Peninggalan Pusaka Keramat Chapter 21

NIC

"Apakah racun yang mengendap dalam tubuhku demikian hebat?" Tao Ling bertanya dengan hati terkesiap.

"Apakah ular yang menggigitmu itu warnanya belang- belang merah putih dan bagian ekornya terdapat sepasang keliningan serta besarnya setelunjuk tangan? Ular itu bernama Tho hua mia (Nasib bunga Tho), setelah digigit olehnya, di seluruh wajah timbul bercak-bercak merah, lalu tidak bisa tertolong lagi!"

"Locianpwe, ular itu tidak menggigit boanpwe, tapi boanpwe yang menggigitnya," jawab Tao Ling dengan tertawa getir.

"Omong kosong!" Orang (ua itu terkejut hukan main. "Mana mungkin hoanpwe berani berbohong?"

Tao Ling segera menuturkan secara ringkas apa yang dialaminya setelah terlempar dari kereta yang ditumpangi gadis cantik itu. Orang tua itu mendengarkan dengan penuh perhatian. Sepasang ma-tanva menatap Tao Ling dengan tajam ketika gadis itu menyelesaikan ceritanya.

"Kalau hegitu, Tho Hua Mia mati di tangan-mu?"

Hati Tao Ling terkejut melihat orang tua itu tiba-tiba menjadi marah. Dia memberanikan dirinya menjawab.

"Boanpwe tidak tahu ular itu peliharaan locianpwe sehingga dalam keadaan terpaksa, boanpwe menggigitnya sampai mati."

Wajah orang tua itu berubah lembut kembali. "Mari ikut aku ke dalam pondok." Dia membalikkan tubuhnya dan melalui beberapa batang pohon liu tersebut. Tao Ling segera mengikutinya dari belakang. Ular-ular yang melingkar di atas ranting-ranting pohon seakan takut sekali kepada si orang tua. Mereka menyurutkan tubuhnya dan bersembunyi di balik gerombolan dedaunan. Diam-diam Tao Ling merasa heran.

Setelah masuk ke dalam pondok, Tao Ling melihat keadaan di dalamnya sangat teratur dan rapi. Kursi dan meja juga bersih sehingga tidak terlihat setitik debu pun. Tao Ling sadar orang tua ini pasti menyukai kebersihan.

"Tanpa disengaja kau telah makan dua butir buah merah itu. Namanya Te hiat ko (Buah darah bumi). Buah itu memang aneh, juga langka. Bila tidak melihat darah manusia, selamanya buah itu tidak akan matang. Pada saat itu lukamu parah sekali, kau memuntahkan darah beberapa kali. Darah itulah yang terhisap oleh buah Te hiat ko itu sehingga secara kebetulan kau berhasil menikmati cairannya yang menetes ke dalam mulutmu. Hal ini membawa suatu keberuntungan bagi dirimu. Dengan bantuan cairan buah itu, racun ular kecil itu jadi terdesak di salah satu bagian tubuhmu, tidak terpencar kemana-mana. Kalau tidak tentu saat ini kau sudah mati. Tidak usah khawatir, dengan ban-tuanku, racun itu pasti dapat terdesak keluar. Tapi . . . apakah akar dan daun pohon Te hiat ko itu sempat kau cabut atau tidak?"

"Ada!" sahut Tao Ling. Dia segera menge-luarkan kepalan akar dan daun tanaman itu dari dalam saku pakaiannya.

Orang tua itu seakan melihat benda pusaka saja, dia langsung mengulurkan tangannya menyambut akar dan dedaunan itu

"Ikut aku!" katanya kemudian.

Mereka masuk ke ruangan yang lain. Di sana terdapat berbagai jenis botol yang terbuat dari batu kumala. Botol-botol itu berjejer pada sebuah rak yang menempel di dinding pondok. Di atas sebuah balai-balai, berbaring Lie Cun Ju. Ketika Tao Ling memperhatikannya dengan seksama, dia terkejut setengah mati.

Tanpa sadar mulutnya mengeluarkan suara seruan terkejut. Ternyata wajah Lie Cun Ju saat itu pucat pasi dan demikian putihnya seperti selembar kertas. Tampangnya bahkan lebih tidak enak dilihat daripada orang mati sekalipun. Padahal ini sudah ada dalam dugaan Tao Ling, tapi dia tetap merasa terkejut juga ketika melihatnya langsung. Apalagi di atas tubuh Lie Cun Ju terdapat beberapa ekor ular kecil berwarna kebiru-biruan. Dapat dipastikan semuanya merupakan ular berbisa dan ular-ular itu bukan hanya merayap di tubuh Lie Cun Ju, bahkan membuka mulutnya lebar-lebar dan menggigit setiap urat darah yang penting di tubuh pemuda itu.

Melihat keadaan itu, jantung Tao Ling langsung berdegup keras. Perasaannya memang sangat mengkhawatirkan keadaan Lie Cun Ju. Dia langsung mempunyai pikiran "Kakek tua ini pasti bukan orang baik-baik." Membawa pikiran itu, dia segera membalikkan tubuhnya kemudian membentak.

"Apa yang kau lakukan pada diri Lie toako?"

Orang tua aneh itu hanya menundukkan kepalanya mempermainkan akar dan dedaunan yang diberikan oleh Tao Ling tadi. Terhadap pertanyaan Tao Ling yang kasar, dia seakan tidak mendengarnya.

"Kau mencelakai Lie toako sedemikian rupa, kau malah mengatakannya sedang menolongnya!" Tao Ling membentak lagi sambil melangkahkan kakinya.

"Siapa yang mencelakai Lie toakomu?" tanyanya dingin.

Tao Ling tidak tahu masalah yang sebenarnya, dia menganggap orang tua itu mencelakai Lie Cun Ju malah sengaja mungkir. Pemuda itu sudah melalui berbagai penderitaan bersama-sama dengannya, meskipun kokonya, Tao Heng Kan membunuh Li Po, abangnya Lie Cun Ju, tetapi hubungan mereka baik-baik saja. Apalagi di dalam hati sudah timbul perasaan sukanya kepada pemuda itu, mana sudi dia menerima begitu saja Lie toakonya dicelakai orang? Pokoknya dia harus membalaskan dendam bagi Lie toako!

Walaupun Tao Ling menyadari bahwa orang tua itu bukan tokoh sembarangan, tetapi hawa amarah dalam dadanya telah meluap. Dia tidak berpikir panjang lagi. Cring! Dia mencabut pedang dari selipan ikat pinggangnya kemudian melan-carkan sebuah serangan ke arah si orang tua!

Wajah kakek itu langsung berubah melihat tindakannya. "Bocah cilik, tampaknya kau benar-benar sudah bosan

hidup?" Tubuhnya hanya menggeser sedikit. Serangan Tao Ling segera melesat lewat di sampingnya.

Sejak meneguk cairan buah Te hiat ko, tenaga dalam Tao Ling sudah bertambah kuat. Gerakan tubuhnya juga jauh lebih ringan, hanya saja dirinya sendiri belum menyadarinya. Sampai keadaannya menjadi panik karena memikirkan keselamatan Lie Cun Ju, dia melancarkan jurus serangan ke arah orang tua tadi. Hatinya baru terkesiap, diam-diam dia berpikir dalam hati.

Tia sering mengatakan aku tidak becus mempelajari Pat Sian Kiam. Setelah bertahun-tahun melatihnya masih belum menunjukkan kebolehan apa-apa. Kalau dibandingkan dengan koko, terpautnya jauh sekali. Tetapi seranganku ini cepat dan keji, sehingga jurus Menteri mempertahankan negara ini menunjukkan kehebatannya.

Nyalinya jadi besar menemukan kemajuan dirinya. Melihat orang tua itu mengelakkan serangannya, tubuhnya segera berputar dan melancarkan jurus Sastrawan Meniup Seruling. Pedangnya mula-mula dilintangkan seperti orang yang sedang meniup seruling, kemudian kakinya maju setengah tindak dan sekonyong-konyong pedangnya menghunjam ke depan. Timbul bayangan bunga-bunga dari gerakan pedangnya, cahaya keperakan berkilauan. Pedangnya bergerak lurus mengancam tenggorokan si Orang tua.

Kakek tua itu mengeluarkan suara dengusan dingin dari hidungnya.

"Benar-benar bocah yang belum mengerti urusan!"

Tubuhnya disurutkan, kakinya tidak bergerak. Dengan mudah lagi-lagi dia menghindarkan diri dari serangan Tao Ling!

Hati gadis itu semakin lama semakin sewot. "Gerakan kakek ini aneh sekali," pikirnya dalam hati. Seandainya saat ini dia bisa berpikir dengan tenang dan kepala dingin, meskipun ilmunya mengalami kemajuan, tetapi dua kali berturut-turut dia melancarkan serangan dan semuanya dapat dihindarkan dengan mudah oleh orang tua itu. Hal ini membuktikan ilmu kepandaian orang tua itu jauh lebih tinggi daripadanya. Apabila dia langsung menghentikan serangannya, mungkin tidak sampai menimbulkan berbagai masalah di hari kelak. Tetapi sayangnya dia terlalu panik melihat keadaan Lie Cun Ju. Orang yang dilanda emosi memang biasanya tidak berpikir panjang. Dua kali serangannya yang gagal malah membuat hati Tao Ling semakin panas. Pergelangan tangannya digetarkan. Pedangnya diputar kemudian tiba-tiba tubuhnya menerjang ke depan. Dengan posisi agak miring, dia mengerahkan jurus Kakek Tua Merwnggang Keledai. Serangannya yang ketiga kali ini semakin hebat dan ganas.

Mimik wajah orang tua itu sejak tadi memang sudah tidak enak dipandang. Ketika serangan ketiga Tao Ling meluncur datang, wajahnya yang tersorot cahaya pedang malah menyiratkan kegusaran. Tangan kanannya memasukkan akar dan dedaunan Te hiat ko ke dalam jubahnya. Tubuhnya bergerak sedikit dengan gaya tenang dia malah maju menyongsong pedang Tao Ling yang sedang meluncur ke arahnya. Tiba-tiba tangannya yang seperti tengkorak itu mengulur ke depan. Belum sempat Tao Ling menghindar, tahu-tahu pergelangan tangannya telah dicengkeram oleh orang tua itu.

Tao Ling merasa terkejut, mendadak se-rangkum angin kencang sudah menahan gerakan pedangnya. Hatinya terkesiap. Saat itu dia baru teringat, kakek ini berilmu tinggi. Seandainya dia ingin membunuh Lie Cun Ju, tentu dia tidak akan menggunakan ularnya yang kecil-kecil tapi berbisa itu. Keadaan Lie Cun Ju sedang terluka parah. Sekali hantam saja nyawanya pasti melayang

Ketika dia ingin menanyakan hal itu sampai jelas, terlambat sudah. Tangan orang tua yang seperti tengkorak itu telah mencengkeram pergelangan tangannya erat-erat. Persendian pergelangan tangannya terasa nyeri bukan kepalang. Keringat yang membasahi keningnya menetes dengan deras.

Orang tua itu memuntir tangan Tao Ling. Gadis itu merasa setengah badannya seakan lumpuh. Kelima jari tangannya merenggang, pedang perak pun terlepas dari tangannya.

Terdengar orang tua itu membentak dengan suara yang dalam.

"Sudah dua puluh tahun lebih, tidak ada seorang pun yang berani turun tangan kepadaku. Siapa kau sehingga nyalimu demikian besar, hah?"

Tadinya Tao Ling niasih ingin berdebat, tetapi pergelangan tangannya masih dicengkeram oleh kakek tua itu. Dia mencoba menghimpun hawa murni dalam tubuhnya untuk memberikan perlawanan, ternyata rasa sakitnya semakin menjadi. Keringat dingin mengucur semakin deras. Maka dia tak sanggup lagi membuka suara.

Tampak sepasang mata orang tua itu memancarkan hawa pembunuhan yang tebal. Hati Tao Ling semakin merasa ketakutan. Baru saja dia berusaha berteriak, tiba-tiba dari luar pondok berkumandang suara seorang gadis yang nyaring dan merdu.

"Apakah Leng Coa Sian Sing ada di rumah?Ular-ular peliharaanmu semuanya tidak becus."

Wajah orang tua itu tiba-tiha berubah. Tangan-nya yang mencengkeram pergelangan tangan Tao Ling mengendur. Tetapi belum sempat gadis itu melakukan gerakan apa-apa, jalan darah di bawah leher dan pundaknya sudah tertotok. Cara turun tangannya cepat sekali.

"Antara aku dan kalian selamanya tidak pernah ada hubungan apa-apa. Untuk apa kau mencariku?" ujar orang tua itu dengan nada marah.

Saat itu jalan darah Tao Ling sudah tertotok. Gadis itu tidak bisa bergerak atau bersuara. Tetapi telinganya masih dapat mendengar dengan jelas. Dia mengenali suara di luar pondok seperti suara si gadis secantik bidadari yang melemparkannya keluar dari kereta.

Posting Komentar