--0-~
KWEE SU LIANG tiba di kota-raja akan tetapi dia tidak berhasil menemui sri baginda maharaja, yang selalu sibuk mengurusi selir-selir kesayangannya; sehingga Kwee Su Liang hanya menghadap menteri kehakiman Pouw Goan Leng dan menteri Pouw Goan Leng menjadi sangat terkejut sekali pada saat mendengarkan laporan dari Kwee Su Liang, bahkan semua peristiwa pembunuhan yang terjadi di kota raja maupun di kota San hay koan, ternyata didalangi oleh pangeran Kim Lun, dan pangeran Kim Lun bahkan sedang merencanakan perbuatan pemberontakan.
Menteri kehakiman Pauw Goan Leng kemudian berjanji kepada Kwee Su Liang, bahwa dia akan meneruskan laporan itu kepada sri baginda maharaja, selekas dia mendapat kesempatan buat menghadap; dan menteri yang tua-tua keladi itu kemudian memberitahukan kepada Kwee Su Liang, bahwa selama Kwee Su Liang pergi meningggalkan perbatasan kota Gan bun koan, maka sekelompok kawanan perampok dari suku bangsa Watzu, Tartar, dikabarkan telah berulangkali melakukan penyerangan terhadap kota Gan bun koan dan melakukan kejahatan merampok didalam kota, sehingga Hui thian liong-li Lie Gwat Hwa yang mewakilkan tugas suaminya, berulangkali mengirim laporan ke kota raja dan minta tenaga bantuan, akan tetapi sri baginda maharaja melalaikan laporan itu, sebab tetap sedang dibikin sibuk oleh para selir-selir.
Sudah tentu Kwee Su Liang menjadi sangat terkejut waktu dia mendengar berita itu, sekilas mukanya berobah pucat, karena mendadak dia teringat dengan ucapan si orang-tua sakti Lauw Tong Sun, waktu dia mengajak puteranya pergi memburu diatas gunung Touw bok san. Akan terjadi malapetaka yang bakal menimpa puteranya, oleh karena dia bakal pergi meninggalkan kota Gan bun koan; kata-kata ini yang pernah diucapkan oleh Lauw Tong Sun.
Oleh karena itu, cepat-cepat Kwee Su Liang pamitan dari menteri Pauw Goan Leng; bahkan dia minta tolong menteri tua itu memberikan kabar kepada pangeran Gin Lun bahkan untuk sementara dia harus lekas lekas pulang ke perbatasan kota Gan bun koan, setelah itu baru dia kembali ke kota San hay koan.
Kwee Su Liang melakukan perjalanan secara tergesa- gesa, tetap dia memakai kuda kesayangannya; akan tetapi disepanjang perjalanan itu, masih tetap dia merasa gelisah memikirkan keselamatan puteranya, disamping itu dia pun memikirkan Liu Giok Ing.
Mengenai kawanan perampok suku bangsa Watzu yang berani menyerang dan melakukan pengacauan didalam kota Gan bun koan, sesungguhnya adalah diluar dugaan Kwee Su Liang. Tidak terpikir olehnya tentang adanya kemungkinan pihak bangsa Watzu yang bakal menyerang negeri Cina, meskipun diketahuinya bahwa suku bangsa itu sedang membentang pengaruh. Untuk menghadapi serangan atau gangguan pihak kawanan perampok, sebenarnya ada isterinya yang gagah perkasa yang bakal sanggup menghadapi, disamping masih ada Kwee hujin berdua Sie hujin yang bukan merupakan sembarang wanita lemah. Cemas hati Kwee Su Liang memikirkan keadaan isteri dan kedua bibiknya itu, yang dia khawatir mendapat cedera, juga mengenai puteranya yang katanya bakal menghadapi bencana, sebagai akibat perbuatan Kwee Su Liang yang telah membunuh seekor anak harimau !
Tanpa mengenal lelah sekali Kwee Su Liang melakukan perjalanan siang maupun malam; tetapi selekas dia sudah mendekati kota perbatasan Gan-bun koan disebelah selatan, dia semakin menjadi terkejut dan cemas; sebab dia melihat banyaknya penduduk kota Gan bun koan yang mengungsi; berduyun-duyun meninggalkan kota yang sedang dilanda keganasan kawanan perampok suku bangsa Watzu, yang bahkan membakari rumah-rumah penduduk dan melakukan pembunuhan serta memperkosa wanita. "Pihak tentara tak mampu mengatasi kekacauan, selagi Kwee tiehu tidak ada ditempat ..." demikian Kwee Su Liang memperoleh keterangan dari para penduduk yang sedang mengungsi meninggalkan kota Gan bun koan, dalam suasana cemas dan ketakutan.
Kwee Su Liang merasa sangat pedih hatinya, disamping dia marah terhadap kawanan perampok yang sedang mengacau. Dia pun semakin merasa cemas memikirkan keadaan anaknya, serta isteri dan kedua bibinya, sehingga Kwee Su Liang meneruskan perjalanannya, menerobos diantara sekian banyaknya penduduk yang mengungsi, yang berduyun-duyun mengambil arah yang berlawanan dengan tujuan Kwee Su Liang, sampai mendadak Kwee Su Liang menghadapi peristiwa kawanan perampok yang sedang melanda kota kekuasaannya, tanpa ada pihak tentara yang merintangi atau menghalau kawanan perampok itu.
Mereka dengan ganasnya sedang merampok dan membakar rumah-rumah dusun yang sedang dilewati oleh Kwee Su Liang, sehingga terlihat api yang berkobar menyala, serta terdengar berbagai macam pekik suara dari kawanan perampok yang sedang mengacau serta dari penduduk setempat yang sedang dilanda keganasan.
Mayat-mayat para penduduk banyak yang bergelimpangan; dijalan raya maupun dirumah-rumah, sementara pekik teriak suara wanita yang diperkosa ataupun yang ketakutan karena diancam bahaya maut, membikin meluap rasa marah Kwee Su Liang, sehingga dia ikut berteriak sekeras yang mampu dia lakukan, setelah itu dengan pedangnya dia mulai mengamuk dikalangan kawanan perampok.
Menghadapi kawanan perampok bangsa Watzu yang kejam dan ganas, Kwee Su Liang ikut menjadi buas, sehingga dalam sekejap sudah ada belasan perampok yang menjadi mangsa pedangnya; selagi dia mengamuk dan tetap sambil menunggang kuda.
Dilain kesempatan Kwee Su Liang lompat turun dari atas kuda, dan tubuhnya melesat kesuatu rumah yang didengarnya ada suara pekik teriak dari seorang wanita. Sebelah kaki Kwee Su Liang menendang daun pintu yang tertutup, setelah itu dilihatnya ada seorang perampok bertubuh tinggi-besar, yang sedang berusaha hendak memperkosa seorang wanita muda.
Ada lima orang kawanan perampok yang sedang tertawa menyaksikan perbuatan rekan mereka, dan mereka menjadi sangat terkejut ketika secara mendadak Kwee Su Liang lompat masuk sambil menendang daun pintu. Mereka tidak berdaya merintangi, ketika dengan marah Kwee Su Liang meraih bagian punggung laki-laki yang hendak memperkosa wanita muda itu dan tubuh laki-laki yang tinggi besar itu dengan mudah dilempar keluar pintu oleh Kwee Su Liang, setelah itu dia tempur ke 5 kawanan perampok yang sudah mulai menyerang dia.
Kawanan perampok itu merasa sukar mengepung Kwee Su Liang didalam rumah yang tidak besar itu; sehingga mereka keluar dan Kwee Su Liang mengejar terus, dan terjadi mereka bertempur di jalan raya; sedangkan kawanan perampok semakin banyak yang ikut mendekati tempat pertempuran itu dengan mengambil sikap mengurung, sebab ternyata 5 orang perampok yang sedang ditempur oleh Kwee Su Liang, merupakan pimpinan dari kawanan perampok yang melakukan keganasan.
Dengan mengerahkan ilmu 'pek ban kiam hoat' yang khusus diciptakan oleh tayhiap Pek Ban Tong, gurunya; maka Kwee Su Liang mengamuk dalam kepungan 6 orang pimpinan kawanan perampok bangsa Watzu. Pedangnya dengan gesit menyambar silih berganti arah melancarkan berbagai serangan maut. Akan tetapi, ternyata tidak mudah buat Kwee Su Liang mengalahkan 6 orang kawanan perampok, yang ternyata mahir ilmu silatnya; sementara Kwee Su Liang bertambah cemas ketika melihat semakin banyaknya rumah penduduk yang sedang terbakar serta masih terdengarnya pekik teriak mereka yang sedang ketakutan.
Dalam keadaan yang seperti itu, dan selagi Kwee Su Liang seorang diri mengamuk ditengah kepungan para perampok; mendadak datang serombongan tentara yang dipimpin oleh seorang perwira muda. Mereka segera ikut bertempur menghadapi kawanan perampok, dan pada kesempatan lain perwira muda berhasil mendekati tempat Kwee Su Liang yang sedang mengamuk, dan perwira muda itu berteriak girang ketika melihat sang gubernur yang sudah pulang :
"Kwee tay-jin ---!”
Kwee Su Liang yang memang sempat mengetahui kedatangannya pihak tentara negeri, segera mengenali perwira itu yang ternyata bernama Lim Su Kie.
"Lim ciangkun, jangan biarkan ada kawanan perampok yang melarikan diri. Habiskan mereka semua ...!" Kwee Su Liang ikut berteriak, membakar semangat pembantunya yang masih muda itu; sehingga Lim Su Kie menjadi bertambah girang dan bertambah semangat tempurnya menghadapi kawanan perampok yang ganas itu.
Sementara itu, penduduk setempat yang juga ikut mengetahui bahwa gubernur mereka sedang bertempur menghadapi kawanan perampok, maka kaum laki-laki yang masih muda, ikut membantu memberikan perlawanan terhadap kawanan perampok; sehingga dalam sekejap kawanan perampok itu menjadi bercerai-berai, banyak yang berusaha hendak melarikan diri, namun tidak diberi kesempatan oleh pihak tentara negeri, maupun oleh penduduk yang sudah bangkit semangat perlawanan mereka.
Dipihak Kwee Su Liang, dia ikut memperhebat serangannya, sehingga berhasil melumpuhkan dua orang pimpinan kawanan perampok yang sedang mengepung; dan kedua kawanan perampok itu lalu dibinasakan oleh serombongan tentara negeri.
Pimpinan perampok yang bertubuh tinggi besar, yang tadi kena dilempar oleh Kwee Su Liang; terdengar berteriak marah ketika dilihatnya dua orang rekannya kena ditewaskan. Dengan tenaganya dahsyat, dia membacok Kwee Su Liang memakai goloknya yang berat; akan tetapi dengan lincah Kwee Su Liang berhasil menghindar dari bacokan itu, lalu dengan gerak tipuan 'sin liong jip hay' atau naga sakti terjun ke laut, dia menikam ke bagian dada lawannya yang tetap mencapai sasaran, sehingga perampok bertubuh tinggi besar itu rubuh tewas seketika !
Pihak kawanan perampok semakin menjadi berkecil hati, ketika tiga orang pemimpin mereka telah ditewaskan; mereka berusaha hendak melarikan diri, akan tetapi mereka tidak diberikan oleh pihak tentara negeri maupun oleh pihak penduduk yang telah bangkit kemarahannya, dan yang saat itu langsung dipimpin oleh gubernur mereka, Kwee Su Liang.
Mayat-mayat kawanan perampok akhirnya habis tewas semuanya, tanpa ada seorang pun yang berhasil dengan melarikan diri; sedangkan Kwee Su Liang kemudian memerlukan memberi perintah kepada pihak tentara, untuk bantu memadamkan api yang sedang berkobar-kobar membakar rumah penduduk, serta memberikan pesan kepada ciangkun Lim Su Kie supaya berusaha mengamankan daerah setempat; setelah itu Kwee Su Liang buru-buru meneruskan perjalanannya, hendak menemui anak dan isterinya, oleh karena hatinya semakin menjadi cemas ketika Lim ciangkun memberitahukan bahwa gedung tempat kediamannya, sudah beberapa kali diserbu oleh kawanan perampok yang ternyata banyak rombongannya.
Hari sudah mendekati magrib ketika Kwee Su Liang memasuki kota Gan-bun koan, dan dia langsung menuju gedung tempat kediamannya, yang kelihatan dijaga ketat oleh sepasukan pengawal bersenjata siap bagaikan keadaan perang.
Kedatangan Kwee Su Liang sudah tentu disambut dengan gembira oleh para perwira, maupun oleh segenap tentara yang sedang bertugas dibawah perintah Kwee Su Liang, akan tetapi pada wajah mereka kelihatan jelas bahwa mereka dalam keadaan gugup dan cemas, menambah keadaan Kwee Su Liang semakin jadi bertambah gelisah.
Sementara itu, hui thian Hong lie Lie Gwat Hwa langsung menangis didalam rangkulan suaminya, juga Sie Kim Lian berdua Kwee Giok Cu yang kebenaran berada didekat bibik mereka, ikut terisak menangis.
“Gwat moay, tenangkan hatimu dan ceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi ..." Kwee Su Liang berusaha menghibur isterinya, meskipun keadaannya sendiri sedang merasa gelisah dan cemas, karena dia tidak melihat kehadiran puteranya, juga kedua bibiknya.
'Hui thian liong li' Gwat Hwa masih terisak menangis, waktu dia berusaha menceritakan kepada suaminya, tentang peristiwa yang telah terjadi selama suaminya sedang menjalankan tugas ke kota raja : “Malapetaka telah terjadi setelah siang-kong pergi; kawanan perampok bangsa Watzu secara mendadak memasuki kota dan melakukan perampokan; sehingga . , . sehingga ..”
Kwee Su Liang merasa sangat tegang ketika isterinya seperti tidak sanggup meneruskan perkataannya. Bagaimana dengan keadaan puteranya dan kedua bibiknya
?
“Teruskan, moay-moay ..." akhirnya Kwee Su Liang berkata secara lembut, sambil dia membelai bagian kepala isterinya.
“Anak kita; Siangkong; Bun jie. Dia, dia...”
Bertambah kaget Kwee Su Liang, dan semakin dia menjadi merasa cemas.
“Bun jie, kenapa dia moay-moay ?”
“Setengah bulan yang lalu, siangkong, waktu pertama kali terjadi kawanan perampok melakukan penyerangan terhadap tempat kita, Bun jie mendadak hilang ..."