Terdengar gadis itu tertawa terkekeh-kekeh.
"Leng Coa Sian Sing, tempat tinggal kita demikian dekat, sejak dulu seharusnya kita mempunyai hubungan. Karena itu, aku sengaja datang berkunjung. Mengapa sian sing malah tampaknya kurang senang?" ujar gadis yang ada di luar pondok itu sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Leng Coa Sian Sing (si kakek tua) bimbang sejenak, kemudian dia keluar juga dari ruangan itu sekaligus merapatkan pintunya. Tao Ling tidak bisa melihat keadaan di luar. Akan tetapi dia masih bisa mendengar pembicaraan antara Leng Coa Sian Sing dengan gadis itu.
"Ada petunjuk apa yang hendak kau berikan? Silakan katakan langsung!" Nada suaranya terdengar agak angkuh, namun di dalamnya terselip sedikit kekhawatiran. Sekali lagi gadis itu tertawa cekikikan.
"Aku mendengar berita, bahwa salah satu dari dua orang yang kupungut tempo hari dan kuanggap akan menjadi mayat, bahkan kau hidupkan lagi. Seandainya orang itu benar- benar tidak mati, aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya."
"Aneh! Aku tinggal di sini sudah lama, selamanya tidak pernah menginjakkan kaki keluar dari wilayahku ini, mana mungkin ada orang yang kutolong?"
Suara tertawa gadis itu masih terdengar terus.
"Leng Coa sian sing, harap jangan mungkir lagi. Orang yang melihatmu itu sudah mengatakan terus terang. Masalah ini besar sekali. Selamanya kau hidup menyempilkan diri di tempat ini, untuk apa tanpa sebab musabab kau mencari perkara karena orang itu?" ucap gadis cantik itu sambil tertawa terkekeh-kekeh yang tiada henti-hentinya.
"I kouwnio, apa yang kau katakan, aku tidak mengerti sama sekali!"Leng Coa sian sing tertawa dingin.
"Leng Coa sian sing, taruhlah di hadapanku kau masih bisa mungkir.Kau sudah menyembunyikan orang itu, tetapi kau ingin mengelabui aku. Tapi biar bagaimana kau tidak bisa mengelabui tiga iblis keluarga Lung dari gunung Ling San, Kui Cou," ujar gadis cantik itu sambil tertawa terbahak-bahak.
Leng Coa Sian Sing tampaknya terkejut setengah mati.
Untuk sesaat dia sampai berdiam diri.
"Tiga Iblis dari Keluarga Lung? Tiga Iblis dari Keiuarga Lung?" Nada suaranya mengandung kegentaran yang tidak terkirakan.
"Tidak salah. Tiga Iblis dari Keluarga Lung. Secara diam- diam mereka telah menyusup ke wilayah barat ini. Karena orang yang kau tolong itu sudah memergoki mereka. Maka dari itu, biar bagaimana pun mereka ingin membunuh orang itu. Coba kau pikirkan baik-baik, apakah kau sendirian sanggup menghadapi mereka?"
Sekali lagi Leng Coa Sian Sing terdiam. Tao Ling yang ikut mendengarkan sampai mengernyitkan keningnya.
"Tiga iblis dari keluarga Lung yang disebut gadis itu pasti ketiga orang bertopeng yang mencelakai aku dan Lie toako itu. Selama ini aku sering mendengar cerita tentang tokoh- tokoh di dunia kang ouw dari ayah dan ibu. Mengapa belum pernah mendengar mereka menyebut nama Tiga Ibiis Keluarga Lung dari gunung Liang San di Kui Cou?" gumam Tao Ling dalam hati.
"I kouwnio, orang yang kau katakan itu laki-laki atau perempuan?" tanya Leng Coa Sian Sing.
"Leng Coa Sian Sing, apakah kedua orang itu benar-benar tertolong olehmu? Kalau memang benar, aku menginginkan kedua-duanya. Entah Leng Coa Sian Sing bersedia memandang muka ayah dan menyerahkannya kepadaku?"
Hati Tao Ling panik sekali mendengar permintaan gadis itu. Dia sadar meskipun wajah Leng Coa Sian Sing selalu dingin dan tidak enak dilihat, tapi bagaimana pun dia merupakan tuan penolong bagi Lie Cun Ju. Saat ini penuida itu masih terbaring di atas balai-balai, wajahnya pucat pasi, namun setidaknya masih hidup. Sedangkan gadis itu memang cantik jelita bagai bidadari, tapi hatinya kejam, dan turun tangannya keji. Seandainya terjatuh ke tangan gadis itu, tentu akibatnya mengerikan. Karena itu, dia berharap Leng Coa Sian Sing menolak permintaannya.
Leng Coa sian sing merenung sekian lama. Kemudian baru terdengar suaranya kembali.
"I kouwnio, ada sesuatu yang ingin kutanyakan," tanya orang tua itu. "Mengapa Leng Coa Sian Sing demikian sungkan? Ada apa silakan katakan saja."
"Kedua orang itu, baik yang iaki-laki maupun yang perempuan tidak memiliki ilmu yang seberapa hebat. Boleh dibilang bocah masih ingusan dalam ilmu silat. Tapi mengapa tiga iblis dan Nona I sendiri demikian memandang tinggi mereka dan mengejarnya sampai kemana pun?" ujar Leng Coa Sian Sing.
Gadis itu berdiam diri beberapa saat.
"Tiga iblis dari keluarga Lung mengejar mereka karena jejak mereka datang ke wilayah barat secara tiba-tiba dipergoki oleh kedua orang itu. Mengenai aku sendiri, Leng Coa sian sing, bisakah kau mengurangi rasa ingin tahumu?"
"I kouwnio, apakah kau kira bisa menggertak aku?" sahut orang tua itu.
Pembicaraan kedua orang itu terdengarnya sungkan sekali. Tetapi dari nadanya siapa pun dapat mengetahui bahwa mereka sedang saling berkutet, dan siapa pun tidak ada yang sudi mengalah.
Lagi-lagi gadis itu tertawa cekikikan. Suara tawa itu demikian merdu, tetapi di dalamnya terselip pengaruh yang kuat dan membuat orang bergidik.
"Leng Coa sian sing, dengan kekuatanku seorang diri, tentu saja aku tidak berani menekanmu. Tetapi siok siok (paman) ku masih ada di luar. Dia sedang menunggu jawaban dariku . . ."
Tao Ling yang mendengarkan pembicaraan mereka dari ruang satunya langsung menyadari, bahwa orang yang dipanggil siok-siok oleh gadis itu pasti si orang tua bertubuh kurus yang ikut menyuapinya di dalam kereta tempo hari.
Entah apa yang dikatakan Leng Coa Sian Sing. Tao Ling berusaha mendengarkan dengan seksama. Tetapi keadaan di ruang satunya bahkan sunyi senyap. Sampai beberapa saat baru terdengar Leng Coa Sian Sing berbicara. Namun suaranya begitu lirih sehingga Tao Ling tidak berhasil men- dengarkannya.
"Kalau begitu, sekarang aku mohon diri!" sahut gadis itu. Tao Ling memang tidak tahu apa yang dibicarakan Leng
Coa Sian Sing kepada gadis itu, tetapi mendengar gadis itu berpamitan, setidaknya perasaan Tao Ling menjadi lega.
"Maaf tidak mengantar . . . sampaikan salam kepada ayah dan pamanmu!" ucap Leng Coa Sian Sing.
Suara pintu terbuka disusul dengan suara ringkikan kuda lalu derap langkahnya yang menjauh. Pasti gadis cantik itu datang dengan keretanya yang mewah dan sekarang sudah pergi lagi.
Tidak lama kemudian, Leng Coa Sian Sing masuk lagi ke dalam rumah. Dia menatap Tao Ling beberapa saat. Pandangan matanya agak aneh. Tetapi Tao Ling tidak bisa menerka apa maksud hatinya. Orang tua itu mengulurkan tangan dan menepuk kedua jalan darahnya yang tertotok.
Sekarang Tao Ling bisa bergerak juga bisa berbicara. Dia segera bertanya kepada Leng Coa sian sing, "Locianpwe, apakah I kouwnio itu sudah pergi? Siapa dia sebetulnya?"
"Tidak lama lagi kau pasti tahu sendiri, buat apa bertanya?" ujar Leng Coa Sian Sing sambil tersenyum aneh.
Tao Ling tidak tahu apa yang terkandung dalam hati kakek itu. Terpaksa dia menghentikan pertanyaannya.
Leng Coa Sian Sing mengulurkan tangannya mengambil salah sebuah botol dari ratusan botol yang berjajar di rak dinding. Dituangkannya tiga butir pil kemudian berkata, "Minumlah tiga butir pil ini! Dalam waktu satu kentungan kecuali mengedarkan hawa murni dalam tuhuh, tidak boleh sembarangan bergerak. Besok bila melihat ada bercak-bercak merah di telapak tanganmu, kau baru temui aku lagi!" Tao Ling melihat orang tua itu sudah melupakan urusan pertarungan mereka tadi. Hatinya malah jadi tidak enak.
"Locianpwe, maafkan kesalahan boanpwe tadi!" ucap Tao Ling
"Tidak perlu banyak bicara!" tukas orang tua itu. "Locianpwe, entah bagaimana keadaan Lie toako? Apakah
membahayakan jiwanya?" tanya Tao Ling sambil matanya
melirik Lie Cun Ju.
Leng Coa Sian Sing tersenyum.Senyumannya kali ini juga terasa tidak wajar. Sekali lagi Tao Ling tertegun. Entah apa yang dirahasiakan orang tua ini? Setelah tersenyum, Leng Coa Sian Sing berkata dengan perlahan, "Di saat kau mendesak racunmu ke telapak tangan, mungkin dia sudah dapat berbicara."
Tao Ling melihat keseriusannya. Rasanya orang tua itu tidak mungkin berdusta. Perasaan Tao Ling jadi lega. Dia segera menepi ke sudut ruangan dan bersila sambil memejamkan mata.
Sejak meneguk cairan buah Te hiat ko, aliran darah Tao Ling beredar dengan lancar. Hawa murni dalam tubuhnya bahkan seperti meluap-luap. Tidak berapa lama kemudian, dia memusatkan seluruh konsentrasinya untuk mendesak racun di dalam tubuhnya ke bagian telapak tangan. Meskipun demikian, suara di sekelilingnya masih bisa terdengar dengan jelas.
Entah berapa lama dia duduk bersila, tiba-tiba telinganya mendengar suara Leng Coa Sian Sing. "Racun ular itu sudah terdesak ke bagian telapak tanganmu. Kau sudah boleh bangun sekarang!"
"Masa begitu cepat sudah satu kentungan?" tanya Tao Ling bingung. Tao Ling membuka mata dan menolehkan kepalanya. Tampak Lie Cun Ju sudah duduk bersandar. Wajahnya tampak masih pucat, tetapi dia sudah bisa tersenyum.
"Lie toako, apakah kau sudah sembuh?" Tao Ling bertanya dengan gembira.
"Boleh dibilang aku sudah sampai di depan pintu neraka, tetapi ditarik kembali," sahut Lie Cun Ju.
Tao Ling masih ingin berbicara dengan Lie Cun Ju, tetapi dicegah oleh Leng Coa Sian Sing. Tao Ling menolehkan kepalanya. Tampak tangan orang tua itu menggenggam sebatang jarum sepanjang tiga inci, sinarnya berkilauan.
"Rentangkan telapak tanganmu, aku akan mengeluarkan cairan racun di dalamnya!"
Tao Ling mengulurkan telapak tangannya. Hatinya terkejut tidak kepalang. Tampak telapak tangannya penuh dengan bercak-bercak merah berbentuk bunga bwe. Begitu indahnya sehingga tampak seperti lukisan. Tetapi kalau dipandang lama-lama agak mengerikan seakan mengandung sesuatu kegaiban yang sesat. Baik telapak tangan kiri maupun kanan, kedua-duanya dipenuhi hercak yang sama.