Pedang Ular Mas Chapter 31

NIC

"Aku tidak sangka, dia begini muda tapi bisa sekali dia bawa diri," pikirnya. Ia gunai ketika ini, untuk undurkan diri. Maka ia kata saja : "Sahabat Wan, kau sungkan sekali..."

Tiba-tiba matanya mendelik, mendekati Un Ceng. Dia kata: "Dibelakang hari mesti ada satu waktu yang aku si orang tua kasih rasa liehaynya kepadamu, bocah nakal!"

Terus ia menoleh kepada kawannya, yang bertubuh besar. "Mari kita pergi!" ia mengajak.

"Berapa besar juga liehaymu, aku sudah tahu!" mendadak Un Ceng buka mulut pula. "Kau lihat orang liehay, terang kau tidak berani melayaninya!"

Anak muda ini sengaja mengejek, untuk menghina, buat puaskan kemendongkolannya. Ia pun sangat ingin saksikan pertempuran diantara mereka berdua. Ia percaya si anak muda liehay dan si orang tua bukan tandingannya, toh ia hendak memaksakan.

Eng Cay jadi serba salah. Dan Sin Cie jadi tidak senang untuk sikap orang itu.

Dalam murkanya, ketua Liong Yu Pang kendalikan diri. "Saudara Wan, walaupun kau masih muda sekali tetapi

kau kenal persahabatan," berkata dia. Lebih dahulu

daripada itu kembali dia mendekati kepada si anak muda yang mulutnya liehay itu. "Sahabat, mari kita main-main segebrak saja, supaja itu bocah tidak tahu diri tidak katakan aku tak punya nyali!"

"Oh, locianpwee, mengapa kau bersatu pandangan sebagai dia?" kata Sin Cie sambil bersenyum. "Dia omong main-main saja..."

"Kau jangan kuatir, aku pun tidak sungguh-sungguh," Eng Cay mendesak.

Kembali Un Ceng perdengarkan kata-katanya yang dingin dan tajam : "Bilangnya tidak takut tapi masih tidak mau turun tangan! Masih omong tentang persahabatan saja! Ah, lebih baik jangan bertempur, dah! Sampai umurku begini besar, belum pernah aku tampak kejadian semacam ini! Maka aku bilang, lebih baik jangan bertempur!..." Luber hawa-murka Eng Cay, hingga dengan tiba-tiba dia sampok muka Sin Cie, akan tetapi belum sampai serangan itu pada sasarannya, dia sudah tarik pulang kembali tangannya. Lantas dia kata: "Sahabat Wan, mari, mari, aku ingin belajar kenal dengan kepandaianmu!"

Melihat demikian, Sin Cie tidak bisa mundur pula. Tanpa loloskan bajunya, jang panjang, dia lompat ketengah kalangan.

"Aku harap locianpwee berkasihan terhadapku..." memohon dia.

"Kau baik sekali, sahabat Wan. Silakan!" sahut Eng Cay tapi sambil menantang.

Sin Cie tahu, apabila ia terus merendahkan diri, itu berarti penghinaan kepada si orang tua, dari itu, tanpa bilang suatu apa, ia segera kirim kepalannya jang pertama. Ia bersilat dengan ilmu pukulan "Ngo-heng-kun" atau "Kuntau Panca logam".Ia serang dada sebagai sasaran.

Eng Cay bertiga kawannya sangka si anak muda liehay sekali, maka itu, melihat orang datang-datang menyerang dengan Ngo-heng-kun, mereka lantas saja memandang enteng.

Un Ceng sendiri kecele bukan main, mukanya sampai pucat.

Ketua Liong Yu Pang menjadi girang, lantas dia balas menyerang, dengan seru, hingga setiap pukulannya mengeluarkan sambaran angin menderu-deru. Ia percaya, sebagai jago Eng-jiau-kong, dengan tiga jurus saja, ia akan dapat rubuhkan pemuda ini atau sedikitnya ia bakal dapat pukul pecah Ngo-heng-kun.

Diluar dugaan dengan sederhana, melainkan dengan andali keentengan tubuh, Sin Cie luputkan diri dari pelbagai

211 serangan yang berbahaya, hingga karenanya, sekarang ia membuat terkejut dan heran kepada lawan yang tua itu. Ia merasa aneh, ilmu silat umum sebagai Ngo-heng-kun itu bisa diubah menjadi kegesitan tubuh demikian rupa. Biasanya Ngo-heng-kun dipakai secara keras, untuk menyerang hebat.

Lantas pertempuran berlanjut, sebagai kesudahan dari mana, ketua Liong Yu Pang itu jadi semakin heran. Tak dapat dia desak, untuk mendekati tubuh pemuda itu, hingga akhirnya, dia menjadi sibuk sendirinya.

"Teranglah orang ini mengalah terhadapku..." pikir dia. "Kalau terus berlangsung begini, tentu Un Ceng bakal perhina kembali padaku..."

Inilah yang membuat ia sibuk dan kuatir. Maka kembali ia mencoba menyerang, ia berlaku sungguh-sungguh ketika ia keluarkan jurus Eng-jiau-kong. Ia berlaku cepat, semua sasarannya ada tempat-tempat berbahaya.

"Eng-jiau-kangnya ada begini rupa, inilah bukannya hasil dari satu hari satu malam," pikir dia. "Aku harus berikan muka padanya, jikalau aku tidak mengalah, Un Ceng tentu bakal buka pula bacotnya..."

Oleh karena memikir begini satu kali Sin Cie sengaja berlaku ayal.

Eng Cay girang sebab ia bakal dapat lowongan, tetapi ia juga tidak berniat mencelakai pemuda itu, ia ingin robek saja baju orang, karena ini juga sudah berarti kemenangan. Demikian ia telah jambak pundak lawan. Ia telah mengenai sasarannya, akan tetapi segera ia menjadi heran luar biasa. Ia kena pegang sepotong daging yang menjadi keras dan licin dengan tiba-tiba, hingga ia mirip dengan nelayan yang menangkap ikan tapi lolos pula saking licinnya sang ikan. Hal ini membuat ia heran dan terkejut. Sin Cie berkelit untuk segera lompat mundur dua tindak. "Aku menyerah," kata dia.

"Kau sengaja mengalah!" kata Eng Cay sambil memberi hormat.

Tapi Un Ceng segera nyelah, katanya : "Dia benar-benar mengalah kepadamu, kau tahu tidak? Jikalau kau tahu, ja sudah!"

Padam wajahnya jago Liong Yu Pang itu. Ia merasa tersinggung. Disaat ia hendak buka mulut, mendadak ada terlihat cahaya obor terang-terang didarat, beberapa puluh orang nampak sedang mendatangi, diantaranya ada yang ber-teriak-teriak: "Eng Lo-ya-cu, apa bocah itu sudah kena dibekuk? Kami hendak iris-iris dia, untuk balaskan sakit hati See Lo Toa!"

Un Ceng lihat orang datang dalam jumlah besar sekali, mau atau tidak, hatinya ciut juga.

"Saudara-saudara Lau, kamu berdua kemari!" ada jawaban pangcu dari Liong Yu Pang.

Segera rombongan itu telah sampai ditepian, akan tetapi perahu berlabuh jauh dari mereka, maka dua diantaranya segera terjun keair, akan selulup dan berenang menghampirkan perahu, cepatnya seperti ikan berenang. Begitu lekas mereka raba tepi kendaraan air, keduanya sudah loncat naik.

"Bungkusan berharga itu sudah dibuang bocah ini kedalam sungai, pergi kamu engko dan adik selulup dan cari!" Eng Cay kasi keterangan. Ia menunjuk kearah mana tadi Un Ceng lemparkan bungkusannya.

Dua saudara Lau itu lantas terjun pula kesungai, dalam sejenak, mereka sudah lenyap dari permukaan air. Un Ceng masih ada dibelakang Sin Cie, ia betot tangan baju orang.

"Tolong aku, mereka hendak bunuh padaku..." ia memohon sambil berbisik.

Pemuda kita menoleh, ia lihat roman yang berduka, hingga ia jadi merasa kasihan, tanpa berayal, ia manggut.

"Kau tarik jangkar," Un Ceng minta pula.

Belum Sin Cie menyahuti atau ia telah merasai lemasnya tangan Un Ceng, tangan yang halus dan lemah seperti tak ada tulang-tulangnya....

Eng Cay lihat anak muda itu berbisik kepada si orang she Wan, ia lantas memasang mata, akan tetapi, dia masih kalah sebat.

Dengan sekonyong-konyong Un Ceng sambar meja, dengan itu ia menimpuk kepada ketiga musuhnya.

Si orang tubuh besar dan nyonya tidak menyangka, tak ampun lagi, keduanya rubuh kecebur ke air. Eng Cay masih sempat sambuti meja, ia telah menyambarnya sambil lompat berkelit. Ia menyekal meja demikian keras, hingga kaki meja itu perdengarkan suara patah berkerekekan. Ia luput dari bahaya tetapi ia bingung terhadap dua kawannya yang kecebur itu, karena ia tahu, mereka tak bisa berenang, sedang dua saudara Lau - itu waktu - sudah berenang ketengah untuk selulupi bungkusan emas. Ia lempar meja kesungai, supaya dua kawannya pakai untuk pepegangan. Tapi ia gusar sekali, lantas saja ia serang si anak muda.

Un Ceng masih cekali dua potong kaki meja, ia tangkis serangan dengan gunai sepasang kaki meja itu sebagai senjata. Ia terutama lindungi mukanya.

"Lekas!" ia teriaki Sin Cie. Cepat luar biasa, pemuda kita sambar rantai jangkar, ia menarik dengan kaget dan keras, hingga dilain saat, jangkar itu terangkat dari gili-gili, melayang pulang keperahu.

Melihat demikian, Eng Cay kaget, tapi segera ia lompat menyingkir.

Un Ceng pun kaget dan turut menyingkir juga dari sambaran jangkar itu, dengan begini, ia jadi terpisah dari jago tua itu.

Akan tetapi Sin Cie sendiri berlaku tenang, ia sambuti jangkar, untuk diletaki perlahan-lahan dikepala perahu.

Justru karena jangkar diangkat, perahu itu segera saja hanyut dibawa air deras, dengan lekas orang-orang didarat ditinggalkan kendaraan air ini.

Selagi ia kagumi si pemuda, Eng Cay pun kaget melihat jalannya perahu, tanpa berani banyak omong pula, ia menjejak perahu, untuk loncat kearah darat.

Sin Cie tahu maksudnya, ia tahu juga, tak nanti orang tua itu sampai ditepi, lekas-lekas ia angkat papan jembatan perahu, ia lempar itu ke air disebelah depan si jago tua.

Eng Cay sedang bingung, dia merasa pasti yang dia bakal kecebur keair, maka bagaimana lega hatinya, akan tampak selembar papan jatuh didepannya, ngambang dimuka air, maka segera dia injak itu, untuk dipakai menjejak pula, akan berlompat terus, dengan begitu, bisalah ia sampai dipinggiran sungai, kakinya menginjak daratan. Berbareng berhati lega dan girang, ia pun jadi bersyukur kepada si pemuda, yang telah menunjukkan kebaikan hati kepadanya. Ia juga kagumi liehaynya pemuda ini.

"Ah!" Un Ceng berseru, dengan lesu. "Kembali kau berbuat baik terhadap dia!....Sebenarnya kau bantui aku atau dia itu? Apakah bukan lebih baik akan antap dia kecebur? Dia toh tidak bakal kelelap mampus..."

Sin Cie tahu orang beradat aneh, ia tidak mau melayani bicara, ia hanya bertindak kedalam perahu, akan rebahkan diri, buat tidur.

Un Ceng kecele, dengan masgul, ia pun masuk.

Perahunya sendiri hanyut terus... Dihari kedua, tengah hari, perahu sampai di Kie-ciu. Sin Cie menghaturkan terima kasih pada Liong Tek Lin, ia kasih persen sepotong perak pada tukang perahu.

"Jangan, biar aku yang berikan sekalian," Tek Lin mencegah. Saudagar ini insyaf, si pemuda adalah yang hindarkan bahaya, karenanya, ia berterima kasih kepadanya.

Sin Cie tidak hendak memaksa, ia membilang terima kasih pula, lalu ia pamitan.

"Aku tahu, kau juga tak nanti ijinkan aku bayar uang sewa perahu tapi aku tak sudi kau yang bayarkan," berkata Un Ceng, yang lantas rogoh buntalannya, akan keluarkan sepotong perak beratnya kira-kira sepuluh tail.

"Ini untuk kau!" katanya pada tukang perahu kepada siapa ia lempar uang perak itu.

Tukang perahu itu tercengang.

"Aku tak punya uang kecil. "katanya.

"Siapa ingin kau mengembalikannya?" jawab si anak muda. "Itu semua untukmu!"

Posting Komentar