Akan tetapi, Tiong San yang cukup mengerti akan hal suhunya ini, tadi telah memasang matanya dengan tajam sehingga gerakan Ong Tai Kun ini sekilat saja dapat dilihatnya sehingga ia dapat menduga bahwa orang muda yang gagah dan tampan inilah tentu tuan rumah bernama Ong Tai Kun yang hendak memaksa Bwee Ji menjadi selirnya.
“Pangeran Ong, majulah kau!” katanya dan tiba-tiba cambuknya meluncur ke arah pangeran itu yang cepat menggunakan pedangnya menangkis. Akan tetapi, ketika pedangnya membentur ujung cambuk, ia merasa tangannya gemetar dan ternyata bahwa cambuk itu tidak dapat terputus oleh sabetan pedangnya, bahkan ujung cambuk secara istimewa sekali telah melibat pinggangnya! Sebelum ia dapat meronta dan melepaskan diri, tahu-tahu tubuhnya telah ditarik dan melayang bagaikan dilontarkan ke arah Tiong San dan tahu-tahu ia telah jatuh berdiri di depan pemuda tampan itu.
“Pangeran Ong Tai Kun, kau benar-benar jahat dan entah telah berapa banyak anak gadis orang menjadi korbanmu! Ayo kau lekas menulis pengakuan di atas kain ini!” sambil berkata demikian, Tiong San lalu menarik sebuah tirai kuning dari tembok dan membentangkan tirai itu di atas meja setelah dengan tangan kiri ia menggulingkan meja sehingga semua mangkok jatuh ke atas lantai.
“Lekas tulis bahwa kau telah merasa kapok dan tidak mau mengganggu anak bini orang lagi!” Tiong San mengeluarkan sebatang pit dan baknya yang selalu berada di kantong bajunya. “Ayo tulis!”
Tentu saja Ong Tai Kun tidak mau melakukan hal ini dan sambil berseru, “Serbu!” ia lalu mengangkat pedangnya menusuk ke arah dada Tiong San yang berada di depannya, sedangkan para perwira juga mengangkat senjata sehingga sebentar saja pemuda itu telah dihujani senjata!
“Bagus!” Tiong San berseru keras dan tiba-tiba ia melompat jauh, berdiri di atas sebuah meja dan ketika para pengeroyoknya mengejar, ia menggerakkan cambuknya. “Tar ....! Tar ....! Tar ....!” Kembali orang- orang itu mundur dengan kaget dan berteriak kesakitan.
Seperti halnya ketika Thian-te Lo-mo menggerakkan cambuknya tadi, kini cambuk di tangan Tiong San telah mendapat korban dan muka-muka perwira yang telah digurat merah oleh cambuk Thian-te Lo-mo kini bertambah dengan sebuah guratan baru yang lebih merah dan perih!
“Pangeran Ong, kau mencari penyakit!” kata Tiong San dan cambuknya melayang cepat sehingga sedetik kemudian ujung cambuk telah menyambar telinga kiri Ong Tai Kun yang menjadi putus! Pangeran itu menjerit kesakitan dan menggunakan kedua tangannya untuk memegangi bagian kepala yang kini tak bertelinga itu lagi.
Ia hendak lari ke dalam, akan tetapi kembali cambuk di tangan Tiong San bergerak dan membelit kedua kaki pangeran itu sehingga ketika ditarik, pangeran itu roboh terguling! Tiong San melayang dari atas meja dan segera memegang pundak pangeran itu yang ditekannya kuat-kuat sehingga pangeran Ong Tai Kun merasa betapa tulang pundaknya seakan-akan hendak remuk!
“Ampun, Shan-tung Koay-hiap !” Ia merintih.
Tiba-tiba terdengar Thian-te Lo-mo tertawa bergelak kembali. “Ha ha ha! Murid gendeng, kau ternyata ikut menjadi gila! Aku tidak sudi ikut campur menjadi orang gila, karena kau telah mencampuri urusan dunia yang gila! Aku hendak pergi ke istana kaisar menikmati masakan-masakan hebat di dapurnya!”
Akan tetapi pada saat itu, perwira yang tadi diutus oleh Ong Tai Kun untuk minta bala bantuan dari istana kaisar, telah tiba kembali dan bersama dia ikut dua orang perwira yang bertubuh aneh.
Seorang di antara mereka bertubuh bongkok dengan punggung seperti punggung onta, lehernya panjang sehingga dalam pakaian perwira tinggi ia nampak lucu sekali. Kepalanya yang berambut putih itu menunjukkan ketinggian usianya, akan tetapi sepasang matanya masih bersinar terang.
Inilah Lui Kong Bu Tong Cu Si Dewa Geludug! Orang kedua juga berpakaian perwira dan tubuhnya tak kalah anehnya. Tubuhnya bagian atas, batas pinggang sampai ke kepala berikut kedua lengannya, pendek dan lucu, akan tetapi tubuh bagian bawah batas pinggang sampai ke jari kaki, panjang-panjang. Usianya lebih muda, kurang lebih empat puluh lima tahun. Inilah Sin-go Lee Siat, Si Buaya Sakti!
Mereka berdua adalah jago-jago atau perwira-perwira kerajaan yang menduduki tingkat kedua atau setingkat lebih tinggi dari pada kedudukan Te-sam Tai-ciangkun Ban Kong! Melihat kedatangan kedua orang ini, semua perwira dan pangeran bernapas lega, oleh karena mereka telah tahu kelihaian dua orang ini dan mengharapkan bahwa dua orang ini akan dapat menundukkan Shan-tung Koay-hiap dan Thian-te Lo-mo yang lihai! Oleh karena itu, mereka lalu mengundurkan diri jauh-jauh untuk memberi tempat luas bagi kedua orang perwira itu.
Akan tetapi, Tiong San pura-pura tidak melihat kedatangan dua orang aneh ini dan ketika pangeran Ong Tai Kun hendak mengundurkan diri pula, ia cepat mengulurkan tangan dan menekan pundaknya sehingga terpaksa ia menghentikan langkahnya.
“Eh, eh, kau hendak ke mana? Tidak boleh pergi sebelum kau menuliskan pengakuan itu dengan huruf- huruf besar!”
Pangeran Ong yang masih merasa perih dan sakit sekali kepalanya bagian kiri yang sudah hilang telinganya, memandang kepada dua orang perwira yang baru datang untuk minta pertolongan. Lui Kong Bu Tong Cu Si Dewa Geludug melangkah maju dan sambil tertawa ha ha, hi hi, ia lalu maju dan berkata, “Hm, inikah yang bernama Shan-tung Koay-hiap? Sungguh mengagumkan. Muda, tampan dan gagah!”
Ia mengulur tangan untuk membangunkan Ong Tai Kun dan seperti yang tak disengaja ia membentur tangan Tiong San yang menekan pundak pangeran itu. Tiong San merasa betapa benturan itu membuat tangannya kesemutan dan tahulah ia bahwa yang kelihatan seperti seorang penderita cacad ini ternyata adalah seorang ahli lweekeh yang tangguh. Maka ia lalu melangkah mundur setindak sehingga pangeran itu dengan girang dapat mengundurkan diri dan ia segera dirawat oleh para perwira untuk mengobati telinganya yang telah lenyap sebelah!
Tiong San menghadapi kedua perwira itu dan setelah memandang sejenak, ia tertawa berkakakan dengan hati geli. “Eh, eh, belum pernah aku melihat orang-orang seperti kalian! Apakah kalian juga datang hendak mencoba rasanya hidangan pangeran Ong yang tidak enak itu?”
“Shan-tung Koay-hiap, kau masih muda dan gagah, mengapa kau ikut-ikut mencontoh perbuatan Thian-te Lo-mo yang gila?” Sin–go Lee Siat si Buaya Sakti menegur marah sambil melangkah maju.
Akan tetapi, tiba-tiba ia mengelak ke samping karena telinganya yang tajam dapat mendengar sambaran sebuah benda kecil. Akan tetapi ia kalah cepat dan benda kecil itu telah mengenai kepalanya yang botak. “Tak!” dan benda itu pecah berantakan. Ternyata yang menyambar kepalanya itu adalah sebuah kacang yang disambitkan oleh Thian-te Lo-mo dari atas tiang penglari!
“Ha ha ha! Orang panjang tapi pendek! Kau sendiri yang gila, akan tetapi kau memaki orang waras! Cocoklah bunyi syair yang ditulis oleh muridku yang gendeng!” Lalu ia mengucapkan syair yang dulu ditulis oleh Tiong San, akan tetapi ia mengucapkannya sambil dilagukan dengan suara aneh dan lucu.
Dunia penuh orang gila ..........
yang waras disebut gila ...........
yang gila merajalela ..........
Thian-te Lo-mo hanya mengambil bagian tengahnya saja, bagian yang paling disukainya, bagian yang menimbulkan rasa sukanya kepada Tiong San dan yang membuat ia mengambil keputusan untuk menjadikan pemuda itu sebagai muridnya.
Kedua orang perwira kerajaan itu cepat menengok dan mereka tidak menyangka sama sekali bahwa kakek itu berada di atas tiang. Tadi memang mereka telah mendengar bahwa kakek sakti itu datang pula mengacau. Akan tetapi ketika mereka memasuki ruangan dan tidak melihat Thian-te Lo-mo, mereka menjadi lega dan berbesar hati.
Siapa tahu, ternyata kakek itu berada di atas, ongkang-ongkang sambil tertawa menyeringai! Kecutlah hati kedua orang perwira ini karena biarpun mereka sebagai perwira-perwira yang belum lama bertugas, belum pernah merasakan kelihaian kakek itu. Namun mereka telah mendengar nama Thian-te Lo-mo yang ditakuti orang bagaikan orang menakuti seorang iblis tulen!
“Thian-te Lo-mo!” Bu Tong Cu Si Dewa Geludug berkata kepadanya. “Apakah kau hendak mengacau lagi? Turunlah kau, jangan kira bahwa kami takut padamu!” Thian-te Lo-mo tertawa lagi dan kembali tangannya bergerak, dan sebutir kacang melayang ke arah dadanya! Bu Tong Cu seorang ahli silat kawakan, maka tentu saja ia tidak mudah diserang dengan sambitan ini, maka ia segera miringkan tubuhnya.
Tak disangkanya sama sekali bahwa hampir berbareng dengan kacang pertama, kacang kedua menyusul dan tepat mengenai punuknya yang seperti punuk onta itu! Ia tidak merasa sakit, akan tetapi hatinya lebih sakit karena ia merasa dipermainkan!