Pendekar Tongkat Dari Liong-san Chapter 25

NIC

“Ah, kalau begitu kau beruntung sekali, Peh-bo. Begitu dapat bertemu dengan puteramu, kau tentu segera melangsungkan perkawinannya!” kata Kim Nio dengan mulut tersenyum, tapi bibirnya gemetar dan hatinya perih.

Muka Kwee Cin Hwa berseri.

“Itulah yang kuharapkan! Akan tetapi Kong Lee sendiri belum tahu bahwa ia telah kutunangkan dengan gadis keluarga Thio itu!”

“Siapakah gadis itu, Peh-bo? Cantikkah ia?” Kim Nio bertanya secara sambil lalu. Nyonya janda itu lalu menuturkan tentang keadaan keluarga Thio yang kaya raya di kota Lam-sai dan ia menuturkan pula tentang pengalaman suami dan puteranya dengan Thio Sui Kiat, Kim Nio mendengarkannya dengan heran dan kagum. “Maaf, Peh-bo. Kalau begitu, menurut pendapatku yang bodoh, Thio Sui Kiat itu adalah musuh keluargamu. Mengapa kau bahkan mengikatkan diri dengan mereka sebagai besan? Ini benar-benar aneh sekali bagiku, Peh-bo.”

“Memang demikian, anak. Kalau didengar begitu saja memang menimbulkan heran seakan-akan aku membaiki musuh. Padahal Thio Sui Kiat itu tak dapat disebut musuh. Ia kalahkan suamiku dalam sebuah pibu yang adil dan suamiku meninggal dunia karena selalu keras hati dan menyiksa hati sendiri. Bahkan sebelum mendiang suamiku menutup mata ia telah meninggalkan pesan supaya aku dan anakku tidak menaruh dendam kepada Thio Sui Kiat. Kemudian ternyata bahwa anakku Kong Lee itu pergi mencari kepandaian Thio-wangwe dan dikalahkan. Akan tetapi Thio- wangwe tidak benci kepadanya, bahkan mengajukan usul untuk menjodohkan gadisnya dengan anakku itu. Bukankah ini menunjukkan betapa bijaksananya Thio Sui Kiat dan isterinya? Pula, gadisnya yang bernama Thio Eng itu selain cantik jelita, juga pandai ilmu silat sehingga kurasa sudah pantas menjadi isteri puteraku.”

Ketika berbicara demikian, nyonya janda itu memandang ke arah awan yang berarak di angkasa sehingga ia tidak melihat sinar kemarahan yang menjalar di muka Kim Nio yang menjadi merah. Akan tetapi Kwee Cin Hwa tidak tahu sama sekali bahwa sedikit sinar keinsyafan dan kebaikan yang tadi menguasai hati Kim Nio, kini telah lenyap dan buyar bagaikan awan tipis, tertiup angin. Hatinya telah menjadi kotor lagi penuh dengan dendam dan sakit hati. Ia mencintai Kong Lee dengan sepenuh hati, tapi pemuda itu menolaknya, bahkan menghinanya dan kini dari ibu pemuda itu ia mendengar bahwa pemuda itu telah bertunangan dan betapa gadis tunangannya itu dipuja-pujanya!

Hm, kalau aku tidak bisa mendapatkan pemuda itu, maka wanita lain pun jangan harap akan bisa mendapatkannya, demikian hatinya berbisik!

“Peh-bo, biarpun aku sebatang kara, namun aku mempunyai seorang suheng yang baik hati. Kalau tidak ada dia yang selalu menolongku, entah bagaimana jadinya dengan aku. Sekarang kita berdua tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan hal ini tidak baik bagi wanita-wanita seperti kita. Maka kalau kiranya Peh bo tidak keberatan mari kita untuk sementara tinggal bersama suhengku itu sekalian mencari anakmu.

Siapa tahu, kita akan bertemu di jalan, dan jika tidak bertemu kiranya suheng yang mempunyai banyak kawan tentu akan membantu mencari. Ia telah banyak pengalamannya dan kenalannya di dunia kang-ouw. Dengan bantuannya maka takkan sukar kiranya mencari di mana adanya puteramu itu.”

Tentu saja nyonya janda itu merasa girang sekali dan segera menyatakan persetujuannya. Mereka lalu berangkat menuju ke hutan di mana Pauw Kian Si Iblis Tangan Hitam bersarang, sehingga Kim Nio sengaja membawa ibu ini menjauhi anaknya karena Kong Lee baru saja meninggalkan tempat itu sehingga arah perjalanan ibu dan anak itu berlawanan!

Memang demikianlah, segala keputih-bersihan hati nurani manusia selalu berubah kotor dan hitam, dinodai oleh perasaan-perasaan perseorangan berupa dendam, sakit hati, iri hati, dan lain-lain yang terdorong semata-mata oleh nafsu mementingkan kesenangan hati sendiri!

Setelah meninggalkan Kim Nio, Kong Lee melanjutkan perjalanannya menuju ke kota Bi-ciu. Ketika ia tiba di sebuah dusun ia mengambil kamar di tempat penginapan dan segera membuka-buka buku tebal yang diambilnya dari pondok keluarga gila dahulu itu. Ia ingin sekali mengetahui keadaan dan riwayat mereka.

Ternyata bahwa buku itu terbagi menjadi dua. Di bagian depan terdapat catatan harian yang ditulis dengan tangan dan tulisannya berbentuk indah sekali. Hanya seorang terpelajar tinggi yang dapat membuat tulisan seindah itu. Dan yang setengah buku lagi ternyata berisi pelajaran ilmu silat yang aneh sekali gerakan-gerakannya. Kong Lee terkejut dan girang sekali karena kitab yang dibawanya itu ternyata selain kitab catatan yang merupakan riwayat hidup ketiga orang gila itu, juga merupakan kitab pelajaran ilmu silat yang luar biasa dan yang kehebatannya telah dikenalnya sendiri!

Ia merasa malu karena ia telah mencuri kitab pelajaran orang lain, tapi kemudian timbul pikirannya bahwa biarpun ia mencuri kitab pelajaran, namun jika itu dibiarkan berada di tangan ketiga orang gila itu, tentu akan berbahaya sekali jika terjatuh ke dalam tangan orang jahat. Maka ia membatalkan keinginan hatinya yang tadi untuk mengembalikan kitab itu. Pula bagaimana ia dapat mengembalikan kitab itu? Untuk memasuki hutan itu lagi saja ia tidak berani karena tahu akan bahaya hebat yang mengancamnya. Maka ia lalu mulai menelaah lembaran-lembaran kitab itu.

Semenjak membaca halaman pertama, ia telah menjadi demikian tertarik sehingga ia harus membaca habis riwayat itu sampai pagi!

Catatan harian yang disusun rapi sekali itu ternyata merupakan riwayat yang lengkap dari ketiga orang gila yang dipanggil Raja dan Ratu Gila serta putera mereka yang disebut Pangeran Gila.

Orang gila yang sekarang disebut Raja Gila itu dulunya adalah seorang pangeran yang berpengaruh di kota raja bernama Leng Tin Ong. Pengaruhnya demikian besarnya sehingga ia ditakuti serta disegani oleh para pembesar dan pangeran lain karena selain orangnya jujur dan keras hati, juga ia memiliki kepandaian tinggi sekali, karena ia adalah anak murid langsung dari Jing Li Tosu dari Kun-lun-san. Beberapa puluh tahun yang lalu ketika putera tunggalnya yang bernama Leng Ki Pok baru berusia tiga belas tahun, terjadilah malapetaka menimpa keluarga bangsawan ini.

Ketika itu kedudukan Leng Tin Ong sangat kuat dan ia disegani, bahkan mendapat penghormatan dan kepercayaan dari Kaisar sendiri. Pada masa itu, di dalam istana sedang terjadi perebutan kekuasaan dan di antara sekian banyak bangsawan yang memperebutkan kedudukan terdapat seorang pangeran bernama Beng Hwat Ong. Pangeran ini juga sangat berpengaruh karena adik perempuannya menjadi permaisuri ketiga dari Kaisar. Diam-diam Pangeran ini mengandung niat untuk merebut tahta kerajaan dan semua pembesar yang berhati khianat telah menjadi kaki tangannya.

Akan tetapi, rahasia ini diketahui oleh Leng Tin Ong yang jujur tentu saja hal ini merupakan ancaman besar bagi Beng Hwat Ong. Karena kalau Pangeran Leng Tin Ong ini menghalangi niatnya maka akan gagallah usaha dan maksudnya. Maka dimintalah pertolongan kepada seorang tosu yang terkenal memiliki ilmu hitam dan sihir serta berkepandaian silat tinggi pula. Tosu ini datang dari Tibet dan bernama Bong Ki Tosu.

Atas nasihat Bong Ki Tosu yang tidak berani secara terang-terangan melawan Leng Tin Ong yang berkepandaian tinggi itu, maka dengan tipu muslihat licik Beng Hwat Ong membujuk Leng Tin Ong untuk mengunjungi sebuah hutan di mana katanya hendak didirikan sebuah istana tempat beristirahat. Ia minta kepada Leng Tin Ong untuk memberi pandangan tentang rencananya itu.

Leng Tin Ong adalah seorang jujur maka ia mudah saja masuk ke dalam perangkap ini. Ia segera mengajak anak isterinya naik sebuah kendaraan dan bersama-sama Beng Hwat Ong masuk ke dalam hutan itu. Karena selain memiliki kepandaian silat tinggi, Leng Tin Ong juga seorang sastrawan yang mengerti tentang ilmu melihat hongsui, yakni memilih tempat yang baik dan yang mengandung pengaruh baik untuk bangunan yang hendak didirikan, maka Pangeran ini dengan sungguh-sungguh hati lalu memilihkan sebuah tempat di tengah hutan yang dikelilingi tetumbuhan berbunga indah dan penuh rumput-rumput hijau yang menyedapkan mata. Beng Hwat Ong menjadi girang sekali dan untuk menyatakan terima kasihnya, ia lalu mengadakan hidangan dan jamuan di tengah hutan.

Leng Tin Ong sama sekali tidak menyangka bahwa seorang tosu jahat telah bersembunyi di hutan itu, yakni Bong Ki Tosu. Ketika sedang makan minum dengan gembira, di dalam minuman arak telah dicampurkan obat oleh tosu itu. Obat ini terbuat dari semacam tetumbuhan yang hanya terdapat di puncak pegunungan Tibet dan yang meminum obat ini, akan menjadi gila. Zat-zat dari tetumbuhan yang terdapat di obat itu akan merusak urat-urat syaraf dan mendatangkan kegilaan yang tak mungkin dapat diobati lagi.

Biarpun Leng Tin Ong berkepandaian tinggi dan juga isterinya memiliki kepandaian tinggi pula karena sebenarnya ia adalah sumoinya atau adik seperguruannya sendiri, namun pengaruh obat itu tak dapat dilawannya. Mereka berdua dan putera mereka yang juga tidak luput dari keganasan Beng Hwat Ong dan kaki tangannya lalu roboh dan pingsan!

Beng Hwat Ong pura-pura merasa bingung dan segera mengirim laporan kepada pembesar setempat untuk memberi pertolongan. Akan tetapi, ketika sadar dari pingsannya, Leng Tin Ong dan isterinya mengamuk seperti kerbau gila karena mereka telah berubah ingatan dan menganggap setiap orang menjadi musuh mereka! Semua yang tampak dimusnahkannya, bahkan di dalam amukannya ia telah berhasil membunuh Beng Hwat Ong. Dan yang membuat semua orang segera lari dengan penuh ketakutan dan ngeri ialah ketika mereka melihat betapa Leng Tin Ong dan anak isterinya lalu menyerbu mayat Beng Hwat Ong dan ... memakannya!

Demikianlah kehebatan pengaruh obat yang diberikan oleh Bong Ki Tosu itu! Si Tosu sendiri ketika melihat bahwa muslihatnya mendatangkan peristiwa yang sangat hebat dan mengerikan itu, segera angkat kaki dan lari!

Posting Komentar