"Bagus perbuatan kalian berdua! saya membawa saksi mata yang ikut nonton dari sini, dan saya akan laporkan perbuatan kalian kepada sri baginda maharaja ... !"
Kaget Siu Lan yang berada didalam kamar seperti dia mendengar suara geleduk magrib, juga pangeran Sip Lun kaget dan ketakutan setengah mati, membayangkan kepala bakal mengucap good-bye dan berpisah dengan batang leher. Cepat-cepat pangeran Sip Lun menutupi kepalanya memakai selembar selimut, sehingga dia tidak sempat melihat waktu Shiang Hwa meninggalkan tempat dia mengintai didekat jendela sebaliknya Siu Lan tabahkan hatimu, eh; tabahkan hatinya buat mengawasi kearah daun jendela, sehingga sempat dia melihat bayangan Shiang Hwa yang berkelebat menghilang seperti hantu takut kesiangan.
"Keledai dungu! tabahkan hatimu dan jangan kau berlaku sebagai pengecut..,.!” Siu Lan membentak pangeran Sip Lun, dan dia menarik selimut yang menutupi tubuhnya pangeran yang seperti arjuna itu; akan tetapi buru-buru dia menutup lagi tubuh sang play-boy itu, takut Shiang Hwa nanti ngintip lagi, sebab Sip Lun belum pakai celana.
Sementara itu, pangeran Sip Lun berkata sambil dia nyengir kayak keledai digurun pasir.
"Aku bukan takut dengan kuntianak itu, akan tetapi takut dengan pie-he yang pintar menggal kepala ..."
“Eh, berapa sih harga kepalamu ..." Siu Lan menanya
dengan nada suara mengejek.
"Terlalu mahal, kagak mau aku jual .. " pangeran Sip Lun menjawab pakai sulfaplus nyengir.
"Uh, mana lebih mahal kalau dibanding dengan kepala kuntianak itu ..?” Siu Lan menanya lagi; tetap terdengar menyakiti telinga pangeran Sip Lun.
"Jelas lebih mahal kepalaku ..." sahut pangeran Sip Lun yang jadi ogah nyengir.
"Nah, kita beli kepala dia .. " Siu Lan berkata lagi; tegas nada suaranya, bukan seperti dia sedang bergurau.
"Okay, biar aku yang beli; lengkap berikut tubuhnya ...!” sahut pangeran Sip Lun yang jadi kegirangan; merasa belum bosan dengan bekas pacar lama.
“Sialan mana! mana telingamu ... !" Siu Lan memaki dan memerintah pangeran Sip Lun menyerahkan telinganya. "Eh! jangan dicopotin ...!" pangeran Sip Lun berteriak ketakutan, meskipun sebenarnya dia tidak merasa sakit waktu sebelah telinganya ditarik oleh Siu Lan.
"Bukan mau dicopotin, tetapi mau dibisikin ... " sahut Siu Lan, dan dia menyambung bisik-bisik yang memerlukan waktu lima belas menit; setelah itu dia menggigit telinga pangeran muda itu. Gergetan!
Pangeran Sip Lun tertawa lima belas kali 'he', sehabis telinganya kena bisik-bisik yang nyelekit nyelekit seperti ketiup angin selatan, setelah itu terasa agak sakit seperti digigit tumbila.
Setelah merasa cukup tertawa lima belas kali 'he', maka pangeran buru-buru lompat turun dari atas ranjang; akan tetapi buru-buru dia jongkok lagi. Lupa, belum pakai celana.
Ganti Siu Lan yang tertawa enam-belas kali hi, dan buru- buru lompat turun dari atas ranjang; tetapi kagak lupa nyambar selimut.
Sempat pangeran Sip Lun memakai pakaiannya, ketika Siu Lan nyelip kekamar mandi: setelah itu dia memberikan sekedar 'cup-cup' kepada Siu Lan; dan Siu Lan memberikan sekeping uang emas kepada pangeran Sip Lun lalu pangeran itu nyeplos-ngilang dari dalam kamar Siu Lan.
Waktu sudah berada didalam kamarnya sendiri, maka pangeran yang perkasa ini memanggil seorang budaknya, buat memerintahkan memanggil seorang pengawal pribadi yang bernama Liong A Liong.
Liong A Liong itu dahulunya merupakan seorang anggota perampok 'Liong-liong Ah’ atau persekutuan 'Napas naga' diatas gunung 'Liong-liong Uh' atau gunung Lima-naga. Persekutuan Napas-naga itu sudah habis semua berhenti napas, dijadikan sate-naga oleh liehiap Liu Gwat Ing berdua Kwee Su Liang, selagi kedua pendekar itu merajalela sambil pacaran, sekarang sisa Liong A-Liong yang pintar menggunakan senjata sepasang sumpit ('chop- stick' kalau nginjam istilah Ku Lung yang pintar bahasa Inggris ala Hongkong ). Saking pintarnya Liong A Liong menggunakan sepasang senjatanya yang istimewa itu, perutnya jadi gendut terokmok kebanyakan minyak babi; tetapi sepasang kakinya pintar nyepak seperti ekor naga yang kebut-kebutan, sebab Liong A Liong ternyata pintar kun tao 'touw-tee-kun', yang kalau diterjemahkan menjadi 'rock'n roll’ alias lompat sambil guling-gulingan.
Liong A Liong yang mengabdi kepada pangeran Sip Lun sehabis dia ngacir dari gunung Lima naga, merasa hidup senang; dapat gaji cukup, dapat cewek cukup dan sempat menggunakan sepasang sumpitnya karena makanan cukup banyak tersedia. Waktu tengah malam itu secara mendadak Liong A Liong dipanggil menghadap oleh M alias sang majikan maka buru-buru dia datang menghadap tanpa dia lupa menyelipkan sepasang senjatanya yang bukan main. Dengan gaya James Bond masa cepat-cepat Liong A Liong menghadap M, sementara M dengan gaya seorang pimpinan anggota dinas rahasia, bicara bisik-bisik dengan Liong A Liong menandakan dia memberikan perintah yang berupa 'top secret', setelah itu pangeran Sip Lun memberikan uang emas yang tadi dia terima dari sang ibu tiri yang merangkap jadi kekasih. Senang hatinya ketika mendapat perintah rahasia itu, mengantongi sekeping uang emas dan membayangkan bakal 'gelut' melawan seorang selir yang aduhai. Langsung dia nyelip-nyelip mau nyeplos kekamar Shiang Hwa akan tetapi waktu dia melihat pintu kamar ditutup rapat dan dikunci dari sebelah dalam; maka sekilas Liong A Liong jadi berdiri ragu ragu setelah itu sepasang kakinya mulai nyepak-nyepak angin selagi mulutnya kemat-kemit seperti sedang membaca jampi akan tetapi pintu kamar itu tetap kagak dibuka sebab kakinya memang kagak nyentuh daun pintu.
Akhirnya lembut-lembut dan perlahan Liong A Liong mengetuk daun pintu itu, sedangkan Siang Hwa yang berada didalam kamar, memang belum tidur sebab dia sedang memikirkan daya hendak melaporkan kejadian pangeran Sip Lun indehoy. Siang Hwa menganggap seorang pelayannya yang mengetuk pintu, dan pelayan itu tentu hendak menambahkan laporannya mengenai sang playboy yang bakal pulang pagi, sehingga buru-buru Shiang Hwa membuka pintu, namun sejenak dia berdiri mematung, lalu dia teringat dengan Liong A Liong yang pengawal pribadi dari pangeran Sip Lun, dan yang sepasang matanya sering kelilipan ngedip-ngedip kalau sedang mengawasi Siang Hwa.
Sekilas terpikir oleh Shiang Hwa, bahwa Liong A Liong datang tentu membawa pesan dari pangeran Sip Lun; dan pesan itu tentunya berupa 'minta ampun' dan bakal menyertai rayuan gombal. Untuk kepastiannya, maka Siang Hwa menanya kepada Liong A-Liong: