Tampaknya Ciang Pek Hu dapat melihat kebimbangan hati Tao Ling.
"Lie kouwnio, usiamu masih muda sekali. Di dalam dunia kang ouw bariyak peristiwa aneh yang tidak dapat kau pahami. Asal kau sampaikan perkataan kami tadi kepada orang yang itu, kami sudah terima kasih!" ucap Ciang Pek Hu sambil lertawa getir.
"Baik." Tao Ling menganggukkan kepala. Tao Ling tahu bahwa kedua orang ini berjiwa pendekar. Kata-katanya tadi pasti mempunyai alasan tersendiri.
Ciang Pek Hu menarik tali kendali kudanya. Kedua ekor kuda pilihan itu pun melesat pergi bagai terbang. Dalam sekejap mata tinggal dua titik bitam tampak di kejauhan,
Tao Ling berdiri termangu-mangu beberapa saat. Gadis itu ingat ucapan Ciang Pek Hu yang mengatakan dirinya terkena racun yang aneh, mungkin ada hubungannya dengan ular kecil yang digigitnya. Tetapi kalau dia pergi menemui pemilik rumah ular sakti, tentu dia tidak hisa mencari Lie Cun Ju lagi.
Tao Ling teringat ucapan si gadis cantik pemilik kereta perak. Gadis itu melemparkan Lie Cun Ju ke tepi jalan sudah helasan hari yang lain. Apabila benar, kemungkinan Lie Cun Ju saat ini sudah mati. Hatinya menjadi bimbang untuk memutuskan apa yang harus diperbuatnya.
Tiba-tiba di kejauhan berkumandang suara batuk kecil. Tao Ling menolehkan kepalanya. Dia melihat di kejauhan ada sesosok bayangan. Bentuk sosok gemuk membengkak, dengan bertumpu pada sebatang bamhu dan menghampiri ke arahnya dengan lambat. Ketika Tao Ling melihat orang ilu masih berada di kejauhan, hatinya sudah terkesiap. Karena barusan dia mendengar suara batuk kecil seperti jaraknya tidak seberapa jauh. Sedangkan di tempat yang demikian terpenci! tidak mungkin ada orang tua yang datang, orang itu pasti seorang tokoh bu lim yang sakti!
Ketika pikiran Tao Ling masih melayang-layang, jarak orang itu sudah semakin dekat. Tampak tubuhnya seperti limbung, dengan sebatang bambu sebagai penumpu. Jalannya lambat sekali. Tetapi kenyataannya bahkan cepatnya tidak terkirakan. Karena dalam sekejap mata, orang itu sudah tidak jauh darinya. Sekali lagi Tao Ling terperanjat, karena orang yang ketika dilihatnya dari kejauhan itu tampak gemuk membengkak.
Akan tetapi setelah dekat ternyata dia sedang memanggul orang.
Dua orang yang merapat menjadi satu. Dari jauh bentuknya seperti bagian atas tubuh orang itu membengkak. Pantas kalau pertama-tama Tao Ling terkejut, karena dia melihat bentuk tubuh orang itu yang aneh dan cara jalannya yang seperti merayap tetapi kenyataannya cepat bukan main!
Sedangkan orang yang dipanggulnya, kepalanya tertunduk dan wajahnya tidak dapat ter-lihat jelas. Tetapi bentuk tubuh dan pakaiannya tidak akan dilupakan oleh Tao Ling. Dialah Lie Cun Ju yang dirindukannya selama hampir satu bulan.
Orang tua itu masih melangkah menghampiri dengan bantuan batang bambu di tangannya. Dia seakan tidak melihat keberadaan Tao Ling. Dilewatinya gadis itu tanpa melirik sedikit pun.
Tao Ling termangu-mangu melihat Lie Cun Ju yang dipanggul orang tua itu. Justru di saat yang beberapa detik itu, tahu-tahu si orang tua sudah melangkah sejauh tiga- empat depa. "Lie toako, lo pek, tunggu dulu!" Tao Ling memanggil dengan panik.
Orang tua itu seakan tidak mendengar panggilan Tao Ling.
Dia terus melangkahkan kakinya.
Malah jarak mereka semakin lama semakin jauh. Tidak lama kemudian, yang tampak hanya bayangan punggungnya. Pakaiannya melambai-lambai, rasanya sulit menyusul kedua orang itu.
Tapi, mana mungkin Tao Ling menyudahinya begitu saja? Biarpun orang tua itu sudah jauh sekali, dia tetap mengerahkan segenap kemampuannya mengejar ke depan. Kurang lebih setengah kentungan kemudian, tiba-tiba dia melihat sebuah sungai kecil. Jernihnya bukan main. Bahkan batu-batu kerikil yang ada di dalam air bisa dihitung karena terlihat jelas sampai ke dasarnya. Di seberang sungai ada beberapa batang pohon Liu yang sudah tua. Pemandangan di tempat itu hampir mirip dengan daerah Kang Lam. Tiba-tiba hati Tao Ling tergerak. Dia ingat kata-kata yang diucapkan Ciang Pek Hu. Dia mempunyai dugaan bahwa tempat ini mungkin kediaman Tuan Ular Sakti. Mungkinkah orang tua yang bertemu dengannya tadi Tuan Ular Sakti?
Setelah merenung sejenak, sepasang kakinya langsung menghentak dan meloncat ke seberang sungai. Dia mendarat turun di depan pepohonan Liu tadi. Dia melihat di batang pohon Liu yang terbesar terukir tiga huruf, 'Leng Coa ki' (Rumah kediaman Ular Sakti). Mungkin ketika mengukir tulisan itu, pohon tersebut belum sebesar sekarang, karena itu bentuk tulisannya jadi melebar tidak teratur. Tapi untungnya masih bisa terbaca.
Dugaan Tao Ling tidak salah, apalagi di samping beberapa pohon itu ada beberapa pondok. Baru saja kakinya berjalan setengah tindak, sekonyong-konyong dia menyurutkan langkahnya kembali. Ternyata ketika dia mendongakkan kepalanya, di atas pohon terdapat kira-kira delapan ekor ular yang besarnya selengan manusia dewasa dan panjang kurang lebih satu depaan. Ular-ular itu sedang merayap turun dan menghadang jalan-nya. Warna ular itu sama seperti warna daun pohonnya sehingga bila tidak diperhatikan dengan seksama, pasti tidak terlihat.
Diam-diam Tao Ling berpikir dalam hati.
Ketujuh-delapan ekor ular itu pasti berbisa sekali. Biarpun ular biasa saja sudah tidak mudah dihadapi, apalagi ular berbisa. Apalagi kedatanganku kemari, ada sedikit permohonan kepada pemilik rumah. Kediamannya itu dinamakan Leng Coa ki (Rumah kediaman Ular Sakti), dengan demikian kemungkinan ular-ular ini adalah peliharaannya. Seandainya aku sampai melukai ular peliharaannya, bukankah mencari masalah baru dengan pemilik rumah itu?
Dengan dasar pikiran demikian, Tao Ling segera menyurutkan langkahnya mundur beberapa tindak, kemudian berseru dengan lantang.
"Boanpwe Tao Ling, ada urusan penting ingin menemui cu jin, mohon kesediaan cu jin mengijinkan boanpwe masuk ke dalam!"
Baru saja ucapannya selesai, segera terdengar sahutan dari inulut seorang kakek tua.
"Biar urusan yang bagaimana pentingnya, tetap harus menunggu beberapa saat!"
Ternyata orang yang tinggal di pondok ini bukan orang yang menyepikan diri dan tidak bersedia bertemu dengan orang luar. Buktinya sekali mengajukan permohonan, langsung mendapat jawaban darinya. Suaranya terdengar sudah tua sekali. Mungkin memang orang tua yang ditemuinya di perjalanan tadi. Dia menyuruh tamunya menunggu beberapa saat. Ton Tao Ling tidak ada urusan iainnya apa salahnya menunggu beberapa saat? Dengan menyilangkan tangannya di depan dada, Tao Ling berjalan mondar mandir di sekitar pepohonan itu. Saat itu dia baru memperhatikan bahwa di ranting-ranting pohon itu terdapat ular-ular kecil yang berbisa dan jumlahnya harnpir tidak terhitung.
Melihat ular-ular kecil itu, hati Tao Ling agak takut. Dia terus mengundurkan diri sehingga tidak terasa sudah sampai di tepian sungai. Saat itu dia baru bercermin pada permukaan air sungai yang jernih. Saking terkejutnya dia sampai menyurut mundur beberapa langkah.
Hampir saja dia tidak mempercayai pandangan matanya sendiri. Setelah menenangkan hatinya, dia baru melangkah mendekati tepian sungai kembali. Sekali lagi dia berkaca di permukaan sungai. Ternyata apa yang dilihatnya tidak berubah. Entah sejak kapan, di bagian lehernya penuh dengan bercak-bercak merah yang besar kecilnya tidak sama. Bentuknya seperti bunga Tho.
Bahkan di wajahnya juga sudah terlihat beberapa bercak yang sama. Padahal Tao Ling seorang gadis yang cantik. Kulitnya putih bersih. Tetapi dengan adanya bercak-bercak merah, wajahnya menjadi lain bahkan membawa kesan agak mengerikan.
Saat itu juga, Tao Ling baru sadar mengapa sepasang Elang dari Hian Tiong terkejut sekali ketika pertama kali melihatnya. Rupanya wajahnya penuh dengan bercak-bercak merah itu. Mungkin mereka menyangka telah bertemu dengan makhluk aneh. Hal ini tidak mengherankan, sedangkan Tao Ling sendiri saja sempat terkejut setengah mati ketika pertama bercermin di permukaan air sungai itu.
Di samping itu, Tao Ling juga bingung, dari mana datangnya bercak-bercak merah itu? Sampai sekian lama dia berdiri dengan termangu-mangu. Matanya memandangi permukaan air sungai. "Siapa yang mencari aku?" Tao Ling mendengar suara.
Tao Ling terkejut setengah mati, dia langsung menolehkan kepalanya. Orang yang berdiri di bawah pohon Liu yang besar itu ternyata memang kakek yang dilihatnya memanggul Lie Cun Ju tadi. Dia mengenakan pakaian berwarna abu-abu, tubuhnya kurus seperti lidi. Tangannya masih menggenggam batang bambu. Kakek itu mengenakan jubah besar. Dilihat dari jauh seperti sehelai jubah yang digantungkan di bawah pohon.
Tao Ling segera maju ke depan dan menjura dalam-dalam. "Boanpwe Tao Ling menghadap locianpwe!"
"Tidak usah banyak peradatan. Apakah kedatanganmu ini ingin memohon aku menawarkan racun yang mengendap dalam tubuhmu?" tanya orang tua itu sambil mengangkat batang bambunya dan menahan gerakan tubuh Tao Ling.
"Pasti aku terkena sejenis racun yang aneh makanya timbul bercak-bercak merah di seluruh wajah dan leher.Tapi aku tidak merasakan apa-apa, hanya sedikit gatal di bagian leher. Lebih penting menanyakan keadaan Lie toako," ujar Tao Ling dalam hati.
"Locianpwe, orang . . . yang kau panggul tadi . . . adalah sahabat baik boanpwe. Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya gadis itu.
"Hm! Delapan bagian hampir mati," dengus orang berjubah abu-abu itu.
"Locianpwe, apakah masih ada harapan untuk menolongnya?" Tao Ling bertanya dengan panik.
"Kalau sudah sampai di Leng Coa ki» otomatis akan tertolong!"
Hati Tao Ling menjadi lega mendengar jawaban orang tua itu. Hitung-hitung rejekinya dan Lie Cun Ju cukup besar. Setelah melalui beberapa kali cobaan, ternyata masih bisa meloloskan diri dari kematian. Justru ketika hatinya masih merasa senang, dia mendengar orang tua itu berkata lagi.
"Tetapi kau sendiri, aku tidak berjanji bisa menyembuhkannya!"