Pendekar Tongkat Dari Liong-san Chapter 22

NIC

Kong Lee hendak mengejar, tapi pada saat itu terdengar suara wanita berseru, “Lim- taihiap ... ! jangan ... ! Jangan kau masuki hutan itu!”

Kong Lee cepat berpaling dan ternyata yang berseru itu adalah Coa Kim Nio! Wanita baju hijau itu kini berubah kurus dan pucat sehingga untuk sesaat Kong Lee merasa terharu dan kasihan.

“Jangan masuk ke dalam hutan itu!” katanya lagi sambil maju menghampiri. “Aku telah melihat kau bertempur melawan orang gila tadi dan aku tahu siapa dia! Dia adalah Pangeran Gila dan hutan ini tentulah Hutan Seribu Siluman yang amat berbahaya! Jangan kau masuk ke situ, Lim-taihiap!”

Tapi perasaan iba yang timbul di hati Kong Lee karena melihat tubuh Kim Nio yang kurus dan wajah yang pucat itu segera lenyap, berganti dengan benci. Ia lalu memutar tubuhnya dan cepat mengejar orang gila yang lari memasuki hutan tadi! Kong Lee memang merasa heran dan ingin sekali mengetahui keadaan orang gila yang memiliki kepandaian tinggi itu.

Sementara itu, biarpun ia tahu bahwa pemuda itu sudah tidak mau mempedulikan ia lagi, akan tetapi hatinya yang mencintanya membuat ia merasa kuatir sekali. Kim Nio telah banyak merantau pernah mendengar tentang Pangeran Gila yang tinggal bersama kedua orang tuanya yang disebut Raja Gila dan Ratu Gila!

Keluarga yang terdiri dari tiga orang-orang gila ini memang hebat sekali dan tak seorangpun berani memasuki hutan itu untuk bertempur melawan ketiga orang itu. Menurut kabar yang didengar oleh Kim Nio, Raja Gila yang menjadi ayah Pangeran Gila tadi memiliki kepandaian yang setingkat tingginya dengan Liat Song Hosiang ketua Go-bi-pai dan Liong-san Lo-kai!

Karena merasa kuatir akan keselamatan pemuda yang dicintanya itu, Kim Nio lupa akan keselamatan sendiri dan dengan nekad iapun lari mengejar ke dalam hutan. Akan tetapi ia tertinggal jauh oleh Kong Lee yang telah hampir dapat mengejar Si Gila yang lari bagaikan seekor kijang, menerjang rumpun dan menghindari pohon yang menghadang di jalan dengan hebatnya. Suara tawanya yang menyeramkan masih terdengar dan inilah yang membuat Kong Lee dapat mengetahui di mana tempat orang gila itu.

Setelah mengejar beberapa lama, orang gila itu akhirnya terkejar juga oleh Kong Lee. Mereka berdua telah tiba di sebuah tempat terbuka yang tidak ditumbuhi pohon, hanya penuh dengan rumput hijau yang rendah. Di situ, Si Gila berdiri menanti kedatangan Kong Lee dengan menyeringai aneh. Begitu Kong Lee tiba di situ, kembali Si Gila menyerang membabi-buta!

Kong Lee melayaninya kembali sambil berkata, “He, Lopeh, apa namamu Pangeran Gila?”

“Ha, ha! Memang aku pangeran, lihat saja pakaianku! Kau tidak segera berlutut kepadaku?”

Tapi mana Kong Lee mau berlutut kepada seorang gila? Ia hendak menangkap orang itu untuk ditanyai lebih lanjut, tapi tiba-tiba dari dalam hutan melayang keluar seorang kakek tua yang pakaiannya lebih aneh lagi. Kakek ini usianya paling sedikit tujuh puluh tahun, rambut dan jenggotnya telah putih semua dan bergantungan di pundak tak terpelihara. Yang mengherankan, biarpun pakaian kakek ini penuh tambalan macam-macam seperti pakaian Pangeran Gila, tapi dihiasi sulaman benang emas! Juga, berbeda dengan Pangeran Gila, kakek ini memakai sepasang sepatu merah dan di kepalanya memakai sebuah benda yang terbuat dari ranting-ranting pohon, bunga-bunga dan daun-daunan yang menyerupai sebuah mahkota!

Tiba-tiba Pangeran Gila menjatuhkan diri berlutut dan membentak kepada Kong Lee, “Raja Yang Agung telah tiba, ayo kau berlutut menghaturkan hormat!”

Akan tetapi Kong Lee hanya berdiri dengan mata terbelalak heran. Siapakah kakek tua ini dan di dunia apakah ia berada? Selama hidupnya belum pernah ia menemui orang yang lebih gila dari ini.

Tiba-tiba kakek tua itu tertawa dan suara ketawanya lebih menyeramkan dari suara ketawa Pangeran Gila, karena terdengar seperti suara burung hantu di waktu malam. “Hi-hi-hi! Bagus sekali. Ki Pok, kau telah pulang membawa daging muda yang empuk!” sambil berkata demikian, tiba-tiba tangan kakek itu bergerak dan tahu-tahu di tangannya telah memegang sebilah pedang kuning yang mengeluarkan cahaya mengkilat!

“Kau majulah, hendak kucoba rasanya sedikit dagingmu!” katanya kepada Kong Lee dengan dua mata berputar-putar. Kong Lee merasa ngeri sekali, dan Pangeran Gila lalu berkata kepadanya, “Ayo, kau lekas berlutut dan mendengar perintah rajamu!”

“Ji-wi Lo-peh,” kata Kong Lee dengan muka pucat, “janganlah kalian mempermainkan siauw-te. Apakah artinya semua ini?”

“Ha, ha, kau orang gila!” kata kakek itu dan Pangeran Gila lalu menyambung, “Memang otaknya rada miring.”

Tiba-tiba kakek itu melangkah maju dan mengayun pedangnya hendak memotong lengan Kong Lee. Tapi anak muda itu cepat mengelak, akan tetapi alangkah terkejutnya ketika ujung pedang itu masih berhasil memapas ujung bajunya dan menyerempet kulit lengannya hingga kulitnya berdarah! Tak disangkanya bahwa gerakan kakek itu sedemikian cepat dan luar biasa.

Hati Kong Lee berdebar karena ngeri dan takut ketika melihat betapa dengan lahapnya kakek tua itu menjilat-jilat darah yang menempel di pedang itu.

Kong Lee maklum bahwa ia terjatuh dalam tangan orang gila yang liar dan suka makan daging manusia, maka ia pikir lebih baik mendahului menyerang dan menewaskan orang-orang berbahaya ini. Ia lalu maju menyerang dengan tongkatnya. Ketika itu, kakek gila itu sedang menjilat-jilat darah, dan sama sekali tidak mempedulikan datangnya tongkat Kong Lee, akan tetapi ketika tongkat itu telah menempel di kulit dadanya, tiba-tiba daging bagian dada itu melesak ke dalam dan sebelum Kong Lee hilang kagetnya, Raja Gila itu telah menangkap lengannya dan sekali pijit lumpuhlah lengan tangan Kong Lee.

“Ha, ha, ha, kau hendak melawan? Ha, ha! Kau berhadapan dengan seorang raja dan jangan mencoba main gila!” sambil berkata demikian, Raja Gila yang hebat itu lalu mengangkat pedangnya ke atas hendak diayunkan ke arah leher Kong Lee. Sementara itu Pangeran Gila memandang dengan mata berputaran dan mulut mengilar hendak cepat-cepat ikut menikmati daging muda itu!

Akan tetapi, pada saat yang sangat berbahaya bagi jiwa Kong Lee yang sudah tidak berdaya sama sekali itu, tiba-tiba terdengar pekik nyaring yang memekakkan telinga dan tiba-tiba datang melayang bayangan merah. Ketika Kong Lee memandang, ternyata yang datang itu adalah seorang nenek tua yang pakaiannya merah semua, dari ikat rambutnya sampai ke sepatunya! Merah polos tanpa kembang hingga menyakitkan mata yang memandang.

Inilah Ratu Gila isteri dari Raja Gila dan ibu dari Pangeran Gila itu!

“Orang rakus!” Ratu Gila itu mencela suaminya, “Daging begini muda dan enak harus dimakan matang! Biarkan aku masaknya dulu, baru kita makan beramai-ramai. Telah bertahun-tahun kita tidak mendapat daging seperti ini, maka kali ini kita harus menikmatinya benar-benar!”

Setelah berkata demikian, nenek serba merah itu lalu mengempit tubuh Kong Lee dan dibawa lari seperti terbang cepatnya, diikuti oleh suami dan anaknya yang tidak hentinya tertawa-tawa girang!

Kong Lee mencoba mengerahkan tenaga dalamnya dan akhirnya ia berhasil melepaskan diri dari totokan Raja Gila dan dapat menggerakkan kembali tangannya yang lumpuh. Tapi ketika ia mencoba untuk melepaskan diri dari kempitan wanita tua itu, hasilnya sia-sia belaka!

Lengan kiri yang mengempitnya itu mempunyai tenaga yang luar biasa sekali sehingga jangankan hendak melepaskan diri, untuk menggerakkan tubuh saja ia tidak mampu! Bukan main terkejut hati Kong Lee. Baru Pangeran Gila itu tadi saja kepandaiannya sudah hebat dan hanya dengan tongkat bambunya ia dapat melawan dan mengalahkannya, apalagi Raja dan Ratu Gila yang agaknya memiliki kepandaian jauh lebih tinggi dari kepandaiannya sendiri ini! Hatinya berdebar dan ia merasa takut sekali. Baru kali ini seumur hidupnya merasa benar-benar takut dan ngeri. Ia hendak dimasak, mungkin disembelih dulu baru tubuhnya dipotong-potong dan dimasak di atas api, kemudian dagingnya dibagi-bagi untuk dimakan dengan nikmat oleh ketiga orang gila ini! Kong Lee merasa sangat ngeri dan berdiri bulu tengkuknya. Ia dibawa ke sebuah pondok yang terbuat dari kayu-kayu hutan dan tubuhnya lalu dilepaskan oleh nenek itu di atas tanah. Kong Lee merasa betapa tubuhnya menjadi lemas karena kempitan itu hampir mematahkan tulang-tulang iganya karena kerasnya.

“Ki Pok, kau ikat baik-baik domba ini,” kata Ratu Gila dan Kong Lee melihat betapa nenek ini dulunya tentu seorang wanita yang cantik sekali, akan tetapi sekarang kedua mata yang masih bersinar terang itu berputar-putar dengan ganasnya dan bibirnya yang merah itu kini mengeluarkan air liur ketika memandang kepadanya!

Posting Komentar