pengawal sudah menghadang di sana, bersama Yo Ci, Bhong-Ciangkun, dan tiga orang pengawal Bhong-Ciangkun. Tidak kurang daari dua puluh orang sudah menghadangnya.

“Pemberontak, berlutut dan menyerahlah engkau!” teriak Bhong-Ciangkun sambil menghunus pedangnya. “Cu Goan Ciang, engkau telah bersalah terhadap pejabat pemerintah, menyerahlah!” bentak pula Yo Ci yang kini sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk mempergunakan tenaga pemuda yang keras hati itu karena sia-sia saja dia membujuk, dan kini bangkit kemarahannya mengingat bahwa pemuda ini pernah menghajar anak buahnya di bandar dan merugikannya.

“Aku tidak sudi menyerah!” bentak Cu Goan Ciang.

“Serang dia, bunuh dia!” Perwira Bhong yang sudah marah sekali itu berseru dan dia sendiri yang memandang rendah Goan Ciang sudah menggerakkan pedangnya menyerang, disusul oleh Yo Ci yang juga menyerang dengan menggunakan huncwenya. Ternyata serangan kedua orang ini cukup hebat sehingga Goan Ciang cepat menggunakan kegesitannya untuk mengelak. Akan tetapi dia disambut serangan belasan orang pengawal yang rata-rata memiliki tenaga kuat dan ilmu silat yang lumayan tangguh.

Maklum bahwa dia berada dalam bahaya karena dikeroyok banyak lawan yang cukup tangguh dan yang bermaksud untuk membunuhnya, Cu Goan Ciang segera mengeluarkan ilmu andalannya, yaitu Sin-tiauw ciang-hoat, ilmu rahasia yang dia pelajari dari gurunya, Lauw In Hwesio ketua Siauw-lim-si. Tiba-tiba dia mengeluarkan suara melengking panjang dan tubuhnya melayang ke atas bagaikan seekor burung rajawali sehingga semua serangan lawan luput dan ketika semua pengeroyok berdongak untuk mengikuti gerakan pemuda yang melayang seperti burung itu, Goan Ciang menukik turun dan begitu dia menyambar dengan kaki tangannya, empat orang pengeroyok roboh terpelanting seperti disambar petir.

Cu Goan Ciang mengamuk dan pengeroyokan semakin ketat karena para pengeroyok marah melihat betapa pemuda itu telah merobohkan empat orang kawan mereka. Bhong-Ciangkun mengeluarkan bentakan nyaring dan dia yang memiliki kepandaian paling tinggi di antara para pengawal, menerjang dengan pedangnya, mengerahkan tenaganya untuk memenggal leher Goan Ciang.

“Singgg...!!” Ketika Goan Ciang mengelak, pedang itu menyambar luput dan mengeluarkan suara berdesing. Sebelum Goan Ciang mampu membalas serangan perwira yang dibencinya itu, para pengeroyok lain sudah menyerangnya dari berbagai penjuru, bahkan huncwe emas di tangan Yo Ci ternyata lihai sekali melakukan totokan ke arah jalan darah di lehernya. Goan Ciang kembali membentak dan melengking nyaring, tubuhnya berkelebatan gesit sekali dan ketika dia melompat ke atas lalu menyambar bagaikan seekor rajawali, kembali dua orang pengeroyok dapat dia robohkan!

Sekali ini yang roboh adalah pengawal Bhong-Ciangkun, maka perwira itu menjadi penasaran dan marah. Pedangnya menyambar-nyambar ganas dan cepat ke arah tubuh Goan Ciang.

Karena huncwe di tangan Yo Ci juga menyambar-nyambar dengan totokannya dan semua jalan keluar dihadang oleh sambaran senjata para pengeroyok lainnya, maka Goan Ciang agak terdesak.

“Singgg... crokk...!” Pakaian di buntalan yang terletak di punggung Goan Ciang jatuh berhamburan karena buntalan itu pecah terkena sabetan pedang di tangan Bhong-Ciangkun.

“Sekarang otakmu yang berhamburan!” Perwira yang merasa mendapat hati karena sudah berhasil mendesak lawannya dan merobek buntalan pakaian, mendesak dengan ganasnya. Goan Ciang sengaja menanti sampai pedang itu menyambar kepalanya. Dengan menarik kepala ke belakang, pedang itu menyambar lewat. Secepat kilat dia mencengkeram pergelangan tangan yang memegang pedang. Perwira itu berteriak kesakitan dan pedangnya terlepas. Goan Ciang menyambar pedang itu dan sekali dia mengelebatkan senjata itu, robeklah perut Bhong-Ciangkun yang mengeluarkan suara jeritan panjang lalu roboh mandi darah!

Bukan main kaget dan marahnya Yo Ci melihat perwira itu roboh dan tewas. Dia membentak nyaring, menyuruh anak buahnya mencari bala bantuan, dan dia sendiri memimpin para pengawal untuk mengeroyok. Huncwenya menyambar-nyambar dan memang ilmu silat Yo Ci cukup tinggi, lebih tinggi dari pada semua pengawalnya. Namun sekali ini Goan Ciang tidak memberi hati lagi. Dia menggunakan pedang rampasannya untuk mengamuk. Pedang itu lenyap bentuknya berubah menjadi sinar bergulung-gulung dan dalam waktu sebentar saja, para pengeroyok itu sudah kocar-kacir dan banyak yang roboh mandi darah. Yo Ci masih bertahan dan kini dia, dibantu sisa pengawalnya, bertanding mati-matian melawan Goan Ciang. Sebetulnya kalau dia menghendaki, Goan Ciang tentu sudah dapat merobohkan dan membunuh Yo Ci. Akan tetapi dia tidak ingin membunuh orang yang pernah menjadi tuan rumah ini, hanya ingin merobohkan tanpa membunuh.

Pada saat itu, bermunculan banyak orang berpakaian seragam. Pasukan keamanan pemerintah! Goan Ciang menjadi marah. “Yo Ci, engkau anjing penjilat penjajah!” bentaknya dan begitu pedangnya diputar, huncwe di tangan Yo Ci terpental dan sebuah tendangan yang keras mengenai dada Yo Ci, membuat dia terjengkang dan roboh pingsan! Setelah merobohkan Yo Ci, Goan Ciang lalu melompat, merobohkan tiga orang penghadang dan lari keluar dari taman, dikejar oleh banyak prajurit keamanan.

Gegerlah kota Wu-han di hari itu. Di mana-mana, para prajurit berlarian dan mencari-cari, namun bayangan pemuda yang mereka cari itu lenyap. Para prajurit menggeledah semua rumah dan kesempatan melakukan “pembersihan” ini mereka pergunakan seperti biasa, demi keuntungan diri sendiri. Ketika menggeledah rumah-rumah orang, mereka waspada terhadap barang-barang berharga yang kecil untuk disambar dan dimasukkan kantung, juga terhadap gadis-gadis atau ibu-ibu muda yang cantik untuk digoda, dicolek, bahkan ada yang sempat diperkosa! Seluruh kota menjadi geger. Semua orang kini mendengar bahwa pemuda yang bernama Cu Goan Ciang telah membunuh Bhong-Ciangkun penguasa bandar, juga membunuh banyak prajurit pengawal di rumah Yo Ci, majikan yang mengatur bandar.

Mendengar berita ini, banyak orang merasa puas dan gembira karena mereka semua rata-rata pernah diperas oleh Bhong-Ciangkun dan Yo Ci. Akan tetapi banyak pula yang mengeluh karena gara-gara pemuda itu, mereka menderita rugi, ada barang yang dirampas para prajurit yang melakukan penggeledahan, ada pula perempuan yang diganggu. Bahkan para pekerja kasar di bandar berdebar-debar penuh kekhawatiran karena mereka takut kalau-kalau para pembesar menyalahkan mereka, mengingat betapa pemuda yang mengamuk itu pada mulanya membela mereka di bandar.

Ke mana perginya Cu Goan Ciang? Dia tidak mempunyai seorangpun kenalan di kota Wu- han yang ramai itu, dan kiranya akan sukar baginya untuk bersembunyi di dalam kota karena puluhan orang prajurit melakukan penggeledahan, bahkan semua pintu gerbang kota Wu-han dijaga ketat dan setiap orang yang keluar dari pintu gerbang diperiksa dan diamati.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment