Halo!

Pendekar Gila Dari Shan-tung Chapter 33

Memuat...

Ia melangkah masuk dan mendekati pembaringan Tiong San. Ditatapnya wajah pemuda yang tampan dan yang tidur telentang itu. Bibir pemuda itu tersenyum dalam tidurnya dan bulu matanya nampak panjang dan hitam. Alis yang berbentuk golok itu membuat kulit mukanya yang putih kelihatan gagah dan tampan sekali.

“Aku suka kepadamu .... kau tampan dan gagah ... aku cinta padamu ....” Siu Eng berbisik dan jari tangannya yang halus itu diulur dan menyentuh dagu Tiong San dengan mesranya. Kemudian dengan hati beruntung dan gembira gadis itu meninggalkan kamar Tiong San dan menutup pintunya.

Pada keesokan harinya, Tiong San telah berhadapan dengan Pangeran Lu Goan Ong di ruang tamu. Setelah memuji-muji kegagahan Tiong San, Pangeran Lu Goan Ong lalu berkata,

“Lie-taihiap,” katanya dengan suara ramah tamah, “Melihat sepak terjangmu di gedung Pangeran Ong, aku merasa amat kagum akan kegagahanmu, dan melihat pula sikapmu yang amat sopan santun dan baik, timbullah suatu maksud dalam hatiku. Kuharap saja kau takkan menampik usul yang akan kuajukan ini.”

“Lu-taijin adalah seorang pembesar tinggi dan telah menolong kedua orang sahabatku,” jawab Tiong San. “Oleh karena itu setiap usul tentu akan merupakan kurnia besar untukku. Mana aku bisa menampiknya?”

Dengan wajah girang Pangeran Lu Goan Ong melanjutkan kata-katanya, “Keponakanku Gui Siu Eng telah kau lihat sendiri kepandaian dan wajahnya. Dia telah berusia delapan belas tahun dan selalu apabila hendak kucarikan jodoh, ia menolak dengan alasan bahwa ia hanya mau mendapatkan jodoh yang ilmu kepandaiannya lebih tinggi darinya, baik dalam bun maupun bu. Taihiap adalah seorang pelajar yang pandai dan ilmu silatmu juga amat tinggi, maka agaknya hanya kaulah seorang yang patut menjadi jodohnya. Tidak tahu bagaimana pendapatmu tentang hal ini? Kalau kiranya kau setuju, kami akan merasa girang sekali menarik kau sebagai keluarga kami!”

Biarpun dalam hatinya merasa geli sekali, akan tetapi Tiong San memperlihatkan muka sungguh-sungguh ketika ia menjawab, “Memang telah kuduga bahwa taijin tentu akan memberi kurnia kepadaku yang bodoh. Tentang hal perjodohan ini .... sesungguhnya merupakan kurnia yang datangnya dari surga bagiku. Jangankan menjadi jodoh Gui-siocia yang demikian pandai dan mulia, untuk menjadi pelayannya saja aku masih belum cukup berharga! Oleh karena itu, orang akan menyebutku gila kalau aku menampiknya. Akan tetapi, orang menikah harus berada dalam keadaan senang dan puas, sedangkan aku masih mempunyai ganjalan hati karena beberapa macam keinginanku masih belum terkabul.”

“Apakah keinginan itu, taihiap? Katakanlah, barangkali saja aku akan bisa menolongmu.”

Tiong San menjura. Terima kasih, terima kasih Lu-taijin. Kalau taijin yang turun tangan membantu, hal ini pasti akan beres. Dulu pernah aku berjanji kepada diri sendiri, bahwa aku takkan mau kawin sebelum dapat menyenangkan hidup ibuku yang miskin, maka sebelum aku dapat memberinya uang sedikitnya sepuluh ribu tail perak, aku takkan mengikat diri dengan perjodohan. Kedua, sahabat-sahabat karibku Khu Sin dan Thio Swie semenjak kecil bercita-cita untuk menjabat pangkat, sedikitnya menjadi wedana, maka kalau kedua orang sahabatku itu belum mendapatkan pangkat yang dicita-citakannya itu, hatiku tetap saja takkan merasa senang. Tentu saja kedua hal ini bagi taijin hanyalah merupakan hal-hal kecil yang remeh, akan tetapi bagiku agaknya selama hidup takkan dapat tercapai. Oleh karena itu untuk membicarakan soal perjodohan masih jauh sekali bagiku dengan adanya keinginan-keinginan yang sukar dilaksanakan itu.” Pangeran Lu Goan Ong tertawa gembira. “Sepuluh ribu tail perak dan pangkat wedana bagi kedua sahabat karibmu? Hm, biarpun hal itu mudah dilakukan, akan tetapi dengan perginya kedua anak muda itu, aku kehilangan dua tenaga pembantu yang cakap. Akan tetapi biarlah, hitung-hitung hal itu menjadi ‘mas kawin’ bagimu. Aku akan penuhi semua permintaan itu, Lie-taihiap!”

Tiong San merasa lega dan menjura dengan penuh hormat.

“Banyak-banyak terima kasih atas kurnia yang taijin berikan kepadaku. Kalau demikian, mohon taijin suka segera memberi surat pengangkatan untuk kedua orang kawanku itu dan uang untuk ibukupun hendak kutitipkan pada mereka.”

“Dan tentang pernikahan itu? Kapan dapat dilangsungkan?” tanya Pangeran Lu Goan Ong. Tiong San tersenyum. “Kapan saja, taijin, ini hari ataupun besok hari apa bedanya?”

Pangeran Lu Goan Ong merasa girang sekali. Tak disangkanya pemuda itu akan menurut dengan demikian mudahnya. Kalau pemuda itu benar-benar menjadi suami Siu Eng, maka ia akan mendapat pelindung yang benar-benar kuat dan ia tidak usah khawatirkan saingan-saingan berat. Pula, karena pemuda ini murid Thian-te Lo-mo, mustahil kalau kakek gila itu mau datang mengganggunya!

“kalau begitu, besok pagi harus dilangsungkan. Lebih cepat lebih baik!” serunya girang. “Hamba bersiap sedia, taijin!” jawab Tiong San.

Khu Sin dan Thio Swie lalu dipanggil menghadap dan kedua pemuda ini hanya bisa mendengarkan dengan bengong ketika mereka diberitahu oleh Pangeran Lu Goan Ong bahwa mereka berdua diangkat menjadi Wedana, masing-masing di kota Bun-an-kwan dan Siong-li-tung yang tak jauh letaknya dari kampung kelahiran mereka! Kemudian mereka diberi hadiah-hadiah pula sebagai penghargaan atas jasa-jasa mereka dan juga uang sepuluh ribu tail perak untuk ibu Tiong San dibawakan sekalian.

Dalam kegembiraannya, kedua orang itu berlutut menghaturkan terima kasih kepada Pangeran Lu Goan Ong sambil mengeluarkan air mata karena terharu dan girang. Khu Sin lalu mengajukan permohonan untuk berangkat pada hari itu juga sambil membawa Man Kwei, bekas pelayan yang menjadi kekasihnya itu. Pangeran Lu menyetujuinya dan segera disediakan gerobak untuk mengangkut barang-barang mereka.

Akan tetapi ketika mereka berdua diberitahu akan pernikahan Tiong San dengan Siu Eng yang akan dilangsungkan besok hari, keduanya menjadi pucat. Terutama Thio Swie, pemuda ini yang hatinya masih terluka dan rasa cintanya kepada Siu Eng masih belum lenyap, memandang kepada Tiong San dengan mata marah dan penuh pertanyaan, akan tetapi kawannya itu hanya memandangnya sambil tersenyum.

“Kalian pulanglah dan lakukanlah pekerjaan dan tugas masing-masing dengan baik. Kalian sudah terlalu lama di sini dan sekarang menjadi giliranku untuk menikmati hidup bahagia di samping isteriku yang berbudi!”

Khu Sin yang cerdik dapat menduga bahwa Tiong San tentu sedang menjalankan peranan yang hebat, maka tanpa banyak kata lagi ia lalu mengajak Thio Swie berangkat meninggalkan kota raja. Mereka minta pertolongan sebuah perusahaan pengawal barang (piauw-kiok) untuk mengantar dan mengawal mereka menuju ke kampung Kui-ma-chung karena mereka hendak pulang ke rumah orang tua masing-masing sebelum menuju ke kota di mana mereka akan menjabat pangkat baru itu. Akan tetapi, di sepanjang perjalanan, Thio Swie tiada hentinya menyatakan ketidaksenangan hatinya terhadap Tiong San, dan ia dihibur oleh Khu Sin dengan memperingatkan bahwa betapapun juga, Tiong San telah berjasa sehingga mereka berdua diberi kedudukan yang amat baik.

********************

Sementara itu, gedung Pangeran Lu Goan Ong dihias dengan amat mewahnya. Pangeran ini lalu membuat siaran dan undangan kilat untuk memberitahu tentang pernikahan yang hendak dilangsungkan sehingga gemparlah semua pembesar dan Pangeran di kota raja. Nama Siu Eng telah terkenal sekali dan semua orang merasa heran dan menduga-duga siapakah gerangan pemuda yang demikian bahagia dan berhsl mempersunting kembang yang indah dan harum itu. Para pembesar yang ketika Tiong San mengacau di gedung Pangeran Ong hadir pula di situ, menjadi terheran-heran ketika mendengar bahwa keponakan Pangeran Lu Goan Ong dijodohkan dengan Shan- tung Koay-hiap, akan tetapi diam-diam Pangeran Lu Goan Ong mengutus orang kepercayaannya untuk memberitahukan duduknya hal kepada mereka semua itu.

Ia memberitahukan bahwa Siu Eng merasa suka kepada pemuda itu dan menurut pendapatnya, pemuda yang tadinya seorang siucai (terpelajar atau mahasiswa) itu yang kini telah menjadi seorang lihai, lebih baik dijadikan kawan yang akan membela kepentingan mereka dari pada dijadikan lawan. Bahkan Pangeran Lu Goan Ong memberi surat khusus untuk Pangeran Ong Tai Kun agar supaya Pangeran ini suka menjalankan siasat yang halus dan menawarkan diri menjadi wali dari Tiong San!

Pangeran Ong Tai Kun yang telinga kirinya dibikin buntung oleh Tiong San, tentu saja merasa amat sakit hati pada pemuda itu, maka ketika menerima surat dari Pangeran Lu Goan Ong , ia merasa amat penasaran. Akan tetapi menghadapi Lu-taijin, ia tidak berani bertingkah, apalagi ia maklum bahwa tanpa bantuan orang pandai, ia tidak berdaya menghadapi Shan-tung Koay-hiap dan Thian-te Lo-mo. Maka ia lalu memutar otaknya dan akhirnya mendapat siasat yang amat keji dan curang.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment