Halo!

Rajawali Lembah Huai Chapter 22

Memuat...

“Kongcu, bukalah, saya ingin melayani kongcu!” terdengar suara gadis pelayan, disusul kata- kata bujukan dari para gadis pelayan yang lain.

Goan Ciang mengerutkan alisnya. “Bagaimana mungkin mereka begitu nekat? Andai kata mereka adalah wanita-wanita tak bermalu, tentu tidak begitu caranya, tidak beramai-ramai dan terang-terangan seperti itu.” Timbul kecurigaan di hati pemuda ini. Sungguh tidak wajar sikap mereka, pikirnya, seperti diatur saja. Diatur oleh Yo Ci! Kalau tidak demikian, kiranya selir itu tidak akan senekat itu. Andai kata tertarik kepadanyapun tentu melakukan usaha hubungan secara rahasia agar tidak diketahui para isteri lain. Akan tetapi ini demikian terang- terangan, seolah selir itu dan lima orang pelayannya tidak takut ketahuan orang lain. Ini tidak wajar!

Diapun mendekati pintu dan berkata dengan nada suara tegas, “Haii, kalian yang berada di depan pintu, pergilah dan hangan menggangguku, atau aku akan pergi meninggalkan rumah ini sekarang juga dan besok aku akan melapor dan protes kepada paman Yo Ci!”

Suara di luar itu berhenti, kemudian terdengar kaki-kaki ringan melangkah pergi dan mereka bersungut-sungut. Terdengar oleh Goan Ciang cemoohan beberapa di antara mereka, “Huh, laki-laki banci!” Semenjak malam itu, Goan Ciang tidak pernah lagi diganggu wanita. Beberapa hari kemudian, Yo Ci mengajak dia bercakap-cakap di ruangan dalam. Setelah menyuguhkan anggur dan makanan kering, Yo Ci lalu membuka percakapan.

“Bagaimana, Cu-sicu? Setelah beberapa hari tinggal di sini dan melakukan penyelidikan ke bandar, maukah engkau menerima tawaranku untuk bekerja membantuku? Aku akan memberi kekuasaan sepenuhnya kepadamu.”

“Terima kasih, paman. Memang sudah saya lakukan penyelidikan dan saya sudah mengambil keputusan.”

“Bagus!” seru Yo Ci gembira. Tadinya dia sudah marah merasa hampir putus asa karena pemuda itu demikian keras hati. Bahkan pakaian selemari penuh yang disediakannya untuk pemuda itu, tidak pernah dipakainya. Pemuda itu selalu memakai pakaian bekalnya sendiri yang sederhana. Dan lebih dari itu, usahanya menggoda dan menjatuhkan pemuda itu di bawah pengaruh kecantikan wanitapun gagal!

“Saya mau membantu paman, dengan syarat!”

“Apa syaratnya? Katakan! Berapa gaji yang kauminta? Akan kupenuhi.”

“Bukan itu, paman Yo. Syaratnya adalah agar tidak dikenakan pajak kepada para pekerja kasar itu, dan para mandor tidak perlu membawa tukang pukul, tidak perlu dilakukan kekerasan terhadap para pekerja kasar. Selain gaji mereka tidak dipotong, juga kalau mereka sakit harus diberi biaya pengobatan dan diberi bantuan untuk mereka dapat makan selama dalam sakit.”

“Tapi itu tidak mungkin!” Yo Ci mengerutkan alisnya dan pandang matanya berkilat marah. “Kita harus membayar pajak kepada para penguasa, orang-orangnya pemerintah. Tanpa memungut pajak dari para pekerja, bagaimana kita dapat membayar pajak kepada pemerintah?”

“Paman, saya sudah melakukan penyelidikan dan tahu bahwa paman sudah menyuruh orang memungut pajak yang besar dari para pedagang pemilik barang yang dibongkar muat di bandar, dan juga dari para juragan perahu. Mereka adalah orang-orang yang memiliki modal, cukup pantas kalau dikenakan pajak karena mereka memang mendapatkan keuntungan. Akan tetapi, para pekerja kasar itu hanya bermodalkan tenaga badan, sungguh tidak adil kalau harus diperas dan dikenakan pajak dan tidak dijamin kalau jatuh sakit dan tidak dapat bekerja.”

Yo Ci mengerutkan alisnya semakin mendalam, matanya bersinar marah. “Cu-sicu, aturan yang kauajukan ini dapat membuat aku bangkrut! Ajukan syarat lain untuk dirimu sendiri, kenapa engkau begitu membela para pekerja kasar itu? Tahukan engkau bahwa di antara mereka itu banyak terdapat penjahat-penjahat kecil yang kalau tidak dikendalikan akan menjadi pencuri, perampok dan pengacau yang jahat?”

“Paman, betapapun jahatnya seseorang, kalau dia sudah mau bekerja keras, hal itu menunjukkan bahwa dia berusaha untuk kembali ke jalan benar. Karena itu, perlu ditunjang agar jangan sampai mereka kembali terperosok ke dalam kejahatan. Kalau ditekan, bukan tidak mungkin mereka akan kembali menjadi pencuri.” Sebelum tuan rumah membantah, tiba-tiba masuk seorang pengawal melaporkan akan kedatangan Bhong-Ciangkun (perwira Bhong). “Ah, persilahkan dia menunggu di ruang tamu, sebentar lagi aku akan menyambutnya,” kata Yo Ci dan setelah pengawal itu pergi, Yo Ci berkata kepada Goan Ciang, “Nah, terpaksa kita hentikan dulu percakapan kita, sicu. Yang datang adalah perwira Bhong yang berkuasa di kota ini, bahkan dia penguasa yang ditugaskan mengatur bandar. Kebetulan sekali, mari kuperkenalkan dengan dia.”

Sebetulnya Goan Ciang tidak ingin berkenalan dengan perwira pemerintah yang hendak ditentangnya, akan tetapi untuk menolak, dia merasa tidak enak kepada Yo Ci. Pula, dia ingin melihat dan mendengar apa hubungan tuan rumah ini dengan penguasa itu.

Ketika tiba di ruangan tamu dan diperkenalkan dengan tamu itu, Goan Ciang memandang penuh perhatian. Perwira itu masih muda, kurang lebih tiga puluh lima tahun usianya, tegap tampan dan gagah, dengan pakaian yang gemerlapan, pedang tergantung di pinggang, lagaknya angkuh ketika dia memandang kepada Goan Ciang dengan sikap merendahkan karena Goan Ciang hanya berpakaian sederhana. Tiga orang pengawal yang tadinya berdiri di belakang perwira itu, setelah menerima isarat, lalu keluar dari ruangan tamu.

“Paman Yo Ci, siapakah pemuda ini?” tanyanya Bhong-Ciangkun dengan sikap angkuh. Dari lagak, bentuk wajah dan pakaiannya, Goan Ciang dapat menduga bahwa perwira ini, bukanlah pribumi, setidaknya tentu keturunan Mongol kalau bukan Mongol asli.

“Perkenalkan, Ciangkun. Ini adalah saudara Cu Goan Ciang, calon pembantu saya, pembantu utama yang dapat diandalkan. Cu-hiante, ini adalah yang terhormat Bhong-Ciangkun.”

Perwira itu hanya mengangguk, dan Goan Ciang juga tidak mengangkat kedua tangan, melainkan membalasnya dengan anggukan biasa pula. Tidak sudi dia bersikap hormat dan merendah terhadap seorang perwira Mongol!

Melihat sikap Goan Ciang, Yo Ci merasa tidak senang dan khawatir kalau perwira itu marah, maka cepat dia mempersilahkan perwira itu untuk duduk. Seorang pelayan wanita datang menyuguhkan minuman dan makanan. Melihat wanita muda itu, mata sang perwira menjadi jalang dan pelayan itu mengingatkan dia akan sesuatu, maka katanya, “Paman, mana Nona Yo? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya sehingga merasa rindu. Bolehkah aku bertemu dan bercengkerama dengannya?”

Terkejutlah Goan Ciang. Permintaan itu sungguh tidak pantas sekali. Minta kepada tuan rumah agar dapat bertemu dan bercengkerama dengan gadis puteri tuan rumah! Akan tetapi agaknya Yo Ci sama sekali tidak marah, bahkan tersenyum lebar.

“Nanti dulu, Ciangkun. Kita membicarakan urusan pekerjaan dulu, nanti Ciangkun boleh bicara sepuasnya dengannya.” Ucapan ini saja sudah menunjukkan bahwa agaknya sang perwira memang sudah bersahabat baik dengan puteri majikan itu! Dan teringatlah Goan Ciang akan peristiwa pada malam hari itu. Dia menduga bahwa Yo Ci sengaja menyerahkan selirnya kepadanya sebagai umpan. Orang yang berwatak seperti itu, bukan tidak mungkin kalau juga mengumpankan puterinya sendiri kepada seorang penguasa seperti Bhong- Ciangkun. Diam-diam Goan Ciang merasa jijik membayangkan betapa gadis puteri Yo Ci yang cantik jelita itu dijadikan alat untuk menyenangkan hati sang perwira.

“Ha-ha-ha, baiklah, paman. Nah, urusan apa yang begitu penting sehingga paman mengundang aku datang ke sini? Dan kenapa sobat Cu ini ikut hadir?”

“Justeru aku ingin bicara tentang saudara Cu Goan Ciang ini, Ciangkun. Dia adalah seorang pemuda yang tangguh dan lihai, memiliki kepandaian yang boleh diandalkan. Karena itu, aku ingin mengangkat dia menjadi pembantu utama untuk mengepalai semua mandor bandar agar keamanan terjamin dan tidak ada mandor yang curang dan mengurangi penghasilan. Akan tetapi dia mengajukan syarat...”

“Nanti dulu, paman. Saudara Cu ini apakah mampu untuk memimpin semua mandor dan menjamin keamanan di sana? Dibutuhkan seorang yang benar-benar tangguh untuk pekerjaan seperti itu, paman!” Pandang mata Bhong-Ciangkun kini penuh selidik menatap wajah Goan Ciang, alisnya berkerut dan sikapnya penuh kesangsian.

Yo Ci tersenyum lebar. “Percayalah, Ciangkun. Sudah terbukti ketangkasannya, dan kalau perlu boleh diuji. Akan tetapi, dia mengajukan syarat dan syarat itulah yang ingin kubicarakan denganmu, minta pendapatmu bagaimana.”

“Hemm, apa syaratnya? Kalau gaji besar, mudah saja...”

“Justeru itulah, dia tidak menghendaki gaji besar dan lain kesenangan untuk dirinya sendiri. Syaratnya adalah agar gaji para pekerja kasar di bandar diberikan penuh, tidak dipotong pajak...”

“Apa?? Tidak mungkin! Kita makan apa kalau pajak itu dibebaskan?” seru perwira itu melotot. Ucapan ini dicatat dalam hati oleh Goan Ciang karena ucapan itu mengungkapkan bahwa pembayaran pajak atau pungutan pajak dari para pekerja kasar itu merupakan penghasilan perwira ini! Yo Ci tidak berbohong ketika mengatakan bahwa pajak itu disetorkan kepada penguasa, mungkin dibagi di antara mereka.

“Akan tetapi, Ciangkun. Para pekerja kasar itu hanya berpenghasilan lima belas keping sehari, dan pajaknya lima keping, sungguh amat berat bagi mereka. Apakah tidak dapat dihapuskan, atau setidaknya dikurangi agar jangan terlalu berat dan mereka bisa mendapatkan penghasilan yang cukup untuk makan?”

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment