Pendekar Pemabuk Chapter 28

NIC

Gwat Kong lalu mengubur jenazah kakek yang berjuluk Bu-eng-sian itu di dalam gua tadi. Kemudian ia lalu tinggalkan gua itu sambil membawa pedang Sin-eng-kiam yang disembunyikan di balik pakaiannya. Ia tak sempat mengetahui nama kakek itu karena ketika ia bertanya jawabnya hanya “Bu-eng-sian ... aku Bu-eng-sian ”

****

Demikianlah kisah perjalanan Gwat Kong dan beberapa hari kemudian, perantauannya yang dilakukan tanpa tujuan tertentu itu membawanya sampai ke dekat kota Ki-ciu di mana secara kebetulan ia dapat melihat Tin Eng dikeroyok oleh Ngo-heng-kun Ngo-hiap dan berhasil menolong nona itu.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia telah datang di hotel tempat Tin Eng bermalam. Ia takut kalau-kalau ia datang terlampau pagi. Jangan-jangan Tin Eng masih tidur, pikirnya.

Akan tetapi, ketika ia tiba di halaman hotel, ternyata nona itu telah menantinya di situ dengan tak sabar. Nona ini bangun pagi-pagi sekali dan telah lama berdiri menanti di depan hotel.

“Mari kita berangkat!” kata Tin Eng setelah melihat Gwat Kong datang dan suara nona ini terdengar gembira sekali.

Mereka lalu berjalan keluar dari halaman hotel, keadaan di dalam kota masih sunyi sekali karena sebagian besar penduduknya masih tidur. Gwat Kong memang tahu di mana tempat tinggal Ngo-heng-kun Ngo-hiap itu karena sebelum bertemu dengan Tin Eng, ia telah melakukan penyelidikan karena hatinya tertarik dan ingin sekali ia tahu lima orang yang agaknya pernah bermusuhan dengan Bu-eng-sian sehingga kakek itu menderita luka-luka hebat. Biarpun tidak diminta, akan tetapi di dalam hatinya ia merasa penasaran dan ingin mencoba kepandaian mereka yang telah menjatuhkan Bu-eng-sian yang bagaimana pun juga dianggap sebagai orang berjasa kepadanya.

Bukankah kalau kitab itu tidak disimpan di Kiang-sui ia takkan dapat memiliki ilmu pedang dan lain-lain kepandaian itu? Dan bukankah kakek itu pun telah memberi pedang Sin-eng- kiam kepadanya?

Rumah kelima orang jago ilmu silat Ngo-heng-kun itu berada di sebelah timur kota Ki-ciu dan nama mereka ini amat terkenal. Lima jago-jago Ngo-heng-kun ini terdiri dari lima orang gagah yang telah mengangkat saudara mempelajari ilmu silat Ngo-heng-kun bersama. Yang tertua bernama Lim Hwat dan keistimewaannya ialah permainan senjata cambuk panjang yang amat lihai karena cambuk itu selain lemas dan kuat, juga digerakkan dengan tenaga lweekang yang tinggi, sehingga selain dapat digunakan untuk menotok jalan darah lawan juga baik sekali untuk membelit dan merampas senjata tajam lawan.

Orang kedua adalah adik kandungnya sendiri, Lim Can yang juga amat lihai dan menduduki tempat kedua dalam perkumpulan itu oleh karena ia pandai sekali bersilat dengan sebatang tongkat berkepala naga. Selain gerakannya yang amat lincah, juga tenaga gwakangnya besar melebihi seekor kerbau jantan.

Orang ketiga biarpun bukan seorang hwesio, akan tetapi selalu menggunduli kepalanya. Ia memiliki ilmu ginkang yang paling tinggi di antara semua saudaranya. Namanya Oey Sian dan ia bersenjata golok yang kecil dan tipis sehingga gerakannya cepat luar biasa.

Orang keempat dan kelima adalah sepasang saudara kandung bernama Teng Ki dan Teng Li. Teng Ki bersenjata pedang panjang, sedangkan Teng Li bersenjata pedang pendek. Juga kedua orang ini bukanlah orang-orang yang rendah ilmu silatnya.

Selain memiliki kepandaian-kepandaian khusus ini, mereka berlima merupakan sebarisan yang amat tangguhnya karena bersama-sama mereka membentuk sebuah ilmu silat berantai yang disebut Ngo-heng-kun atau Ilmu Silat Lima Daya. Apabila mereka berlima bersama- sama melakukan penyerangan, maka mereka merupakan barisan Ngo-heng yang mengepung lawan dari lima jurusan dan dalam kedudukan mereka yang amat kuat ini jarang sekali ada lawan yang dapat mengalahkan mereka.

Mereka ini cukup kaya dan memiliki tanah yang lebar di mana para petani bekerja untuk mereka dengan mendapat bagian sepantasnya. Dan mereka amat disegani oleh penduduk di sekitar Ki-ciu karena selain gagah perkasa, juga mereka terkenal keras hati dan mudah menjatuhkan tangan kepada mereka yang berani menentangnya.

Ketika Tin Eng dan Gwat Kong tiba di dekat rumah mereka, Gwat Kong berkali-kali memberi peringatan, “Nona, harap kau berlaku hati-hati karena menurut pendengaranku, mereka itu lihai sekali!”

Akan tetapi Tin Eng yang tabah itu hanya tersenyum dan berkata, “Tenanglah Gwat Kong dan kalau aku bertempur menghadapi mereka jangan kau terlalu dekat agar tidak sampai terkena senjata mereka!”

Setelah berada di depan pintu rumah mereka yang masih tertutup, Tin Eng berseru keras, “Orang-orang Ngo-heng-kun! Keluarlah untuk membuat perhitungan!”

Dengan sikap gagah gadis itu berdiri sambil memegang pedang di tangan kanan. Dan sikapnya yang tabah ini membuat Gwat Kong merasa kagum sekali. Seorang dara yang benar- benar gagah perkasa, pikirnya dengan hati senang.

Tin Eng tidak perlu menanti lama karena tiba-tiba pintu rumah itu terpentang dari dalam dan keluarlah kelima jago Ngo-heng-kun itu sambil membawa senjata masing-masing. Tadinya mereka mengira bahwa gadis itu tentu datang dengan kawan-kawannya. Akan tetapi ketika melihat bahwa gadis itu datang seorang diri, dikawani oleh seorang pemuda yang nampak lemah bodoh dan yang menanti di bawah pohon sambil berjongkok, mereka tersenyum menghina.

“Nona manis, kau benar-benar bernyali besar, berani datang menemui kami! Apakah kau belum merasa kapok setelah kami robohkan kemarin?” kata Lim Hwat sambil mengayun- ayun cambuknya dan tersenyum mengejek.

“Bangsat curang!” Tin Eng memaki sambil menudingkan pedangnya kepada orang itu. “Kalian merobohkan aku karena menggunakan kecurangan yang hanya patut dilakukan oleh bajingan-bajingan rendah. Kalau kalian memang jantan, marilah kita mengadu kepandaian secara jujur. Kalau tidak berani, lebih baik kembalikan kitabku dan berlutut minta maaf!”

Ucapan yang amat sombong ini membuat Oey Sian si gundul merasa marah sekali. “Apa sih kepandaianmu maka kau berlaku begini kurang ajar?” teriaknya sambil melompat maju ke depan Tin Eng. Akan tetapi gadis itu dengan marah lalu menyambut kedatangannya dengan serangan pedangnya yang ditusukkan ke dada Oey Sian sehingga orang ini cepat-cepat menangkis dengan goloknya.

Akan tetapi serangan pertama ini hanya merupakan pancingan belaka dan tiba-tiba Tin Eng menarik kembali pedangnya dan melanjutkan dengan serangan Garuda Sakti Menyambar Air. Pedangnya berkelebat cepat sekali menebas leher lawannya sehingga dengan seruan terkejut Oey Sian yang tak keburu menangkis lagi itu segera miringkan kepalanya yang gundul untuk mengelak. Pedang Tin Eng menyerempet dekat sekali dengan kulit kepalanya yang gundul sehingga kalau kepala itu ada rambutnya, tentu rambut itu akan terbabat putus. Pedang terus meluncur dan menyerempet pundaknya. “Breet!” Pecahlah baju Oey Sian di bagian pundak kanannya.

Dengan muka pucat Oey Sian melompat mundur dan pada saat itu juga, keempat saudaranya yang maklum bahwa gadis ini tidak boleh dipandang ringan, lalu maju mengeroyok dan mengurungnya dari lima jurusan. Secara otomatis mereka telah membentuk barisan Ngo- heng-tin.

“Bagus, bagus! Majulah semua dan kalau perlu, keluarkan senjata racun yang kemarin. Aku tidak takut akan kecuranganmu!”

Tin Eng sebenarnya merasa jerih menghadapi obat bubuk merah mereka, dan sengaja mengucapkan kata-kata ini agar mereka menjadi malu. Benar saja, sebagai lima orang gagah yang telah terkenal, menghadapi seorang gadis muda yang menantang secara berani, tentu saja mereka merasa malu sekali apabila mereka harus menggunakan cara yang curang itu.

Mereka merasa yakin bahwa dengan Ngo-heng-tin mereka pasti akan berhasil merobohkan gadis yang sombong dan berani ini.

Akan tetapi Tin Eng tidak merasa jerih. Ia putar-putar pedangnya dan kakinya bergerak dengan ilmu silat Jiauw-pouw-poan-san, yakni bertindak berputaran untuk menghadapi kelima lawannya. Sedangkan pedangnya mainkan gerak tipu Garuda Sakti Mengitari Pohon Liu. Pedang di tangannya berkelebat menimbulkan sinar pedang yang panjang dan yang menyambar-nyambar ke arah lima orang lawannya.

Akan tetapi Ngo-heng-tin itu benar-benar lihai. Tiap kali pedang Tin Eng menyerang seorang lawan yang berada di depannya, maka dua orang yang berada di depannya menangkis serangan itu dan tiga orang lain yang berada di belakang lalu menyerangnya dari belakang dengan hebatnya. Kalau gadis itu cepat memutar tubuh untuk menghadapi penyerang- penyerangnya yang berbalik menangkis, maka seorang diantara mereka yang dibantu oleh dua orang yang ditinggalkan dan kini berada di belakangnya itu, berbalik menjadi penyerang.

Oleh sebab ini, Tin Eng menjadi bingung sekali. Setiap serangannya dihadapi oleh dua senjata yang menangkis dan dibarengi dengan serangan tiga orang lain dari belakang. Sungguh- sungguh merupakan hal yang amat berbahaya sekali.

Tin Eng adalah seorang gadis yang amat pemberani dan keras hati, maka tanpa mengingat akan keadaan diri sendiri, ia lalu mengamuk dan menyerang membabi buta. Siapa saja yang paling dekat diserangnya dengan hebat. Ia hendak menjatuhkan seorang lawan dulu yang berada di depannya untuk kemudian menghadapi empat lawan lain.

Namun kelima saudara Ngo-heng-kun itu telah dapat menangkap maksudnya. Maka mereka melakukan penjagaan keras dan dari belakang datanglah serangan bertubi-tubi tiap kali Tin Eng menggerakkan pedang. Sehingga terpaksa gadis itu tidak dapat mencurahkan seluruh perhatian dan kepandaiannya karena ia harus pula menjaga diri. Dengan terpecah-pecahnya perhatian serta tenaga ini, ia menjadi cepat lelah dan mulai merasa pening. Keadaannya mulai berbahaya sekali dan senjata lawan makin mendesak dan mengurung rapat.

Posting Komentar