Pembakaran Kuil Thian Lok Si Chapter 24

NIC

Ia melihat dua orang saikong itu melompat naik ke sebuah rumah gedung. Cin Pau juga melompat, akan tetapi pada saat ia melompat ke atas, seorang di antara kedua pendeta cabul itu menengok hingga dapat melihatnya. Mereka berdua berseru keras dan dengan cepat menerjang maju dan bermaksud membinasakan pemuda itu dengan sekali serang. Akan tetapi, dengan memutar pedang Pek Kim Kiamnya, Cin Pau menangkis dan membentak keras,

“Jai Hwa Cat terkutuk !”

Mendengar bentakan ini, kedua saikong itu terkejut sekali oleh karena tak pernah mereka mengira bahwa ada orang yang telah mengetahui rahasia mereka. Pula, melihat betapa gerakan pedang pemuda ini sangat lihainya, mereka lalu menyerang lagi dengan keras dan mempergunakan kesempatan pada saat Cin Pau mengelak ke samping, lalu melompat jauh dan melarikan diri. Cin Pau mengejar, akan tetapi tangan kedua penjahat itu bergerak hingga empat buah benda hitam yang cepat sekali terbangnya, melayang dan menyambar ke arah bagian-bagian tubuh yang berbahaya dari pemuda itu. Cin Pau adalah murid seorang ahli senjata rahasia, maka tentu saja menghadapi serangan piauw ini ia tidak gentar sama sekali, dan ketika ia mengulurkan kedua tangannya, maka dua batang piauw telah disambutnya dengan baik. Yang dua lagi dapat ia elakkan dan jatuh berkerontongan di atas genteng. Tanpa membuang waktu lagi, ia lalu menyambitkan dua batang piauw itu ke arah dua bayangan saikong yang melarikan diri sambil berseru,

“Makanlah senjata busukmu sendiri !”

Akan tetapi, kedua orang saikong itu dapat mengelak sambil melompat turun dari atas genteng. Biarpun malam itu bulan bercahaya terang, akan tetapi, di bawah penuh dengan bayangan pohon dan rumah hingga menjadi gelap dan sebentar saja kedua orang saikong yang cerdik dan yang sengaja melarikan diri melalui jalan bawah, telah lenyap dari pandangan mata.

Dan ketika Cin Pau sedang mencari-cari di atas genteng, tiba-tiba ia dikejar Siauw Eng hingga keduanya bertempur, dan ketika Cin Pau mencari kedua orang penjahat ke dalam hutan, dengan berani sekali gadis itupun mengejar ke dalam hutan pula. Hal ini telah dituturkan di bagian depan.

Cin Pau tidak mau melayani Siauw Eng terlebih lama lagi karena ia anggap gadis itu sombong sekali, biarpun diam-diam ia harus mengakui bahwa dara baju merah itu luar biasa cantiknya bahkan lebih cantik dari pada ibunya sendiri yang tadinya ia anggap sebagai wanita tercantik di dunia ini. Namun ia mencoba untuk mengusir bayangan dara baju merah itu, dan sambil berlari cepat ia bersungut-sungut, “Gadis sombong dan galak !”

Pemuda itu langsung menuju ke gua yang sore tadi telah di lihatnya karena ia merasa yakin bahwa kedua orang penjahat itu tentu telah kembali ke sarangnya. Benar saja, ketika ia tiba di luar gua. Ia melihat cahaya api di dalam gua itu dan ternyata bahwa kedua orang saikong itu telah membuat api unggun di dalam gua.

Oleh karena berpikir bahwa kurang leluasa untuk bertempur di dalam hutan yang gelap, dikeroyok oleh dua orang yang cukup kosen dan memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka Cin Pau menahan marahnya dan bersabar menanti sampai pagi. Ia tidak tahu bahwa gadis baju merah yang galak itu telah mencari- carinya di dalam hutan dengan pedang di tangan.

Memang Siauw Eng merasa penasaran dan marah sekali karena dia yang telah mendapat pujian dan julukan Bidadari Merah dari Gobi-san itu, kini tidak dapat menjatuhkan seorang bangsat kecil. Kalau aku tak dapat merobohkannya namaku tentu akan jatuh rendah sekali, pikirnya, sama sekali tak ingat bahwa peristiwa pertempurannya melawan pemuda baju putih yang disangkanya penjahat cabul itu tak terlihat oleh siapapun juga.

Menjelang pagi, setelah cuaca menjadi terang, tiba-tiba Siauw Eng yang sudah lelah melihat Cin Pau di dekat sebuah gua bersembunyi di balik sebatang pohon besar. Terang sekali bahwa pemuda itupun melihat kedatangannya, akan tetapi pemuda itu sama sekali tak mau mempedulikannya dan menganggapnya seperti daun kering saja.

“Bangsat cabul, kau hendak lari ke mana ?” teriak Siauw Eng keras dan melompat ke depan gua untuk menghampiri Cin Pau. Pada saat itu, tiba-tiba dari dalam gua melompat keluar dua bayangan orang yang berseru,

“Ha, ha, ha, bidadari cantik dan liar datang menyerahkan diri. Bagus, bagus, sute,” berkata saikong yang tinggi besar dan bermuka seperti barongsai. Saikong kedua yang tinggi kurus tersenyum dan sambil memandang kepada Siauw Eng dengan kagum, ia berkata,

"Biarlah kutangkap kuda betina liar ini untukmu, suheng !”

Bukan main kaget dan marahnya Siauw Eng melihat betapa tiba-tiba saja muncul dua orang pertapa yang bicaranya tidak keruan ini.

“Eh, kalian ini siapakah dan bangsa apa ? Pakaianmu seperti orang pertapa akan tetapi lagakmu kasar melebihi siluman !” Memang Siauw Eng terlalu manja dan sombong hingga keheranannya pun luar biasa sekali. Ia tak pernah merasa takut menghadapi siapapun juga oleh karena belum pernah kehendaknya tak terlaksana karena semenjak kecil kemauannya selalu dipenuhi oleh ayah bundanya yang amat mencintanya.

Kedua orang saikong itu sebetulnya bukanlah penjahat-penjahat sembarangan, akan tetapi adalah orang-orang yang telah menggemparkan kalangan Kang ouw karena kejahatan dan kelihaian mereka. Yang tinggi besar dan bercambang bauk seperti muka singa itu adalah Pit Lek Hoatsu, saikong cabul dan jahat yang dulu pernah mengganggu Lin Hwa dan Un Kong Sian dan akhirnya dapat diusir karena takut menghadapi Pek Seng Hwesio ketua kuil Thian Lok Si. Ternyata bahwa selama itu, Pit lek Hoatsu tidak mau merobah cara hidupnya yang penuh kedosaan itu. Dan kini kebetulan sekali ia melakukan perjalanan dikawani seorang adik seperguruan yang tidak kalah jahatnya, yakni saikong tinggi kurus itu yang bernama Ban Lek Hoatsu. Ketika lewat di kota itu, mereka tidak lewatkan kesempatan untuk menjalankan kebiasaan mereka yang terkutuk.

Melihat munculnya seorang darah muda yang demikian cantiknya, kedua saikong itu seolah-olah melihat seorang bidadari turun dari kayangan. Timbul kegembiraan Ban Lek Hoatsu untuk menangkap gadis ini yang dianggapnya hanya seorang pendekar wanita biasa yang berkepandaian rendah saja. Maka sambil menyeringai menjemukan, saikong tinggi kurus ini menerjang maju dengan tangan kosong, menubruk dan menggunakan gerak tipu Harimau lapar tubruk kambing, langsung kedua tangannya terulur ke depan hendak menangkap tangan Siauw Eng yang memegang pedang dan menerkam pundak gadis itu.

“Siluman tua !” Siauw Eng memaki marah dan tanpa mengelak ia lalu menghadapi serangan itu dengan gerak tipu Kilat Menyambar Membakar Pohon, pedangnya bergerak dari kanan ke kiri dan menyabet ke arah kedua tangan lawan yang menyerang secara ganas itu.

“Awas, sute !” Pit Lek Hoatsu terpaksa berseru kaget karena benar-benar ia merasa terkejut melihat

gerakan gadis baju merah yang luar biasa cepatnya itu. Sementara itu, hanya dengan menggulingkan diri ke atas tanah dan menarik kedua lengannya saja yang membuat Ban Lek Hoatsu dapat menyelamatkan kedua lengannya dari pedang Siauw Eng. Saikong tinggi kurus ini lalu melompat berdiri dengan keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Ia menjadi marah dan penasaran, akan tetapi maklum pula bahwa dara baju merah ini bukanlah makanan lunak yang mudah dikalahkannya dan dirampasnya begitu saja. Maka sambil berseru keras ia mencabut pokiamnya yang terselip dipunggung dan pada saat Siauw Eng telah maju menyerang, ia lalu menangkis dan balas menyerang sambil memaki,

Posting Komentar