Halo!

Pendekar Gila Dari Shan-tung Chapter 32

Memuat...

“Bagaimana ia menjadi sejahat itu? Bagaimana seorang gadis secantik dia sampai memiliki watak sedemikian keji. Ah sukar untuk dapat dipercaya.”

“Memang manusia ini segila-gilanya mahluk. Ingatkah kau, Thio Swie?” kata Tiong San.

“Sekarang serahkanlah semua ini kepadaku. Aku yang tanggung bahwa mulai besok pagi, kalian tentu akan mendapat pangkat, dan dapat meninggalkan tempat ini untuk menduduki pangkat masing-masing. Adapun tentang Siu Eng ah, serahkan saja kepadaku. Khu Sin, besok setelah menerima pangkat, kau

boleh membawa pulang calon isterimu itu, dan kau Thio Swie, kuharap kau dapat melupakan Siu Eng, memegang jabatanmu dengan jujur dan adil kemudian kau boleh mencari isteri yang lebih bijaksana dari pada Siu Eng!”

“Kau sendiri!” tanya Khu Sin.

“Aku ...? Ha ha ha! Aku .... sementara waktu akan tinggal di gedung ini, kalau sudah bosan, aku akan menyusul suhuku ”

“Di mana suhumu!” tanya Khu Sin selanjutnya.

“Di dapur kaisar, menikmati hidangan-hidangan istana!” “Tiong San, gilakah kau?” tanya Thio Swie dengan heran.

Tiong San tertawa ha ha, hi hi. “Nah, kau sudah sembuh, Thio Swie! Kau bilang aku gila? Memang, siapakah yang tidak gila? Ha ha, ingatkah kau syair dulu?”

Dunia penuh orang gila Yang waras disebut gila Yang gila .......

“Meraja lela !” dengan suara berbareng Thio Swie dan Khu Sin melanjutkan syair itu. Kembali Tiong San

tertawa ria.

Khu Sin lalu menceritakan pengalaman mereka semenjak berpisah dengan Tiong San dan pemuda itu mendengarkan dengan penuh perhatian. Akan tetapi ketika ditanya pengalamannya, Tiong San menjawab singkat.

“Apa yang kualami? Ah, tidak ada apa-apa. Aku hanya pergi belajar mengembala kerbau dengan cambukku ini dan selanjutnya merantau tiada arah tujuan.”

“Mengembala kerbau? Apakah artinya bahwa untuk mengembala kerbau kau perlu mempelajari ilmu silat yang demikian tingginya?” tanya Khu Sin dan kedua orang muda itu mulai memandang kepada Tiong San dengan pandangan mata heran dan ragu-ragu apakah kawannya ini benar-benar tidak miring otaknya. Sambil tertawa Tiong San berkata, “Betapa tidak? Mengembala kerbau lebih mudah dari pada mengembala manusia, dan karena kerbau-kerbau yang harus kuhadapi itu termasuk kerbau-kerbau gila seperti Siu Eng dan orang jahat-jahat lainnya, tentu aku akan diseruduk kerbau dan mampus!”

Omongan Tiong San yang tidak keruan juntrungnya ini benar-benar membikin kedua sahabatnya terheran- heran. Menurut keinginan hati kedua orang muda itu, mereka ingin mengadakan percakapan sampai semalam suntuk, akan tetapi Tiong San berkata,

“Jangan, lebih baik kita tidur saja. Thio Swie perlu beristitahat dan aku perlu tidur karena kamar telah disediakan oleh tuan rumah!”

Pelayan mengetuk pintu dan memberitahukan bahwa kamar untuk “Koay-hiap” telah disiapkan, yakni di dekat kamar tengah. Pelayan itu lalu mengundurkan diri.

“Malam ini kalian jangan keluar-keluar,” kata Tiong San, “Biar mendengar suara apapun juga dari kamarku, jangan kalian keluar.”

Kemudian mereka lalu masuk ke kamar masing-masing. Thio Swie yang merasa amat kecewa dan berduka, dapat menghibur hatinya karena ia merasa beruntung juga bahwa ia tidak sampai terjerumus makin dalam dan kini kedua orang sahabat karibnya telah berbaik kembali, bahkan Tiong San telah menjadi seorang pendekar! Maka perasaan yang bercampur aduk di dalam hatinya ini membuatnya lelah sekali dan sebentar saja ia tidur pulas. Sebaliknya, Khu Sin yang merasa girang sekali, pertama karena kedatangan Tiong San, kedua karena ia sudah berbaik kembali dengan Thio Swie, dan ketiganya karena ia hendak membawa pulang kekasihnya, malahan tak dapat tidur!

Tiong San begitu merebahkan diri di atas pembaringan tanpa membuka bajunya terus saja mendengkur! Keadaan di sekitar tempat itu sunyi senyap, akan tetapi sebetulnya pemuda ini tidak tidur dan ia menaruh curiga kepada Pangeran Lu Goan Ong. Siapa tahu kalau-kalau Pangeran itu hendak berlaku curang! Maka ia telah mempersiapkan cambuknya di bawah bantal.

Menjelang tengah malam, benar saja ia mendengar tindakan kaki perlahan-lahan yang menghampiri kamarnya dari luar. Menurut pendengarannya, ia taksir bahwa yang datang itu sedikitnya ada lima orang, maka ia diam-diam tersenyum dan bersiap-siap. Akan tetapi tiba-tiba ia mendengar tindakan kaki ringan dan ia mendengar suara Siu Eng berkata perlahan,

“Jangan! Jangan! Tidak boleh!”

Terdengar suara laki-laki yang agaknya membantahnya, akan tetapi gadis itu berkata kembali, “mari kita rundingkan dulu!”

Kaki banyak orang itu lalu menjauhi kamarnya, dan secepat kilat Tiong San lalu melompat naik ke tiang penglari, membuka genteng dan segera melompat mendekati sekelompok orang dalam gelap yang sedang berunding. Ia lihat Im-yang Po-san Bu Kam, perwira kaisar kelas satu yang tadi dicabut jenggotnya oleh Thian-te Lo-mo, bersama empat orang perwira lain dan mereka berlima ini sedang bercakap-cakap dengan Siu Eng. Gadis ini sedang bicara dengan suara tetap,

“Tidak boleh, sekali lagi tidak boleh! Kalian tidak boleh mengganggu dia! Aku ... aku suka kepadanya dan aku sudah mengambil keputusan untuk menjadi ... jodohnya!”

“Apa?” terdengar orang ketujuh berkata dan orang ini bukan lain ialah Pangeran Lu Goan Ong sendiri. “Siu Eng! Apakah kau gila? Dia adalah seorang yang berbahaya!”

Siu Eng tersenyum. “Dia memang lihai sekali dan berkepandaian tinggi. Tentu saja dia berbahaya kalau menjadi musuh kita. Akan tetapi, kalau dia menjadi suami saya, berarti dia bukan musuh kita, bahkan keluarga kita yang akan membela kita. Mengapa paman tidak dapat berpikir sampai di situ?”

“Kalau dia tidak mau, bagaimana?” tanya seorang perwira. “Tak mungkin!” Siu Eng menjawab marah dan tersinggung. “Kalau besok paman bertemu dengan dia harap paman kemukakan hal ini dan membujuknya. Kalau ternyata benar-benar bahwa dia tidak mau, terserah kepada kalian hendak menawan atau membunuhnya, aku bahkan akan membantu kalian!”

Setelah mendengar ini Tiong San tersenyum geli dan diam-diam kembali ke kamarnya dan tidur lagi. Ketujuh orang itu berunding sebentar lagi, kemudian perwira-perwira itu mengalah karena mereka merasa setuju dengan pendapat Siu Eng bahkan merasa gembira karena kalau sampai pemuda itu tidak mau, mereka akan dapat bantuan Siu Eng yang lihai. Juga Pangeran Lu Goan Ong memuji kecerdikan keponakannya.

Setelah mereka pergi, Siu Eng lalu menghampiri kamar Tiong San. Ia mengintai dari jendela dan ketika mendengar betapa pemuda itu telah tidur pula dan mendengkur, dengan hati-hati ia lalu menolak daun pintu yang ternyata tidak dikunci!

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment