Pendekar Gila Dari Shan-tung Chapter 26

NIC

“Ha ha, manusia onta! Kau sedang berhadapan dengan muridku di atas bumi, jangan ikut campurkan aku yang berada di sorga!” kata Thian-te Lo-mo menyengir.

Kedua orang perwira itu marah sekali dan mereka hendak tumpahkan seluruh kemarahan mereka kepada Tiong San. Tanpa banyak cakap lagi mereka lalu mencabut senjata masing-masing dan menyerang Tiong San. Senjata mereka juga aneh dan mengerikan. Bu Tong Cu si Dewa Geludug bersenjata sebatang tongkat besi yang panjangnya empat kaki, sedangkan Sin-go Lee Siat bersenjata sepasang kapak yang bermata lebar dan tajam.

Ketika senjata-senjata itu menyerbu ke arah dirinya, Tiong San maklum akan kelihaian lawan, maka ia cepat melompat ke belakang dan segera melayangkan ujung cambuknya, mendahului dengan serangan dari jauh!”

Ia maklum bahwa menghadapi orang-orang kosen seperti dua orang perwira kerajaan itu, ia tidak boleh berlaku gegabah, dan sekali-kali tidak boleh melayani mereka dari dekat, maka ia mempergunakan kesempatan yang menguntungkan dengan melayani mereka dari jauh yang mungkin ia lakukan dengan senjatanya yang panjang.

Juga ia tidak berani main-main dan kali ini ujung cambuknya menyabet dengan keras dan mengarah bagian-bagian tubuh yang berbahaya dan jalan-jalan darah lawan, tidak seperti biasa hanya untuk membagi-bagi hadiah pada muka lawan saja.

Pertempuran berjalan seru dan ramai oleh karena biarpun menghadapi senjata yang panjang, akan tetapi oleh karena maju berdua dari kanan kiri dan permainan silat mereka memang cepat dan tenaga lweekang mereka telah sempurna, maka kedua orang perwira itu tidak terdesak, bahkan dapat membalas dengan serangan-serangan yang membawa maut!

Kali ini Tiong San benar-benar menghadapi lawan yang keras dan tangguh sehingga ia harus mencurahkan seluruh perhatian, tenaga dan kepandaian, barulah ia dapat meimbangi permainan mereka. Ia harus berlaku gesit dan lincah, karena dengan kelincahannya itu ia dapat melompat menjauhi setiap kali lawannya mendesak makin dekat dan mengirim serangan-serangan dari jarak jauh dengan ujung cambuknya.

Bu Tong Cu yang mempunyai lweekang tinggi, pernah mencoba untuk menangkap ujung cambuk dan merampas senjata lawan yang masih muda itu. Akan tetapi alangkah terkejutnya ketika ia berhasil menangkap ujung cambuk dalam cengkeraman tangan kirinya, tiba-tiba cambuk itu dibetot dengan keras sehingga telapak tangannya merasa perih seakan-akan dikerat pisau tajam!

Ia maklum bahwa cambuk itu bukanlah cambuk biasa dan terbuat dari bahan yang amat kuat serta digerakkan oleh tangan ahli yang telah menguasai sepenuhnya, maka ia tidak berani lagi mncoba untuk menangkapnya, hanya menggunakan tongkat besinya untuk memberi serangan-serangan kilat dengan terkaman-terkaman hebat.

Namun Tiong San benar-benar lincah dan latihan-latihannya yang dilakukan secara aneh itu telah memberi kekuatan dan keringanan tubuh luar biasa kepadanya. Tubuhnya berkelebat cepat dan cambuknya yang panjang itu dengan amat lihainya menari-nari dan menyambar-nyambar dengan gerakan-gerakan yang sukar diduga. Ujung cambuk yang kecil itu dengan lincahnya menyambar-nyambar lawan dan seakan-akan telah berubah menjadi puluhan ujung cambuk saking cepatnya ia bergerak.

Sin-go Lee Siat si Buaya Sakti, merasa penasaran sekali. Lawannya adalah seorang muda yang baru saja muncul di dunia kang-ouw. Masa dengan mengeroyok dua bersama Bu Tong Cu yang lihai, ia tak dapat juga merobohkan pemuda itu! Pernah ujung cambuk lawan itu melibat kapak di tangan kirinya. Terjadi saling betot dan dan karena ternyata ujung cambuk itu membelit kuat sekali dengan marah Lee Siat lalu membacok ke arah cambuk yang melibat gagang kapak di tangan kirinya itu dengan kapak di tangan kanan. Maksudnya hendak membikin putus ujung cambuk yang melibat itu, akan tetapi tiba-tiba ujung cambuk itu bagaikan seekor ular yang hidup, melepaskan diri dan melayang pergi sehingga ia menghantam gagang kapaknya sendiri dengan kapak kanan sehingga gagang kapak kiri itu hampir terbelah dua! Bukan main marahnya dan ia segera mengirim serangan-serangan nekat yang mematikan. Sepasang kapaknya bergerak cepat bagaikan dua ekor harimau galak menerkam korban.

Para pangeran dan perwira yang berada di situ menyaksikan pertempuran ini dengan penuh kekaguman. Tak mereka sangka bahwa pemuda itu dapat melayani Bu Tong Cu dan Lee Siat sedemikian baik dan uletnya. Diam-diam mereka merasa khawatir sekali karena baru muridnya saja sudah demikian lihai, belum suhunya turun tangan! Maka, diam-diam pangeran Ong Tai Kun lalu mengirim utusan lagi untuk mendatangkan jago-jago lain.

Pertempuran terjadi makin seru dan kini Te-sam Tai-ciangkun Ban Kong memutar-mutar ruyungnya dan maju membantu! Hanya dia sendiri yang berani maju membantu, oleh karena lain orang yang kepandaiannya lebih rendah, baru maju sebentar saja sudah terkena sabetan cambuk dan bahkan mengacaukan permainan kedua orang perwira itu. Dikeroyok tiga oleh orang-orang yang berilmu tinggi itu, biarpun ilmu cambuk Tiong San amat lihai dan berbahaya, lambat laun ia merasa sibuk juga.

Serangan-serangan ketiga orang lawannya bukanlah serangan-serangan biasa, akan tetapi setiap serangan apabila mengenai sasaran tentu akan menewaskan nyawa pemuda itu, sedangkan serangan- serangan Tiong San biarpun cukup ganas, akan tetapi ia tidak mempunyai maksud untuk membunuh orang. Kini karena keadaannya terdesak betul-betul, tiba-tiba ia berseru keras dan kini cambuknya berputar-putar menghantam ketiga orang pengeroyoknya sambil mengeluarkan suara “tar tar tar!” yang nyaring sekali dan memekakkan telinga ketiga orang pengeroyoknya!

Inilah ilmu cambuk Im-yang-joan-pian yang luar biasa hebatnya! Suara-suara yang keluar dari cambuk itu memang disengaja untuk mengacaukan pemusatan perhatian lawan dan untuk membingungkan lawan, karena pada saat cambuk berbunyi, ujungnya tidak menyerang, dan diam-diam tanpa mengeluarkan bunyi tiba-tiba ujungnya menghantam ke tempat berbahaya. Ada kalanya hal ini dibalikkan, dan pada saat lawan telah menjadi biasa dengan suara itu dan menganggap suara itu hanya gertakan belaka, tahu-tahu sambil mengeluarkan suara keras, ujungnya menyambar dengan cepat!

Karena ilmu cambuk Im-yang-joan-pian mempunyai gerakan kasar dan halus sesuai dengan sifat Im dan Yang (negatif dan positif), dan dengan digunakannya akal ini, maka Ban Kong yang kurang cepat gerakannya, ketika cambuk menyambar ke arah lehernya dan ia menangkis dengan ruyungnya, cambuk itu biarpun telah tertangkis, akan tetapi dengan sekali libatan, ujungnya masih meluncur terus dan berhasil menotok jalan darah yan-goat-hiat di bawah ketiak kanannya sehingga tiba-tiba ia merasa betapa tangan kanannya menjadi kaku dan senjatanya terlepas dari pegangan! Ia cepat melompat ke belakang sambil berseru nyaring dan tangan kanannya untuk sementara menjadi mati sehingga ia tidak dapat bertempur lagi!

“Ha ha, bagus, bagus!” Thian-te Lo-mo bersorak-sorak dari atas tiang penglari. Para perwira yang melihat ini lalu menghujani am-gi (senjata rahasia) lagi kepada kakek itu yang masih saja mempergunakan kedua kakinya yang ongkang-ongkang untuk menendang semua senjata yang melayang ke arah tubuhnya. Akan tetapi regu panah mulai beraksi dengan anak panah mereka yang menyerang bagaikan hujan. Ia lalu menggunakan cambuknya yang diputar ke bawah dan semua anak panah kena dikebut runtuh kembali ke bawah!

Biarpun telah mengalahkan Ban Kong, namun Bu Tong Cu dan Lee Siat masih merupakan lawan berat bagi Tiong San sehingga pertempuran masih berjalan amat ramai dan serunya. Pada saat itu terdengar bentakan hebat dan dari luar melayang tubuh seorang tinggi kurus. Begitu ia menyerbu ke dalam pertempuran dan menggerakkan senjata di tangan kiri yang berupa kipas, ujung cambuk Tiong San kena dikebut dan ujungnya membalik terpental karena dorongan tenaga yang luar biasa!

Tiong San terkejut sekali dan melompat mundur menjauhi. Ketika ia memandang, ternyata yang datang ini adalah seorang perwira berusia kurang lebih lima puluh tahun yang memelihara jenggot panjang sampai ke dada. Tubuhnya tinggi kurus dan sepasang matanya juling, yakni manik matanya di kanan kiri berada di ujung mendekati hidung sehingga mata itu nampak lucu dan aneh, tidak tahu sedang memandang ke mana! Inilah Im-yang Po-san Bu Kam, si Kipas Mustika Im-yang, jago istana kaisar yang menjadi seorang di antara perwira-perwira kelas satu. Senjata di tangannya adalah sepasang kipas berwarna putih dan hitam, gagang kipas terbuat daripada baja tulen dan permukaan kipas terbuat dari pada benang perak. Batang kipas yang terbesar di tangan kiri mempunyai ujung yang runcing dan sifat kipas inilah yang membuat senjata aneh itu disebut Im-yang Po-san atau Kipas Mustika Im-yang karena kipas ini mempunyai dua sifat yang bertentangan.

Kipas di tangan kiri berwarna hitam dan bersifat keras, sedangkan kipas di tangan kanan yang berwarna putih bersifat lemas. Ia dapat memainkan dua kipas ini dengan gerakan-gerakan yang berbeda dan berlawanan, dan orang yang dapat memainkan dua senjata di dunia dengan tangan dan tenaga yang berlainan, yakni tenaga gwakang (tenaga kasar) dan tenaga lweekang (tenaga leams) atau yang disebut juga tenaga luar dan tenaga dalam, tentu saja dapat dibayangkan betapa tinggi dan lihainya ilmu kepandaiannya!

Jumlah perwira kelas satu di istana kaisar ada lima orang dan dalam hal permainan senjata, Bu Kam telah menduduki tempat tinggi, dan pengalaman bertempurnya yang sudah puluhan tahun itu membuat ia lebih tangguh lagi. Dulu, ketika Thian-te Lo-mo mengacau di istana dan kota raja, pernah Im-yang Po-san Bu Kam ini ikut mengeroyoknya dan pada waktu itu memang ia kalah menghadapi Thian-te Lo-mo.

Akan tetapi semenjak dikalahkan oleh kakek sakti itu, Bu Kam telah melatih diri dengan hebat sekali sehingga kini ilmu kipasnya jauh lebih tinggi dari pada dahulu. Ketika ia mendengar bahwa musuh besarnya membawa seorang murid datang lagi ke kota raja untuk mengacau, maka ia yang kebetulan berada di tempat penjagaan dan menerima laporan ini, segera datang membawa kipasnya dan sekali kebut saja ia berhasil membuat cambuk di tangan Tiong San terpental ujungnya!

SEMENTARA itu, ketika Thian-te Lo-mo melihat gerakan kipas Bu Kam, ia maklum bahwa muridnya takkan kuat menghadapi para pengeroyoknya, maka ia lalu tertawa terkekeh-kekeh dan tubuhnya melayang turun dan tahu-tahu sudah berada di depan Im-yang Po-san Bu Kam.

“Ha ha, kipas mustikamu itu ternyata makin lihai saja!” katanya kepada Bu Kam yang memandang marah.

“Orang tua gila! Kau masih belum mati? Kerjamu hanya mengacau saja. Sungguh-sungguh orang gila yang patut dibasmi karena berbahaya!”

Mendengar ini, Thian-te Lo-mo tertawa makin keras dengan hati geli. “Memang, memang benar dan tepat sekali syair itu. Bu Kam, kau belum mendengar syair yang dikarang oleh muridku yang pandai ini? Dengar!

Posting Komentar