Pada suatu hari datanglah seorang kawannya dari kota raja mengunjunginya untuk urusan dagang. Seperti biasa, Hartawan Coa memamerkan barang-barang perhiasan itu yang membuat tamunya kagum sekali. Akan tetapi, diam-diam tamu ini merasa kaget sekali melihat bahwa barang-barang perhiasan itu adalah milik seorang pembesar tinggi yang menjadi kawannya di kota raja dan yang dulu telah terampas oleh perampok. Tapi bagaimana sampai barang-barang itu jatuh ke dalam tangan Hartawan Coa ini?
Diam-diam, setelah kembali ke kota raja ia lalu memberitahukan hal itu kepada pembesar tinggi pemilik barang-barang itu. Alangkah marahnya pembesar itu. Ia lalu mempergunakan pangkatnya untuk memerintah pembesar setempat menangkap Hartawan Coa dan menyita semua harta bendanya! Dan setelah diperiksa, selain barang-barang pembesar tinggi itu, terdapat pula barang-barang berharga dari orang- orang yang dulu dirampok hingga mereka lalu datang pula mengajukan dakwaan terhadap Hartawan Coa!
“Tentu dia seorang pemimpin perampok, lihat saja. Anak gadisnya pun seorang yang pandai ilmu silat!” kata seorang di antara para pendakwa yang mengenali barang masing-masing.
Kemudian, Hartawan Coa dan isterinya ditangkap dan Hartawan Coa dijatuhi hukuman mati, sedangkan isterinya yang merasa malu sekali lalu membunuh diri dengan membenturkan kepalanya sampai pecah di tembok penjara!
Coa Kim Nio merasa marah dan sedih sekali, tapi apa dayanya menghadapi putusan pembesar dan pemerintah? Ia lalu mengajak suaminya lari ke dalam hutan minta perlindungan Pauw Kian. Karena selain kuatir terbawa-bawa dan mungkin juga ditangkap pula, Kim Nio dan suaminya juga merasa malu sekali atas terjadinya peristiwa itu. Kim Nio menjadi demikian berduka sehingga ia jatuh sakit sampai dua bulan lebih. Ia merasa berdosa sekali karena menganggap bahwa orang tuanya binasa karenanya!
Ia lalu bersumpah untuk memusuhi pemerintah yang menghukum kedua orang tuanya sehingga semenjak hari itu ia membantu pekerjaan Pauw Kian merampok! Suaminya Ting Lu San, tidak menyetujui cara hidup semacam ini, tapi apa dayanya? Isterinya memang tak pernah mau menurut segala nasihatnya, sedang ia sangat cinta kepada Kim Nio.
Kehidupan di dalam rimba ini membuat Kim Nio mendapat kesempatan lebih banyak untuk bertemu dengan Ong Lui bekas kekasihnya, dan iman wanita yang lemah ini tergoda dan gugur oleh bisikan setan. Ia makin benci kepada Ting Lu San suaminya dan cintanya terhadap Ong Lui makin mendalam!
Dan pada suatu hari, kedua orang yang hatinya telah dikuasai iblis itu, melarikan diri dari tempat itu sambil membawa semua barang-barang berharga.
Bukan main marah dan malunya Ting Lu San ketika melihat betapa isterinya melarikan diri dengan laki-laki lain! Hampir saja ia menjadi gila karenanya! Ia lalu meninggalkan sarang Pauw Kian dan pergi belajar silat lagi sampai pandai, karena niatnya hanya ingin mencari kedua orang itu untuk dibunuhnya! Cintanya terhadap Kim Nio telah berubah menjadi kebencian yang hebat.
Coa Kim Nio yang hatinya telah dikuasai iblis, melarikan diri dengan Ong Lui dan menuju ke selatan. Akan tetapi, beberapa bulan kemudian, terbukalah matanya dan tahulah ia bahwa Ong Lui bukanlah laki-laki yang menjadi idaman hatinya. Bukanlah laki-laki yang betul-betul mencintanya karena cinta laki-laki itu palsu belaka. Pada suatu malam, Ong Lui meninggalkan dia sambil membawa semua barang-barang yang dulu mereka bawa kabur!
Bukan main marah Kim Nio melihat bahwa dirinya yang sudah berkorban meninggalkan suami itu ternyata hanya mengorbankan diri untuk seorang penipu jahat! Ia lalu mencari-cari Ong Lui dan mengejarnya dan beberapa lama kemudian berhasillah dia mengejar pemuda itu dan membunuhnya!
Setelah itu, Kim Nio lalu merantau ke mana-mana dan pengalamannya menjadi luas sekali, tapi hatinya menjadi dingin. Adakalanya ia kembali kepada Pauw Kian, suhengnya yang telah memaafkannya karena pergi membawa barang-barang berharga itu. Sambil menangis Kim Nio menuturkan kepada suhengnya akan segala riwayatnya dan walaupun Pauw Kian berhati keras, namun ia memang sayang kepada Kim Nio dan menganggapnya sebagai adik sendiri. Pada waktu Kim Nio tidak pergi merantau, ia tentu membantu pekerjaan suhengnya ini. Karena kepandaian Kim Nio memang tinggi, maka Pauw Kian menganggapnya sebagai tangan kanannya dan dalam waktu yang singkat saja barang-barang yang diperoleh wanita itu dalam perampokannya sudah jauh melebihi harga barang-barang yang dulu dibawanya lari.
Demikianlah riwayat Kim Nio sampai ia bertemu dengan Kong Lee dan hatinya yang tadinya telah tertutup rapat dan seakan-akan mati itu menjadi terbuka kembali dan ia jatuh cinta kepada pemuda yang sopan dan gagah perkasa itu.
Setelah mendengar riwayat Kim Nio yang diceritakan oleh gadis itu sendiri dengan air mata bercucuran, Kong Lee merasa muak dan benci sekali. Ia menganggap bahwa Kim Nio adalah seorang wanita yang tak tahu malu dan tersesat jauh sekali. Biarpun merasa sangat kasihan mendengar nasib Kim Nio yang menyedihkan, namun hatinya yang masih panas merasa jijik melihat segala perbuatan yang dianggapnya tidak pantas dan tidak layak dilakukan oleh seorang isteri. Cintanya terhadap nona baju hija itu menjadi lenyap, berganti dengan rasa muak dan jijik.
Setelah Kim Nio selesai bercerita, Kong Lee berdiri dan berkata dengan wajah dingin. “Siapa menanam pohon, dia sendiri memetik buahnya. Kau telah menanam banyak pohon dosa, maka kau harus memikul hukumannya sendiri. Nah, selamat berpisah!” Kong Lee lalu membalikkan tubuh dan melompat terus lari dari situ.
“Lim-taihiap ... Kong Lee ... tunggu ... jangan tinggalkan aku ... ”
Kim Nio menjerit dan mengeluh sambil mengejar secepatnya, akan tetapi karena ilmu gin-kangnya masih jauh berada di bawah tingkat kepandaian Kong Lee, tak lama kemudian bayangan pemuda itu lenyap dari pemandangannya.
Kim Nio menjatuhkan diri di atas tanah sambil menangis tersedu-sedu.
“Aku ... aku cinta padamu ... ” demikian keluhnya dengan hati perih dan kalbu remuk redam.
Kemudian ia menetapkan hatinya dan lari menyusul secepatnya. Ia maklum bahwa kepandaian pemuda itu jauh lebih tinggi dari kepandaiannya sendiri dan bahwa tak mungkin baginya untuk dapat mengejar pemuda yang hebat itu, namun ia mengambil ketetapan untuk mencari pemuda itu sampai dapat dan minta belas kasihannya!
Sementara itu, dengan hati gemas dan kecewa sekali, Kong Lee lari meninggalkan Kim Nio dan dengan berkeras hati ia mengambil keputusan takkan menjumpai lagi wanita itu selama hidupnya! Ia ingin cepat-cepat kembali ke kota raja untuk bertemu dengan ibunya, akan tetapi karena pikirannya terganggu oleh keadaan Kim Nio, wanita yang mendatangkan cinta pertama dalam hatinya itu, maka tanpa terasa lagi Kong Lee tersesat jalan dan masuk ke dalam sebuah hutan yang sangat liar!
Ketika melihat betapa hutan itu sangat liar dan tidak terdapat jalan di situ, Kong Lee berhenti sebentar dengan ragu-ragu. Dan pada saat itu ia melihat seorang tua sambil tertawa haha-hihi duduk di atas sebatang cabang pohon, tak jauh dari tempat ia berdiri. Orang itu berusia kurang lebih empat puluh tahun dan pakaiannya aneh sekali, karena terbuat dari bermacam-macam kain yang disambung-sambung menjadi satu, padahal kain itu semuanya masih baru! Dengan demikian maka pakaian itu boleh dibilang masih baru dan baik sekali, sedang kembangnya luar biasa, beraneka ragam tidak keruan. Dan yang lebih aneh lagi, orang tua itu sedang nongkrong di atas sebatang cabang sambil memakan sepotong paha burung yang mentah!
Kong Lee terkejut dan heran sekali mengapa ada orang begitu aneh! Ia lalu memberi hormat dan bertanya, “Lo-peh yang terhormat, mohon tanya hutan ini hutan apakah namanya dan manakah jalan yang menuju ke Bi-ciu?”
Tiba-tiba empek yang aneh itu tertawa terbahak-bahak dan terus saja makan daging mentah itu dengan enaknya. Setelah daging itu bersih tinggal tulangnya saja, ia lemparkan tulang itu ke bawah dan tulang itu menancap ke dalam tanah dan terus masuk ke dalam!
Kong Lee makin terkejut melihat bahwa orang ini ternyata memiliki tenaga lwee-kang yang tinggi juga!
Tiba-tiba empek itu lalu melayang turun dengan gerakan yang aneh tapi ringan dan tahu-tahu telah berdiri di depan Kong Lee sehingga sekali lagi pemuda ini terperanjat. Gin-kang empek inipun hebat sekali. tak disangkanya bahwa di tempat yang sunyi mati ini ia bertemu dengan orang yang demikian aneh dan berkepandaian tinggi. “Kau mau tahu nama hutan ini?” kakek itu bertanya dengan suara parau. “Ha, ha, ha! Ini namanya Hutan Selaksa Siluman! Dan kau tanya jalan? Aku hanya tahu jalan ke neraka untukmu! Ha, ha, ha!”
Sehabis berkata demikian, orang aneh itu lalu menubruk maju dan memukul dada Kong Lee dengan hebat! Tentu saja Kong Lee merasa heran dan marah.
Ia mengelak cepat dan membentak, “He, kau ini orang apa? Datang-datang menyerang orang lain, apa kau gila?”
“Ha, ha, ha! Kau sendiri yang gila memaki orang lain gila! Ha ha!” orang yang berotak miring itu kembali menyerang.
Terpaksa Kong Lee melayani dengan hati-hati dan sungguh-sungguh ternyata ilmu berkelahi orang gila ini sungguh-sungguh hebat. Pukulan-pukulannya tampaknya tidak keruan dan dilakukan dengan menyeruduk saja bagaikan kerbau gila, akan tetapi di dalam kekacauannya itu tersembunyi dasar ilmu silat yang sulit sekali dilawan.
Selain ilmu silatnya yang aneh, ternyata orang gila itupun memiliki lwee-kang dan gin-kang cukup tinggi dan hanya sedikit kalah oleh Kong Lee. Oleh karena itu, agak sukar juga baginya untuk menjatuhkannya!
Telah lama sekali mereka bertempur, lebih dari dua ratus jurus namun Kong Lee tetap tak dapat mengalahkan orang gila itu, karena ia kalah nekad! Akhirnya terpaksa Kong Lee mencabut tongkat bambunya dan tanpa malu-malu lagi ia gunakan senjata ini untuk menghadapi Si Gila.
“Ha, ha, ha! Hayo kuantar kau ke neraka!” orang gila itu berkali-kali berkata dan tertawa menyeramkan.
Kini melihat betapa anak muda itu memegang sebatang tongkat, ia makin merasa geli agaknya, karena ketawanya makin sering dan keras. Ia tidak peduli bahwa lawannya telah bersenjata, dan ia terus maju dan menyerang dengan sengit dan hebat.
Kong Lee lalu mengeluarkan ilmu tongkatnya Liong-san Koai-tung-hwat yang hebat, dan betul saja, orang gila itu menjadi terdesak dan beberapa kali kena pukul dengan tongkat sehingga orang gila itu berteriak-teriak menangis dan tertawa berganti-ganti sehingga terdengar menyeramkan sekali. bahkan sewaktu-waktu ia mengeluarkan geraman-geraman seperti seekor binatang buas. Kong Lee memang tidak berniat membunuhnya atau melukainya, maka ia hanya menggunakan tongkatnya untuk menghajar saja agar Si Gila itu mau tunduk.
Akhirnya, karena tidak kuat melawan ilmu tongkat Kong Lee yang terlalu hebat baginya itu, Si Gila lau berteriak-teriak keras dan lari masuk ke dalam hutan!