Halo!

Pendekar Gila Dari Shan-tung Chapter 27

Memuat...

Dunia penuh orang gila yang waras disebut gila yang gila merajalela

“Kau memang benar-benar gila dan miring otakmu, Thian-te Lo-mo, kata Bu Kam sambil menggeleng- gelengkan kepalanya.

“Memang, memang! Yang waras dimaki gila, demikianlah kelakuan orang gila! Im-yang Po-san! Kau lihat, kawan-kawanmu yang gila ini datang-datang berusaha keras untuk membunuh aku dan muridku. Hanya orang-orang gila saja yang dapat berbuat demikian!”

“Kau dan muridmu keduanya gila dan datang mengacau di gedung Ong-ya! Tentu saja kami berusaha menangkap atau membunuhmu!”

“Kami datang bukan mengacau! Aku hanya ingin menikmati dan mengagumi masakan dan hidangan pangeran Ong yang ternyata sama sekali tidak enak karena terbuat dari pada bahan-bahan yang buruk dan busuk! Muridku datang untuk menjewer telinga Ong Tai Kun yang ternyata terbuat dari bahan yang lemah dan buruk pula sehingga menjadi putus! Sudah menjadi bagiannya karena ia terlampau banyak mengumpulkan kembang-kembang di tamannya. Tidak perduli betapa kembang-kembang yang seharusnya mekar dan semerbak mengharum di tempat lain itu menjadi layu dan rusak di dalam tamannya yang kotor. Kau masih mau bilang bahwa kami berdua hendak mengacau? Ha ha ha! Kau lihat hanya jenggotmu yang makin panjang akan tetapi pikiranmu makin pendek dan sempit saja, Bu Kam!”

Bu Kam baru saja datang, tentu saja dia tidak mengerti maksud omongan kakek itu yang menyindir tadi sebelum ia datang, ia telah mendengar percakapan pangeran Ong Tai Kun dan pangeran Lu Goan Ong yang pada saat itu telah mendahului pulang ke gedungnya karena ketakutan. Maka kini mendengar ucapan kakek ini, ia membentak marah.

“Dasar orang gila, omongannya juga tidak keruan. Thian-te Lo-mo, kau menyerahlah untuk kutangkap bersama muridmu, agar kau mendapat pengadilan negeri yang selayaknya.”

“Kau mau menangkapku? Ha ha ha! Aneh, aneh! Bagaimana kau mau menangkapku, coba hendak kulihat!” kata Thian-te Lo-mo sambil mentertawakannya.

“Kalau tak dapat menangkap hidup-hidup, aku pasti berhasil menangkapmu dalam keadaan tidak bernyawa!” kata Bu Kam yang segera menyerang dengan kipas di tangan kirinya yang berwarna putih.

Thian-te Lo-mo maklum akan lihainya kipas putih ini yang jauh lebih lihai dari kipas hitam, maka ia mundur dua langkah menghindarkan diri dari serangan lawan, lalu menggerakkan cambuknya membalas serangan lawan. Cambuknya bergerak-gerak di udara dan melingkar-lingkar bagaikan ular, lalu meluncur ke arah kipas putih di tangan kanan Bu Kam dengan mengeluarkan suara keras.

Ujung cambuknya bertemu dengan batang kipas, bunga api memercik keluar dan Bu Kam merasa betapa tangannya agak gemetar! Diam-diam ia menarik napas panjang karena dari pertemuan senjata ini saja ia dapat mengetahui bahwa dalam hal tenaga lweekang ia masih harus mengaku kalah dengan kakek gila ini. Akan tetapi ia mengandalkan permainan kipasnya, maka ia lalu menerjang dan kedua kipas di tangannya bergantian melancarkan serangan kilat yang amat berbahaya.

Sambil terkekeh-kekeh Thian-te Lo-mo menghadapi serangannya ini dan tak lama kemudian dua orang berilmu tinggi ini saling serang dengan hebatnya. Yang luar biasa adalah sepasang kipas Im-yang Po-san Bu Kam, karena ia bergerak cepat dengan kedua kipas dikembangkan, maka di dalam ruangan itu angin menyambar-nyambar dengan hebat sehingga pakaian orang-orang yang berada di dekat tempat pertempuran itu berkibar-kibar!

Bu Tong Cu dan Lee Siat lalu membentak hebat dan maju mengeroyok Tiong San lagi sehingga kini pertempuran menjadi lebih hebat dari pada tadi. Para perwira hanya menonton dan tidak berani membantu, sedangkan Ban Kong yang memiliki kepandaian agak tinggi, sungguhpun kini totokan ujung pecut pada jalan darah yan-goat-hiat yang dilakukan oleh Tiong San tadi telah pulih kembali dan ia telah mengambil kembali ruyungnya, namun ia tidak berani maju lagi karena maklum bahwa tidak ada gunanya maju lagi setelah ia menerima pukulan tadi.

Ia maklum bahwa pemuda murid kakek gila itu tidak berniat jahat, oleh karena kalau pemuda itu mempunyai maksud membunuh, tentu sabetan cambuk yang merupakan totokan tadi dapat diperkeras dan nyawanya takkan tertolong lagi! Setelah orang berlaku murah hati tidak hendak membunuhnya, apakah setelah dikalahkan ia ada muka untuk maju lagi?

Setidaknya Te-sam Tai-ciangkun Ban Kong adalah seorang gagah perkasa yang namanya telah menjulang tinggi dan ternama sekali sampai di seluruh bagian Tiongkok, maka tentu saja ia masih memiliki keangkuhan dan tidak mau berlaku rendah. Dengan bersungut-sungut ia duduk saja menonton pertempuran dengan pengharapan supaya kawan-kawannya dapat membalaskan kekalahannya.

Akan tetapi pengharapan itu sia-sia dan ia dikecewakan oleh kenyataan bahwa setelah pertempuran lebih lima puluh jurus, nampak nyata betapa Im-yang Po-san Bu Kam terdesak hebat oleh cambuk Thian-te Lo- mo. Memang kedua kakek ini mempunyai ilmu silat yang sama sifatnya, yakni keduanya berdasarkan sifat- sifat Im dan Yang. Ilmu cambuk Im-yang-joan-pian berhadapan dengan ilmu kipas Im-yang Po-san, akan tetapi ternyata bahwa ilmu kipas itu masih kalah lihai.

Memang, dalam menghadapi lawan yang kurang pandai, sepasang kipas Im-yang itu benar-benar hebat sekali karena angin kebutannya saja cukup menjatuhkan lawan. Akan tetapi apabila menghadapi lawan yang sama kuatnya, ternyata bahwa cambuk Im-yang lebih praktis. Cambuk ini dengan tekanan tenaga lweekang dapat digerakkan sesuka hati, dapat dibikin lemas dapat dibikin keras dan pula mudah untuk merampas senjata lawan dan dipergunakan untuk penyerangan dari jarak jauh. Tingkat kepandaian Im-yang Po-san Bu Kam masih berada di bawah tingkat Thian-te Lo-mo yang benar-benar telah menduduki puncak yang tinggi.

Apabila ia menghadapi Tiong San, maka tentu akan terjadi pertempuran yang amat menarik dan ramai sekali. Memang, dalam perbandingan tenaga dan pengalaman, pemuda itu masih kalah jauh, akan tetapi ilmu cambuknya tidak kalah hebat oleh gurunya sendiri dan pemuda itu memiliki kecerdikan luar biasa sehingga dalam ilmu cambuknya, ia dapat menciptakan gerakan-gerakan Khusus yang timbul dari kecerdikan otaknya.

Buktinya, biar dikeroyok dua oleh dua orang perwira kelas dua dari istana kaisar, ia dapat melayaninya dengan amat baiknya, dan sama sekali tidak terdesak, walaupun harus diakui bahwa tidak mudah baginya untuk mengalahkan kedua orang lawannya itu.

Tiba-tiba terdengar suara gelak tertawa dari Thian-te Lo-mo dan ujung cambuknya telah berhasil melibat kedua kipas di tangan Bu Kam! Im-yang Po-san Bu Kam berdaya upaya untuk menarik kipasnya supaya terlepas dari libatan cambuk, akan tetapi tak berhasil!

Thian-te Lo-mo masih belum mengerahkan seluruh tenaganya, karena dengan tangan kanan ia menahan cambuknya dan kini sambil tersenyum-senyum walaupun tidak mengeluarkan suara, ia bertindak maju mendekati lawannya! Sambil maju, tiap langkah ia melibatkan cambuk pada pergelangan tangannya hingga dekat, cambuk itu makin pendek.

Im-yang Po-san Bu Kam terkejut sekali melihat betapa kakek yang lihai itu makin mendekatinya, akan tetapi ia tidak berdaya. Kedua tangannya memegang sepasang kipasnya dan ia tidak berani melepaskan kipas itu karena sekali melepaskan sebelah tangan, kipas itu keduanya tentu akan terampas. Maka ia tetap berdiri tegak sambil mempertahankan kedua kipasnya yang hendak dirampas.

Kini Thian-te Lo-mo telah berada di depannya dan kalau ia mau, dengan tangan kirinya yang bebas, dengan mudah saja ia akan dapat mencelakakan lawannya!

Te-sam Tai-ciangkun Ban Kong yang melihat keadaan Bu Kam, menjadi terkejut dan khawatir, maka tanpa banyak pikir lagi ia melompat maju dan memukulkan ruyungnya pada kepala Thian-te Lo-mo dalam usaha menolong kawannya itu! Akan tetapi, kakek itu lalu mempergunakan pangkal cambuknya yang kini bergantungan dari tangan kanan, gagang itu dipegang dengan tangan kiri dan disabetkan untuk menangkis ruyung yang menyambar kepalanya.

Ban Kong menjerit kesakitan karena ketika gagang cambuk itu beradu dengan ruyungnya, ruyungnya terpental keras dan gagang itupun terpental. Akan tetapi gagang cambuk terpentalnya aneh, bukan ke belakang, akan tetapi ke samping dan tepat menghantam pahanya!

Ban Kong merasa betapa paha kakinya seakan-akan remuk tulangnya dan tanpa dapat ditahan lagi ia terhuyung ke belakang, kemudian ia mundur dengan terpincang-pincang! Perwira yang sial ini untuk kedua kalinya mendapat pukulan dan sekali ini pahanya menjadi matang biru dan bengkak!

Setelah dapat merobohkan Te-sam Tai-ciangkun yang berlaku lancang itu, Thian-te Lo-mo lalu mengulurkan tangan kirinya dan mencengkeram jenggot Im-yang Po-san Bu Kam yang panjang sambil berkata, “Bu Kam, jenggotmu ini terlampau panjang, tidak pantas untukmu!”

Sambil berkata demikian, ia melakukan tarikan tiba-tiba yang keras dan “Brett!” jenggot yang panjang itu telah putus dan berada di tangannya! Ia lalu tertawa terpingkal-pingkal dan melompat mundur sambil melepaskan libatan ujung cambuknya pada dua kipas lawannya yang berdiri kebingungan dengan wajah pucat!

Thian-te Lo-mo melompat ke sana sini dan pada tiap meja yang masih penuh makanan, akan tetapi yang telah ditinggalkan oleh para tamu yang tadi duduk mengelilinginya, ia melemparkan beberapa helai jenggot itu sambil berkata,

“Pangeran Ong, hidanganmu buruk dan busuk! Kurang bumbu, kalau ditambah beberapa helai jenggot ini sebagai pengganti misoa, tentu lebih mendingan rasanya!” sebentar saja jenggot sekepal di tangannya itu habis beterbangan dan masuk ke dalam mangkok-mangkok yang penuh masakan di atas beberapa meja itu! Masih saja kakek itu tertawa-tawa senang, lalu berkata kepada muridnya yang masih bertempur seru melawan Bu Tong Cu dan Lee Siat,

“Anak gendeng, kau masih saja bergembira dan bermain-main? Ayo kita pergi, lebih baik kita mencari makanan di dapur kaisar, tentu banyak hidangan lezat!” Setelah berkata demikian, tubuhnya melesat dan tahu-tahu ia telah menarik tangan Tiong San diajak melompat keluar dan terus melayang ke atas genteng!

Semua perwira, terutama Bu Tong Cu, Lee Siat, dan Bu Kam sebagai perwira-perwira yang berpangkat si- wi atau pengawal istana, merasa terkejut sekali mendengar ucapan ini karena mereka menduga bahwa kakek gila itu tentu akan mengacau di istana!

Dan hal ini adalah tanggung jawab mereka, di samping perwira-perwira lain di istana. Maka mereka tidak mau memperdulikan lagi urusan di gedung pangeran Ong itu dan segera melompat keluar pula untuk secepat mungkin kembali ke istana membuat persiapan untuk menjaga istana kaisar dari gangguan orang- orang gila itu!

Sementara itu, setelah berada di atas genteng bersama suhunya, Tiong San merasa puas akan apa yang telah ia lakukan. Dengan memberi hukuman potong telinga, ia merasa yakin bahwa pangeran Ong Tai Kun akan merasa kapok untuk mengganggu anak bini orang lain dan ia merasa puas melihat betapa pelajaran yang telah dipelajari dan dilatihnya dengan tekun dan susah payah ternyata tidak mengecewakan.

Akan tetapi, hatinya masih berdebar kalau ia teringat kepada Khu Sin dan Thio Swie, kedua sahabat karibnya itu. Tadi pangeran Lu Goan Ong menyebut nama mereka, maka ia menduga bahwa kedua kawannya itu pasti masih berada di kota raja, dan menurut percakapan mereka dahulu setelah bertemu dengan pangeran Lu, banyak kemungkinan kedua sahabatnya itu kini mempunyai hubungan dengan pangeran itu!

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment