Menerima perintah ini Pangeran Gila lalu berloncat-loncatan seperti anak kecil dan menghilang ke dalam hutan. Tak lama kemudian, ia kembali sambil membawa beberapa helai kulit pohon yang agaknya ia kerat dari batang pohon. Kemudian, dengan cekatan sekali ia ikat tangan dan kaki Kong Lee. Pemuda ini merasa betapa kulit pohon itu kuat sekali dan memiliki sifat mulur sehingga biarpun ia memiliki lwee-kang yang tinggi, agaknya tak mungkin ia dapat memutuskan ikatan ini! “Nah, sekarang kita harus mencari buah merah di puncak bukit selatan. Daging ini kalau tidak dimasak dengan buah merah itu, rasanya akan masam baunya amis!”
“Aah, sibuk amat. Aku sudah ingin sekali merasai dagingnya yang empuk!” Raja Gila mencela.
Ratu Gila cemberut, “Kau laki-laki tahu apa? Asal nanti tahu makan enak saja sudah, jangan cerewet. Ayo ikut aku mencari buah itu, biar Ki Pok menjaga domba ini!” Sambil bersungut-sungut dan sebentar tertawa sebentar mengomel sehingga nampak aneh dan lucu sekali, Raja Gila itu mengikuti isterinya pergi dengan lari cepat ke arah selatan! Pangeran Gila yang ternyata bernama Ki Pok itu tertawa haha-hihi, lalu duduk di dekat Kong Lee yang sudah diikat seperti seekor ayam hendak direbus.
Pangeran Gila itu tertawa-tawa seorang diri, meringis-ringis dan berbisik-bisik seakan-akan bercanda dengan orang yang tidak kelihatan, kemudian ia menguap beberapa kali dan akhirnya tidur mendengkur di dekat Kong Lee.
Pemuda ini menatap wajah orang gila yang tidur di dekatnya itu. Dan alangkah herannya ketika melihat betapa wajah orang gila itu kini berubah. Wajah yang tadinya menyeramkan itu kini nampak sehat dan biasa seperti orang waras. Lenyaplah bayangan kegilaan dari wajah itu dan tampak wajah aslinya yang tidak buruk bahkan kini pada wajah itu terbayang kesedihan! Kong Lee merasa heran sekali dan ia maklum bahwa jika sedang tidur, maka orang ini tidak gila! Apakah yang menimpa ketiga orang ini sehingga mengalami nasib seperti itu?
Pada saat ia termenung dengan bingung tidak tahu harus berbuat apa, tiba-tiba terdengar suara ranting kering terpijak kaki dan tak lama kemudian Kim Nio telah berada di depannya sambil menaruhkan jari telunjuk di depan mulut untuk memberi isyarat agar ia jangan keluarkan suara!
Dada Kong Lee berdebar dengan perasaan tidak keruan. Ia merasa girang karena mengharapkan pertolongan, juga merasa malu karena perempuan yang dihina dan direndahkannya itu agaknya hendak menjadi penolongnya karena tidak menghiraukan keselamatan sendiri dan nekad memasuki tempat berbahaya itu semata-mata hendak menolong dirinya. Alangkah besarnya cinta wanita ini kepadanya. Kong Lee menundukkan muka dan wajahnya berubah merah. Betapapun juga, sukar baginya untuk mencintai seorang wanita yang telah melarikan diri dengan laki-laki lain meninggalkan suami! Kim Nio lalu mencabut pedangnya dan hendak diayunkan ke leher Pangeran Gila yang sedang tidur! Kong Lee cepat memberi isyarat melarangnya dan kembali timbul kebencian di dalam hati melihat kekejaman Kim Nio. Melihat perasaan yang terbayang di wajah pemuda itu, Kim Nio lalu mengurungkan niatnya dan sebaliknya ia menggunakan pedangnya untuk memutus tali yang mengikat kaki dan tangan Kong Lee.
Akan tetapi, pada saat itu, Pangeran Gila tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Untuk sesaat ia memandang dengan muka waras, bagaikan seorang yang merasa nanar dan bangun tapi sejenak kemudian datanglah kembali kegilaannya dan kedua matanya berputar-putar! Kim Nio terkejut sekali karena ia belum berhasil memutuskan pengikat kaki Kong Lee, baru pengikat tangannya saja!
Sementara itu ketika melihat betapa Kim Nio berusaha melepaskan belenggu Kong Lee, Si Gila itu meloncat maju dan berkata, “Jangan lepaskan dombaku ... jangan lepaskan dombaku ... ”
Akan tetapi ketika matanya yang liar itu memandang wajah Kim Nio, Pangeran Gila itu tiba-tiba terbelalak dan memandang mata kagum.
“Kau ... kau bidadari cantik sekali ... kau cantik sekali ... ” dan kedua tangan yang tadi telah diangkat hendak menyerang kini diturunkan lagi!
Kim Nio yang cerdik maklum bahwa ia bukanlah lawan Si Gila itu karena tadi ketika Si Gila bertempur melawan Kong Lee, ia telah tahu akan kehebatan orang gila ini, dan ia dapat menduga bahwa Si Gila ini kagum sekali akan kecantikannya. Maka diam- diam ia melepaskan pedangnya yang jatuh di dekat Kong Lee agar pemuda itu dapat membuka ikatan kakinya sendiri, lalu ia hadapi orang gila itu dengan mulut tersenyum-senyum manis dan matanya mengerling menarik hati.
“Kau ... cantik sekali ... ” Pangeran Gila itu mendekat dan meraba-raba seluruh tubuh Kim Nio, tangannya, lehernya, bahkan kakinya diraba untuk mengagumi kulit yang putih halus dan potongan tubuh yang indah menarik itu! Dan Kim Nio hanya tersenyum-senyum saja, bahkan ia merasa bangga bahwa dirinya dikagumi sedemikian rupa oleh orang gila ini!
Kim Nio sengaja tidak mencegah gila itu mengaguminya agar perhatian Si Gila itu terlepas dari Kong Lee untuk memberi kesempatan kepada anak muda itu untuk melepaskan diri. Sementara itu, ketika melihat betapa Kim Nio membiarkan saja dirinya dipegang-pegang dan diraba-raba oleh kedua tangan orang gila itu dan mempergunakan kecantikannya untuk menolong dirinya, Kong Lee merasa muak sekali dan makin membenci Kim Nio!
Tidak tahu diri pikirnya! Biarpun kalah tinggi kepandaiannya, mengapa perempuan itu mau saja dihina dan diraba-raba? Mengapa tidak mau melawan sekuatnya? Kalau saja Kim Nio melawan dan terpukul roboh, mungkin kebenciannya akan lenyap dan rasa cintanya akan timbul kembali karena merasa telah ditolong dengan berani mengorban jiwa. Akan tetapi perempuan itu dengan cara rendah, yakni dengan mengorbankan kehormatannya dan menjual kecantikannya, berusaha menolongnya. Sambil mengertakkan giginya, Kong Lee menggunakan pedang itu untuk memutuskan tali pengikat kakinya. Kemudian sekali loncat saja ia telah berhasil berdiri di dekat Si Gila, menangkap tangan yang masih meraba-raba rambut Kim Nio dan menciumi rambut itu dengan heran dan kagum seperti seorang kanak-kanak melihat sebuah barang mainan baru, lalu ditariknya sekuat tenaga!
Pangeran Gila itu terlempar dan bergulingan. Ia memandang sebentar kepada Kong Lee dengan mata marah, akan tetapi perhatiannya kembali tertuju kepada Kim Nio dan bagaikan besi tertarik oleh besi berani ia menghampiri gadis baju hijau itu, bagaikan kena pesona! “Kau cantik sekali ... cantik sekali ... bidadari ... ” mulutnya berbisik-bisik dan matanya memandang kagum.
Kedua tangannya telah diulurkan lagi untuk membelai rambut Kim Nio.
Tapi Kong Lee yang sudah menjadi gemas sekali kepada Kim Nio, lalu menyerang dan menotok iga Pangeran Gila itu sehingga Si Gila tanpa mengeluarkan sepatah kata pun roboh pingsan karena kena totok jalan darahnya. Kemudian tanpa menoleh kepada Kim Nio, Kong Lee lari memasuki pondok keluarga gila itu untuk memeriksa. Ia melihat keadaan pondok itu kotor sekali dan di atas sebuah meja batu ia melihat sebuah kitab tebal yang masih terbuka. Ia merasa heran sekali melihat tulisan tangan yang indah di dalam kitab itu. Tanpa banyak pikir, ia mengambil kitab itu karena menduga bahwa rahasia keluarga gila itu tentu berada di dalam kitab ini.
Setelah ia keluar dari pondok, dilihatnya Kim Nio berdiri menanti dengan muka kuatir, lalu gadis baju hijau itu berkata cemas, “Lim-taihiap, cepat! Mereka datang ... cepat ... !”
Kong Lee lalu melompat dan lari pergi, diikuti oleh Kim Nio. Mereka lari secepatnya keluar hutan yang berbahaya itu.
Dengan napas lega mereka dapat keluar dari hutan siluman, tapi masih saja mereka berlari terus, takut kalau keluarga gila yang luar biasa hebatnya itu mengejar mereka. Setelah berada jauh barulah Kong Lee menahan kakinya dan memandang kepada Kim Nio yang berdiri dengan napas tersengal-sengal karena wanita ini harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk dapat mengejar pemuda yang larinya cepat sekali itu!
Sambil menundukkan muka agar jangan memandang muka Kim Nio, Kong Lee berkata perlahan, “Kiranya sudah sepantasnya kalau aku ... mengucapkan terima kasih kepadamu atas pertolonganmu. Dan sekarang ... selamat berpisah, kita harus berpisah!”
Hancur hati Kim Nio mendengar ini. Ia telah mengorbankan segala untuk menolong pemuda ini dan bahkan bersedia mengorbankan nyawa untuk pemuda yang dicintanya ini, tapi kini ... pemuda itu sama sekali tidak mempedulikannya.
“Taihiap ... tidak kasihankah kau kepadaku? Aku ... aku hanya ingin tinggal dekat denganmu ... akan sunyilah hidupku kalau harus berpisah denganmu ... ” dengan terus terang Kim Nio membuka isi hatinya dengan mata mencucurkan air mata!
Akan tetapi, Kong Lee yang sudah merasa benci dan tidak suka kepadanya, apalagi ia mengingat peristiwa tadi, ia merasa muak dan jijik, lalu berkata, “Tidak mungkin, Nona. Kita tidak sepaham dan biarlah kita saling berpisah sebagai dua orang sahabat.” Setelah berkata demikian, Kong Lee lalu lari cepat meninggalkan gadis itu!
“Taihiap ... ” Kim Nio mengeluh, tapi ia tidak kuasa mengejar pemuda yang menggunakan seluruh kepandaiannya untuk pergi meninggalkannya itu dan akhirnya wanita ini hanya bisa berjalan perlahan sambil menggunakan ujung bajunya menyeka air matanya!
-***-
Semenjak ditinggalkan pergi oleh putera tunggalnya, Nyonya Lim Ek hidup dalam kesunyian. Akan tetapi, nyonya yang berhati gagah berani ini dapat menekan kesedihannya dan dengan penuh harap yang tak kunjung padam ia selalu menanti kedatangannya Kong Lee. Untuk mengisi waktunya, ia menerima beberapa murid wanita yang diberi pelajaran silat. Namun, karena murid-murid yang diterimanya adalah anak-anak orang miskin sehingga tidak dapat membayar biaya pelajaran, maka keadaan Nyonya Lim Ek sangat kekurangan. Apalagi ada beberapa orang muridnya yang keadaannya miskin sekali dan bahkan ikut makan di situ pada waktu belajar silat, maka Nyonya Lim membutuhkan uang yang agak banyak.
Thio Sui Kiat sering bersama isterinya mengunjungi calon besan ini dan melihat keadaannya yang susah, Thio-wangwe seringkali mengirim uang dan kebutuhan sehari-hari sehingga Nyonya Lim Ek merasa berhutang budi. Berkali-kali Thio Sui Kiat dan isterinya mengajak nyonya janda itu untuk pindah dan tinggal dengan mereka di Lam-sai, akan tetapi Nyonya Limm tetap menolaknya dengan halus, karena nyonya ini hendak menanti kedatangan puteranya di rumah.
Akan tetapi, telah dinanti-nanti sampai bertahun-tahun, tak juga Kong Lee pulang. Setelah menanti selama lima tahun lebih, akhirnya Nyonya Lim merasa kuatir sekali karena puteranya tak kunjung datang. Kesabarannya hilang dan ia lalu menutup rumahnya untuk pergi sendiri mencari anaknya itu.