Halo!

Pendekar Tongkat Dari Liong-san Chapter 26

Memuat...

Setelah mengamuk Leng Tin Ong dan isterinya lalu jatuh pulas dan mendengkur di tengah hutan. Di dekatnya terdapat sisa-sisa tubuh Beng Hwat Ong dalam keadaan mengerikan sekali. Juga putera mereka meringkuk tidur dengan nyenyaknya.

Ketika terjaga dari tidurnya, Leng Tin Ong yang sebetulnya telah memiliki lwee-kang yang sangat tinggi, dengan samar-samar dapat mengingat kembali peristiwa tadi melihat sisa mayat Beng Hwat Ong. Ia lalu mengerahkan seluruh tenaga batinnya untuk melawan pengaruh hebat yang merusak pikirannya. Ternyata obat itu keras sekali dan ketika mereka siuman dari pingsan tadi, obat sedang bekerja hebat sehingga ia menjadi gila dan ganas. Tapi sekarang setelah dapat mengerahkan tenaga untuk melawan pengaruh itu, Leng Tin Ong dapat mengingat kembali peristiwa yang terjadi dan ia merasa menyesal sekali. Ia tahu lalu membangunkan isterinya dan bersama-sama mereka bersamadhi untuk melawan pengaruh racun yang merusak urat syaraf mereka. Kemudian mereka lalu mengubur jenazah itu.

Karena peristiwa itu, Leng Tin Ong merasa malu dan tidak berani kembali ke kota raja. Ia maklum bahwa racun telah merusak urat-urat syaraf di kepalanya dan ia dapat menduga dengan penuh kecemasan bahwa lambat laun pikirannya akan rusak sama sekali. Oleh karena itu ia lalu mengeluarkan sebuah kitab kosong yang selalu dibawanya karena untuk keperluan perjalanan memilih tanah itu iapun membutuhkan kertas tulis dan alat-alat tulis.

Setiap hari, sambil mengerahkan lwee-kang untuk melawan pengaruh racun yang makin kuat mendesaknya ke arah kurang kegilaan, Leng Tin Ong menuliskan riwayatnya di dalam kitab itu, bahkan ia lalu menuliskan semua ilmu silat yang dimilikinya. Akan tetapi karena otaknya sudah kurang waras entah bagaimana, ilmu silat yang pada dasarnya adalah cabang dari Kun-lun-pai itu, kini menjadi tercampur dengan gerakan-gerakan aneh yang hanya dapat diciptakan oleh seorang gila!

Pangeran yang gila ini hanya dapat mempertahankan desakan racun itu untuk kurang lebih setahun saja, bahkan isterinya hanya dapat bertahan sampai sembilan bulan.

Setelah itu, mereka benar-benar menjadi gila dan buas, melebihi binatang hutan yang paling buas! Ada pun putera mereka, Leng Ki Pok, pada hari setelah minum racun itu, terus saja menjadi gila dan tak dapat diobati lagi! Demikianlah, untuk puluhan tahun mereka bertiga merupakan keluarga gila yang aneh sekali.

Pernah Kaisar mengirimkan utusan untuk membujuk mereka kembali, akan tetapi para utusan ini bahkan diamuk oleh mereka dan hampir saja menjadi korban!

Semenjak itu, nama mereka terkenal sekali dan ditakuti oleh semua orang, karena mereka memiliki tenaga yang luar biasa dan kepandaian yang sangat tinggi.

Ketika utusan Raja datang mereka disambut oleh Leng Tin Ong dengan tertawa berkakakan dan berkata, “Kalian diutus Raja? Ha, ha, ha! Siapa Raja? Lihatlah, akulah Raja, ini permaisuriku yang harus disebut Ratu dan ini adalah anakku yang harus kalian sebut Pangeran!”

Semenjak itu, mereka disebut Raja Gila, Ratu Gila dan Pangeran Gila!

Memang telah ada beberapa ksatria yang mendatangi mereka, akan tetapi semuanya dipukul mundur dan tak kuat menghadapi serbuan mereka yang benar-benar hebat itu! Di dalam kegilaannya Leng Tin Ong masih memiliki sifat manusia. Ia dan isterinya mendirikan pondok dan bahkan mengajar silat kepada puteranya. Yang sangat mengherankan ialah bahwa ilmu silat mereka semenjak mereka gila menjadi semakin hebat dan berbahaya, karena sifat-sifat yang gila itu mendatangkan daya cipta baru yang aneh dan mengerikan.

Semalam suntuk Kong Lee membaca catatan-catatan yang merupakan riwayat ini dan bulu tengkuknya berdiri karena ngeri. Ia dapat membayangkan betapa hebatnya penderitaan mereka, karena semenjak Pangeran Gila berusia tiga belas tahun sampai sekarang telah berusia sedikitnya empat puluh tahun, mereka selalu berada di dalam hutan dalam keadaan gila! Akan tetapi, apakah betul mereka menderita? Mungkin karena itu sudah tidak kenal lagi akan apa yang disebut penderitaan oleh orang-orang waras!

Karena merasa ngantuk sekali, Kong Lee lalu tertidur di waktu matahari telah mulai muncul. Baru tengah hari ia bangun. Setelah mengisi perutnya, ia lalu membalik- balikkan lembaran yang berisi pelajaran silat. Ia merasa mendapat kesukaran untuk mengikuti dan mengerti isi pelajaran yang hebat ini, di mana terdapat gerakan- gerakan yang demikian aneh dan tak mungkin dilakukan oleh orang waras! Akan tetapi, berkat kecerdikannya, akhirnya pemuda ini dapat juga menangkap maksud penulisnya dan mulai terbukalah matanya untuk mengerti akan pelajaran silat yang ganas dan aneh ini. Ia mulai bersilat mengikuti petunjuk-petunjuk di situ dan alangkah girangnya ketika ia merasa betapa ilmu silat itu memang hebat, aneh, dan luar biasa.

Justeru gerakan-gerakan aneh dan yang juga agaknya tak mungkin dapat disebut orang bersilat jika digerakkan itu akan membuat lawan menjadi bingung dan tak dapat menduga perubahan-perubahan yang terdapat di dalamnya!

Oleh karena itu, maka dengan tekun sekali Kong Lee mempelajari ilmu silat baru ini sambil melanjutkan perjalannya menuju ke kota Bi-ciu. Dan karena berjalan sambil seringkali berhenti mempelajari ilmu silat ini, baru tiga bulan kemudian ia tiba di Bi- ciu.

Hatinya berdebar dan kerongkongannya serasa tercekik karena keharuan hatinya. Bagaimanakah keadaan ibunya? Sudah tuakah dia? Ia masih ingat benar akan jalan di kota itu yang ternyata tidak terdapat banyak perubahan. Hanya kini banyak rumah- rumah baru didirikan orang sehingga keadaan kota itu bertambah ramai.

Akan tetapi, alangkah kecewa dan sedihnya ketika ia mendapatkan rumah ibunya telah kosong!

Ia bertanya kepada para tetangga yang segera dapat mengenalnya, akan tetapi tetangganya itupun hanya dapat memberitahu bahwa ibunya telah pergi kira-kira setahun yang lalu. Tak seorang pun tahu ke mana perginya. Hal ini tentu saja merupakan pukulan berat bagi Kong Lee. Ia lalu membersihkan rumah tua itu dan mengambil keputusan untuk menanti kembalinya ibunya sambil mempelajari ilmu silat baru yang sangat menarik hatinya.

Demikianlah, setelah Nyonya Lim menanti-nanti kembalinya Kong Lee sampai bertahun-tahun lamanya, kini anaknya itulah yang menanti-nanti di situ menunggu kedatangannya!

Kong Lee sekarang berbeda dengan Kong Lee dulu ketika masih berusia tiga belas tahun. Kalau menurutkan hatinya pada saat itu juga ia ingin pergi ke Lam-sai untuk mencari Thio Sui Kiat. Akan tetapi kini ia telah dapat mengekang dorongan nafsunya dan ia mengambil keputusan untuk menanti lebih dulu kembalinya ibunya dan memberitahu ibunya akan maksudnya mengajak pibu kepada Thio Sui Kiat.

Sementara itu, dengan tekun sekali ia mempelajari ilmu silat yang didapatnya dari buku pelajaran Raja Gila sehingga ia telah dapat memainkan setengah bagian dari isi kitab itu. Akan tetapi, setelah menanti sampai hampir setengah tahun, belum juga ibunya datang!

Akhirnya ia menjadi putus asa dan mengambil keputusan hendak pergi menyusul ibunya! Ia hendak merantau mencari orang tua itu. Akan tetapi, terlebih dulu ia hendak mengunjungi Thio Sui Kiat di Lam-sai.

Kong Lee melihat bahwa keluarga Thio itu masih sama seperti dulu. Dan seperti dulu pula, kedatangannya disambut oleh seorang pelayan.

“Kongcu ada keperluan apa dan hendak bertemu dengan siapa?” tanya pelayan itu dengan hormat.

“Tolong beritahukan kepada majikanmu bahwa seorang she Lim minta bertemu sebentar,” jawab Kong Lee.

Pemuda itu dipersilakan duduk menunggu di ruang depan dan pelayan itu lalu masuk ke dalam. Kong Lee merasa yakin bahwa kali ini tentu ia akan dapat menebus kekalahan ayahnya dan kekalahannya dulu!

Ketika Thio Sui Kiat keluar, Kong Lee segera mengenalinya, karena orang tua ini tidak berubah, hanya rambut di atas telinganya saja nampak keputih-putihan dan jenggotnyapun telah berwarna dua. Akan tetapi, Thio Sui Kiat tidak dapat mengenal Kong Lee, maka orang tua itu lalu menjura dengan hormat sambil berkata, “Tuan yang terhormat datang dari mana dan ada urusan apa?”

Kong Lee tersenyum.

“Lo-enghiong tentu telah lupa kepadaku, aku adalah Lim Kong Lee ... ” “Kau ... ??”

Kedua mata Thio Sui Kiat terbelalak dan ia tercengang memandang kepada pemuda yang berdiri di depan itu. Tak disangkanya bahwa anak muda Lim Ek telah demikian besar dan gagah sehingga diam-diam ia merasa kagum dan girang, akan tetapi juga ada rasa kuatir karena betapapun juga ia dapat menduga bahwa pemuda ini tentu hendak menebus kekalahannya dulu! Apakah ia harus menghadapi calon menantunya ini? Ah, sungguh gila, seorang calon mertua berpibu melawan calon menantunya sendiri. Akan tetapi, iapun ingin sekali mencoba-coba sampai di mana kepandaian yang telah diperoleh calon menantunya dalam perantauannya.

“Lim ... hiante, duduklah, silakan duduk di dalam saja!” katanya dengan ramah sekali dan mereka lalu masuk ke dalam.

Dengan manis budi Thio Sui Kiat mempersilakan tamunya mengambil tempat duduk. “Lim-hiante, pertama-tama aku hendak bertanya tentang ibumu. Telah lama ia pergi merantau, mencari-cari kau, di manakah dia sekarang dan apakah kau telah bertemu dengannya?”

Kong Lee merasa heran juga mendengar ini karena tidak disangkanya bahwa orang she Thio ini agaknya memperhatikan keadaan ibunya dan mengetahui ibunya telah pergi dari rumah!

“Inilah yang membingungkan hatiku, Lo-enghiong.”

“Jangan kau sebut-sebut Lo-enghiong kepadaku! Panggil saja Susiok (Paman) karena bukankah kita sudah lama berkenalan?”

“Baiklah, Thio-susiok. Ibu telah hampir dua tahun pergi dan entah di mana ia berada sekarang. Akupun sengaja pergi hendak mencarinya, dan sebelumnya aku mampir dulu di sini.”

“Bilakah, kau kembali? Dan mengapa tidak segera datang ke sini?” orang tua itu memotongnya.

“Aku telah setengah tahun lebih kembali ke Bi-ciu dan menanti-nanti kedatangan ibu. Tapi ia tak kunjung datang.”

Thio Sui Kiat lalu memerintahkan pelayan mengambil minuman.

“Thio-susiok, harap kedatanganku ini tidak merepotkan kau. Sebetulnya kedatangan ini tak lain hanya hendak membayar janjiku dulu dan untuk kedua kalinya aku yang muda mohon petunjuk darimu, karena pengetahuanku masih terlalu dangkal.” “Ooo, itukah maksudmu? Baiklah, tapi mari silakan minum dulu, Hian-te!”

Sambil berkata demikian orang tua itu menyodorkan secangkir air teh kepada anak muda itu. Kong Lee dengan sikap hormat menerimanya akan tetapi tiba-tiba ia merasa betapa cangkir itu berat sekali menekan tangannya!

Ia maklum bahwa tuan rumah sedang mencoba tenaganya maka iapun tidak mau berlaku segan-segan. Ia kerahkan lwee-kangnya yang ia pelajari di puncak Liong-san, bahkan ia tambah lagi dengan pelajaran lwee-kang yang ia dapat dari kitab pelajaran dari Raja Gila.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment