Halo!

Pendekar Tongkat Dari Liong-san Chapter 31

Memuat...

Hampir saja leher Pauw Kian menjadi korban pedangnya kalau Si Iblis Tangan Hitam ini tidak buru-buru menjatuhkan diri ke belakang!

Kim Nio merasa sedih sekali melihat betapa Kong Lee kini tentu membencinya, maka tanpa berkata apa-apa lagi ia lalu melangkah maju ke arah Thio Eng yang masih menangis dengan pedang di tangan! Dengan penuh kebencian Kim Nio menggerakkan pedang menusuk. Akan tetapi biarpun sedang menundukkan muka dan menangis, Thio Eng cukup terlatih untuk menangkap suara angin serangan ini dan cepat sekali ia gulingkan tubuh ke kiri sehingga tusukan itu tidak mengenai sasaran.

Sementara itu, Kong Lee melihat betapa Kim Nio hendak membunuh tunangannya, cepat bagaikan kilat ia membuat gerakan menendang dan aneh sekali. Dua kali kaki kanan kirinya bergerak dan tahu-tahu Pauw Kian dan Kim Nio telah tertendang sehingga terpental jauh! Inilah sebuah gerakan dari ilmu silat yang dipelajarinya dari kitab pelajaran Raja Gila!

“Eng-moi ... kau tidak apa-apa?” tanya Kong Lee dengan penuh perhatian.

Thio Eng mendengar suara pemuda itu menjadi malu dan seketika itu juga tangisnya berubah menjadi senyum!

“Tidak, Koko ... terima kasih atas pertolonganmu. Ibumu juga berada di sini.” “Apa katamu? Ibuku? Mana dia?”

Dalam kegirangannya, Kong Lee melompat sambil memegang tangan gadis itu, lupa akan rasa malu.

“Entah, mungkin di belakang, karena beliau juga ditawan!” “Aku pergi mencarinya, Eng-moi!” kata Kong Lee sambil melompat ke belakang dan keluar dari kamar itu.

Thio Eng tidak mau ditinggal seorang diri, maka iapun melompat keluar. Semua anak buah perampok yang telah tahu akan kelihaian Kong Lee, tak seorangpun berani mengganggu. Mereka hanya ramai-ramai maju menolong Pauw Kian dan Kim Nio.

Pauw Kian tertendang dadanya sehingga dua buah tulang iganya patah. Sedangkan Kim Nio yang hanya kena tendangan yang sengaja dilakukan oleh Kong Lee dengan tenaga gwa-kang hanya terpental dan membentur dinding sehingga pingsan untuk beberapa lama. Setelah siuman kembali, Kim Nio mendorong pergi orang-orang yang menolongnya, lalu sambil menangis ia lari pergi dari situ dan terus keluar hutan, lari secepatnya sambil terisak-isak!

Kong Lee berhasil mendapatkan ibunya yang berada di dalam sebuah kamar dengan terikat tangannya, akan tetapi orang tua ini tidak menderita luka sama sekali, sehingga legalah hati Kong Lee. Ketika Nyonya Lim melhat seorang anak muda memasuki kamarnya, hampir saja ia tidak percaya. Ini adalah anaknya, Kong Lee! Setelah melepaskan ikatan tangan ibunya, Kong Lee lalu menjatuhkan diri berlutut sambil memeluk kedua kaki ibunya.

“Ibu ... ”

“Kong Lee ... benar-benar kaukah ini ... ? Tidak mimpikah aku ... ?” Mereka berdua berpelukan dengan air mata mengalir.

Air mata yang keluar terdorong rasa girang dan terharu. Thio Eng yang menyusul masuk juga mengalirkan air mata karena terharu.

Lim-hujin ketika mendengar bahwa Pauw Kian telah dihajar dan dirobohkan sehingga mendapat luka, membenarkan perbuatan puteranya yang tidak mau membunuh kepada perampok itu, karena menurut pendapatnya, betapapun besar dosa kepala rampok itu, namun ia pernah menerima Lim-hujin sebagai tamu dan telah menjadi tuan rumah yang baik, ada pun kejahatan yang dilakukan atas diri Thio Eng belum terjadi, maka ada baiknya memaafkan perampok itu dan tidak membunuhnya.

Ketika mendengar bahwa Kim Nio telah pergi, nyonya ini menghela napas berulang- ulang dan berkata, “Sayang ... sayang sekali. Aku telah mulai suka kepadanya dan jika ia tidak tersesat demikian jauhnya tentu ia menjadi seorang yang baik dan berguna.” Kemudian suaranya berubah tegas ketika ia berkata kepada Kong Lee, “Anakku, sekarang sebelum kita meninggalkan tempat ini kau harus lebih dulu menceritakan tentang perhubunganmu dengan nona baju hijau itu. Kau harus menceritakan itu di depan Thio Eng!”

Dengan muka merah Kong Lee lalu menceritakan perihal pertemuannya dengan Kim Nio dan betapa gadis itu telah menolongnya dari bencana maut ketika ia tertawan oleh keluarga gila, kemudian ia menceritakan pula mengapa ia menjadi tidak suka dan menjauhkan diri dari isteri yang tidak setia itu. Mendengar riwayat Kim Nio yang telah melarikan diri dengan laki-laki lain dan mencurangi suaminya, Lim-hujin menghela napas. Thio Eng merasa lega sekali karena tadinya telah ada sedikit perasaan cemburu mengganggu hatinya. Kemudian ketiganya lalu meninggalkan sarang Pauw Kian itu setelah Lim Hujin meninggalkan banyak nasihat kepada Pauw Kian yang hanya mendengarkan dengan muka pucat dan merintih-rintih karena sakitnya.

Kedatangan mereka disambut oleh Thio Sui Kiat dan isterinya dengan sangat girang. Terutama ketika melihat bahwa Lim-hujin sudah ditemukan dan datang bersama, maka kegembiraan mereka tak dapat dilukiskan besarnya.

Nyonya Thio memeluk anaknya dan calon besannya sambil menangis, dan semuanya berada dalam bahagia sekali. Thio Sui Kiat lalu mengadakan pesta untuk merayakan kebahagiaan ini dan ia makin kagum kepada Kong Lee. Pemuda inipun lalu menceritakan kepada Thio Sui Kiat tentang kedua orang yang telah menculik Thio Eng dan menceritakan pula sebab-sebabnya.

Sebulan kemudian, dilangsungkanlah perkawinan antara Thio Eng dan Kong Lee, dan karena nama Thio Sui Kiat sudah banyak dikenal orang, maka perayaan ini dihadiri ratusan orang dari segala tempat memerlukan datang. Atas persetujuan kedua pihak, Kong Lee dan ibunya lalu pindah ke Lam-sai dan tinggal bersama dengan Thio Sui Kiat di dalam gedung yang besar itu sehingga mereka berkumpul merupakan satu keluarga yang hidup bahagia. Kong Lee mendapat kenyataan bahwa isterinya selain cantik jelita dan berkepandaian juga berbudi halus dan baik seta sangat berbakti kepada orang tua, bahkan sikapnya terhadap Lim-hujin sangat baik sehingga Kong Lee merasa beruntung sekali.

-***-

Kim Nio dengan hati hancur lari terus meninggalkan hutan tempat tinggal suhengnya sambil menangis. Beberapa kali timbul niatnya hendak menerjunkan diri ke dalam jurang dan menghabiskan riwayatnya yang penuh derita dan kekecewaan, akan tetapi ia teringat kembali kepada Kong Lee dan Thio Eng, maka ia lalu merasa bahwa hidupnya masih mempunyai satu cita-cita terakhir yang terdorong oleh rasa iri hati dan kebencian yakni cita-cita untuk membalas dendam! Hati dan pikirannya yang sanat menderita karena sedih dan kecewa ini sekarang dikotori oleh rasa dendam yang tak kenal batas. Ia akan rela mati asal saja sudah dapat membinasakan kedua orang itu.

Pikiran ini timbul ketika Kim Nio berdiri di pinggir sebuah jurang yang curam sekali. Ia berdiri bagaikan sebuah patung batu dan dengan wajah menyeramkan ia berkata keras-keras kepada diri sendiri, “Kim Nio, kau tak boleh mati! Kau harus membinasakan mereka dan membawa mereka bersama-sama ke neraka.”

Kemudian, sepasang mata Kim Nio berkilat-kilat ketika ia mengepalkan tinjunya ke atas dan berteriak-teriak, “Kong Lee, kau laki-laki tak berbudi, aku bersumpah hendak membunuhmu dengan kedua tanganku sendiri. Hendak kubuka dadanya dan kukeluarkan hatimu! Ingin kulihat bagaimana macamnya hatimu yang kejam itu! Thio Eng, awaslah kau! Kau wanita satu-satunya di dunia ini yang paling kubenci, karena kau telah merampas kekasihku!”

Kemudian bagaikan seorang gila, Kim Nio tertawa dan menangis. Lalu ia lari lagi dari situ, kini tujuannya tetap, yakni ke arah hutan di mana tinggal keluarga gila!

Ia ingat betapa Pangeran Gila dulu tertarik oleh kecantikannya sehingga dengan mempergunakan kecantikannya itu, ia dapat menolong Kong Lee, dan ia maklum pula bahwa dengan tenaga ketiga orang gila itu saja ia akan dapat membalas dendam.

Kepandaiannya sendiri terlampau rendah sehingga tak mungkin baginya untuk mengganggu Kong Lee yang berkepandaian tinggi. Siapa lagi selain keluarga gila itu yang dapat menolongnya? Ia tahu pula bahwa keluarga itu sangat berbahaya, akan tetapi Kim Nio sudah berlaku nekad.

Bulu tengkuknya berdiri dan hatinya merasa ngeri ketika ia tiba di hutan itu dan mulai masuk ke dalam hutan yang sangat liar dan gelap ini. tapi ia menggigit bibirnya dan mengeraskan hati, lalu memasuki hutan itu dengan langkah kaki lebar. Tiap kali mendengar suara atau melihat gerakan-gerakan yang mungkin dilakukan oleh binatang hutan, ia terkejut dan hatinya berdebar-debar. Ia hanya mengharapkan supaya bertemu lebih dulu dengan Pangeran Gila, karena kalau ia bertemu dengan Raja atau Ratu Gila, pengharapannya untuk hidup sedikit sekali. Biarpun ia belum pernah membaca buku catatan mereka dan tidak mengetahui riwayat mereka, namun ia pernah mendengar cerita orang-orang di kalangan kang-ouw betapa kejam dan ganas kedua kakek dan nenek gila itu. Menurut cerita yang pernah didengarnya, Raja dan Ratu Gila itu suka makan daging manusia.

Alangkah ngerinya!

Tapi ia mujur sekali, karena pada saat itu kedua Raja dan Ratu Gila sedang tidur mendengkur di dalam pondok mereka. Ketika Kim Nio dengan hati-hati sekali menghampiri tempat tinggal keluarga gila itu, ia melihat Pangeran Gila sedang bersilat seorang diri di lapangan rumput depan pondok! Ketika Kim Nio dengan hati berdebar-debar mengintai dari balik pohon, ternyata bahwa orang gila itu sedang bermain-main dengan beberapa ekor lalat yang ditangkapnya, dilepas kembali dan ketika lalat-lalat itu beterbangan ke sana-sini, ia bergerak cepat dan menangkapnya kembali untuk kemudian dilepas lagi dan demikian berulang-ulang ia lakukan dengan gesit sekali. Dalam bermain-main ini, Si Gila tertawa haha-hihi dengan senang dan geli hati seperti laku seorang anak kecil!

Dibandingkan dengan ayah ibunya, Leng Ki Pok atau Pangeran Gila ini masih dapat menghargai segala dan suka sekali bermain-main seperti lakunya seorang kanak- kanak. Harus dikasihani nasib orang ini, karena semenjak berusia belasan tahun ia harus menderita seperti seorang liar yang hidup di dalam hutan. Ia telah lupa sama sekali akan peradaban manusia dan manusia-manusia yang dikenalnya hanyalah ayah dan ibunya sendiri. Akan tetapi semenjak kecil ia telah dilatih silat oleh ayah ibunya sehingga ia menjadi hebat sekali. Ketika dulu melihat kecantikan Kim Nio, sebagai manusia biasa tertariklah hatinya dan timbul rasa sukanya kepada wanita ini. Akan tetapi setelah Kim Nio berhasil menolong Kong Lee dan pergi serta lenyap dari pandangan matanya, Pangeran Gila inipun sudah melupakan perempuan itu.

Melihat betapa Leng Ki Pok tertawa-tawa sambil dengan gesit bergerak ke sana kemari, Kim Nio lalu menabahkan hati dan maju menghampiri. Telinga Pangeran Gila ini sudah terlatih hebat maka ia dapat mendengar tindakan kaki Kim Nio dan dengan cepat ia bergerak dan melompat ke belakang sehingga tahu-tahu telah berdiri berhadapan dengan Kim Nio. Tadinya seluruh urat-urat di tubuh Pangeran Gila telah menegang untuk menyerang orang yang datang itu, akan tetapi ketika ia melihat seorang wanita yang cantik jelita berdiri dengan tersenyum manis sekali, tubuhnya menjadi lemas. Ia sudah tak ingat lagi siapa adanya perempuan ini, akan tetapi agaknya potongan tubuh dan bentuk wajah Kim Nio telah meninggalkan kesan mendalam di hatinya, maka begitu melihat wanita ini, ia pun terus merasa suka. “Ah, kau ... cantik jelita ... bagus sekali ... ” Si Gila itu berkata sambil menghampiri Kim Nio.

Kim Nio mengangkat tangan kanannya untuk menahan orang gila itu maju lebih dekat.

“Pangeran, kau suka padaku?” tanyanya dengan suara yang merdu. Ki Pok tertawa-tawa girang dan ia berjingkrang-jingkrak.

“Suka, suka! Aku suka padamu, kau cantik!”

Melihat kelakuan ini, mau tidak mau Kim Nio tersenyum geli karena takut dan ngerinya.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment