Halo!

Pedang Kiri Pedang Kanan Chapter 38

Memuat...

Kini ia jadi ingat lagi bahwa mereka itu juga disebut sebagai Hou, Eng dan Long atau Harimau, Rajawali dan Serigala.

Hou Ceng (Hwesio harimau), Eng to (Tosu rajawali) dan Pek-bin-long (serigala muka putih) tidak bercokol disuatu gunung sebagai pangkalan, tapi adalah bandit yang beroperasi serba bebas, anak buah mereka tidak banyak, Hou-ceng cuma membawa tiga murid, Eng-to lima murid, Pek-bin-liong tidak punya murid, tapi membawa empat saudaranya sebagai pembantu.

Begitulah si kakek muka putih, Pek-bin-long, seperti manghapalkan harta tabungannya, sedang berkata: "Budak she Soat, selama sebulan kau telah mencuri sepasang Ya-beng cu (mutiara bercahaya di waktu malam) dirumah Thio houya, delapan ekor Giok-be (kuda kemala) di rumah Lihouya, serenteng mutiara mestika di kediaman Ui-houya, sepasang kupu2 kemala hijau dan dua biji batu merah di rumah Go-ongya serta menggerayangi satu biji semangka jamrud dan sepotong bunga karang mestika di rumah Hoongya." Diam2 Soat Peng-say menjulur lidah demi mendengar benda2 berharga itu.

Setiap macam benda itu sukar dinilai harganya, kalau digabung, jangan ditanya lagi.

Mungkin saudagar mas-intan paling kaya juga tidak sanggup membelinya.

Ia tidak tahu ketujuh macam barang itu adalah benda mestika yang paling terkenal di Pakkhia, terkecuali benda mestika simpanan raja.

Sudah lama ketiga gembong bandit itu mengincarnya, cuma penjagaan si pemilik terlalu ketat, maka sebegitu jauh mereka tidak mampu turun tangan.

Namun mereka tidak putus asa, mereka memasang mata2 pada setiap keluarga itu.

asalkan penjagaan si pemilik sedikit kendur, segera mereka diberitahu dan berusaha mencurinya.

Tapi sayang, kesempatan bagus itu selama ini belum terbuka, sia2 mereka menunggu sekian tahun.

Tapi dalam bulan ini agen2 yang mereka tanam di tempat2 pemilik benda pusaka itu telah memperlihatkan manfaatnya, meski bukan pemberitahuan peluang untuk mencuri, tapi pada saat yang tepat mereka diberitahu tentang hilangnya benda2 pusaka itu, dengan demikian mereka sempat mencegat malingnya dengan cara hitam makan hitam.

Maka ketiga gembong bandit dengan anak buahnya lantas merembet masuk Pakkhia untuk menyelidiki pencuri itu.

Mereka tidak mampu mencuri sendiri, tapi untuk mencari tahu siapa pencurinya tentu tidak sulit bagi mereka.

Akhirnya diketahui pelakunya adalah seorang nano she Soat yang tinggal di sebuah hotel.

Mereka pikir menghadapi seorang nona muda belia tentulah tidak sukar, mereka mengambil keputusan akan "hitam makan hitam", maka begitu maling perempuan itu menguras ketujuh benda mestika terkenal di kotaraja ini dan membawanya kabur, mereka lantas mencegatnya di tengah jalan untuk merampasnya.

Sesungguhnya merekapun terlalu gegabah, mereka menyangka dalam waktu singkat saja dapat membereskan maling perempuan itu, maka secara terang2an mereka mencegatnya di tengah jalan raya.

Tak tahunya lawan sama sekali tidak memberi reaksj, bahkan bersembunyi didalam kereta dan tidak mau keluar.

Padahal orang yang berlalu lalang tambah banyak, perbuatan mereka itu tentu saja sangat menarik perhatian khalayak ramai.

Mereka menjadi gelisah, apalagi mengingat maling perempuan hanya sendirian mampu memcuri ketujuh benda pusaka, ilmu silatnya tentu juga tidak rendah maka mereka mulai mundur teratur dan cuma minta bagi rejeki separo bagian saja.

Meski orang yang berlalu lalang cukup ramai, tapi tiada seorangpun yang berani meniru Soat Peng-say dan berhenti menonton di situ, mereka kebanyakan adalah kaum saudagar yang alim, melihat kereta itu penuh anak panah dan dikerumuni orang2 yang berwajah jahat serta bersenjata, jelas sedang terjadi pembegalan.

Maka banyak di antara saudagar itu segera putar balik agar tidak ikut terkena getahnya.

Hanya Soat Peng-say saja yang masih berdiri menonton disamping, tapi ketiga gembong bandit itupun tidak memperhatikan, mereka menyaksikan Peng-say terbanting jatuh dari kudanya, andaikan mahir ilmu silat juga sangat terbatas, maka tidak perlu dihiraukan.

Cuma cara kerja mereka harus cepat mengingat perbuatan mereka sudah dilihat orang, bila orang yang putar balik ke kota itu memberi laporan kepada yang berwajib, tidak lama lagi pasukan pemerintah mungkin akan datang, maka dalam waktu setengah jam ini mereka harus dapat membereskan pembagian rejeki ini.

Si Hwesio gemuk tadi lantas berseru pula dengan tertawa: "Nona Soat, baiklah aku hanya minta serenteng mutiara saja.

Eng-lo dan Long-heng, apa yang kalian inginkan, lekas katakan padanya, setelah bagi rata segera kita angkat kaki." "Bagiku cukup sepasang Ya-beng-cu itu," kata si Tosu kurus.

Pek-bin-long juga berseru: "Dan aku minta kedelapan ekor kuda kemala saja." "Nah, nona Soat, permintaan kami ini tentunya cukup ringan bagimu," seru si Hwesio, "benda pusaka milik keluarga Ongya (pengeran) itu boleh menjadi bagianmu sendiri." Tapi setelah ditunggu sekian lama, tetap tiada jawaban.

Pek-bin-long menjadi murka, teriaknya: "Budak she Soat.

janganlah kau terlalu kepala batu Jika tidak lekas jawab, terpaksa kita gunakan kekerasan!" Si Hwesio juga hilang sabar.

ucapnya: "Eng-lo, suruh kelima muridmu memberi tanda peringatan kepadanya." Sekali si Tosu rajawali memberi perintah, serentak kelima Tosu muda melolos senjata masing2, yaitu sepasang Boan koat pit dan segera disambitkan ke depan seperti lemparan lembing.

"Crat cret" hampir pada waktu yang sama sepuluh buah Boan-koan-pit menembus kabin kereta kuda itu, ujung Boan koan-pit tampak menonjol keluar di sisi sana.

Apabila di dalam kereta ada penumpangnya, biarpun berbaring juga akan tertembus tubuhnya oleh kesepuluh Boan-boat-pit itu.

Akan tetapi ujung Boan-koan-pit tidak kelihatan ada bekas darah, jelas penumpang di dalam kereta tidak terkena serangan.

Hwesio harimau lantas memberi tanda, tiga HwesiO muda tanpa bersuara sama angkat tongkat mereka yang ujungnya lebar tajam seperti kampak, berbareng mereka sundukkan ketiga tongkat kedalam kereta, ujung tongkat juga menembus kesana, tapi aneh, tetap tidak berdarah.

Kini kabin kereta itu sudah dipenuhi anak panah, Boankoan-pit dan tongkat Hwesio, seekor kelinci saja sukar sembunyi di situ, jangankan manusia.

Maka berkatalah Hwesio harimau dengan masgul: "Kita tertipu, kereta ini kosongl" "Coba digeledah lagi, budak itu tidak menumpang kereta ini, tapi benda pusaka curiannya mungkin disembunyikan di dalam kereta," kata Pek-bin-long.

"Baiklah, kita memeriksanya bersama!" ajak Hwesio harimau.

Dia kuatir ada perangkap didalam kereta, kalau maju bersama akan lebih aman.

Begitulah lima belas orang lantas mendekati kereta itu dengan pelahan.

Sudah begitu mereka tetap kebat-kebit dan takut, jelas karena kepandaian maling perempuan itulah yang membuat jeri mereka.

Seorang lelaki pemberani mendahului mendekati pintu kabin kereta, tirai jendela ditariknya hingga terlepas.

Lalu ia melongok ke dalam dan berseru: "Bayangan setan saja tidak ada di dalam!" Karena itu, orang2 itu menjadi mantap, berbareng mereka berjalan maju dan membuka pintu kereta, semua tirai kereta juga ditarik sehingga bagian dalam kereta terkena sinar terang, jelas, kereta ini memang tanpa penumpang.

Jadi satengah harian mereka cuma ribut sendirian, sungguh konyol.

Dengan mendongkol Pek-bin-long memaki: "Budak busuk, budak sialan!" Dengan menyengir Hwesio harimau lantas memberi perintah: "Cabut semua senjata kita.

lalu digeledah lagi lebih teliti." Hanya sekejap saja semua senjata yang menancap dikabin kereta itu sudah dibersihkan, kereta yang tadinya bercat emas indah itu kini menjadi ber-lubang2 seperti sarang tawon.

"Di bawab jok, dinding samping dan belakang, semuanya dipereteli dan diperiksa, coba adakah tersembunyi sesuatu benda mestika, cepat, waktunya sudah hampir habis!" seru Pek-bin-long.

Be-ramai2 belasan orang itu lantas melompat keatas kereta, ada yang memukuli dinding kabin dan membongkarnja, ada yang menyingkap jok tempat duduk, cuma Hwesio harimau bertiga juga menduga kemungkinan ditemukannya benda mestika itu sangat tipis.

Bisa jadi sebelumnya maling perempuan itu sudah mengendus gelagat tidak enak, maka kabur kearah lain dengan membawa hasil curiannya itu.

Sejak tadi Peng-say berdiri menonton di samping.

tujuannya yang utama ialah ingin melihat bagaimana wajah nona Soat itu.

sekarang nona itu ternyata tidak berada di dalam kereta, segera ia membalik tubuh dan melanjutkan perjalanan, diam2 ia menyesal telah kehilangan kudanya hanya karena mengejar kereta ini tanpa mendatangkan hasil apapun.

Tapi baru saja ia melangkah, se-konyong2 terdengar suara jepretan ber-ulang2, menyusul lantas terdengar suara jeritan ngeri.

Ia terkejut dan cepat menoleh, dilihatnya nona Soat yang bayangan punggungnya mirip Cin Yak-leng itu mendadak muncul disamping kereta.

Sekaligus nona itu telah memanah mati ke-12 orang yang sedang mengobrak-abrik kabin kereta itu, waktu Peng-say berpaling, nona itu telah membalik tubuh lagi kesana dan sedang mengangkat sebuah alat bidikan yang kecil, tiga anak panah kecil warna hitam terus dibidikkan ke arah Hwesio bertiga yang asyik mengobrol itu.

Waktu ketiga gembong bandit itu mendengar jerit ngeri anak murid mereka, dengan segera mereka tahu ada sesuatu telah terjadi.

Mereka tambah terkejut ketika melihat si maling perempuan yang sukar dicari jejaknya itu tahu2 muncul di samping kereta.

Mereka sempat menghindari ketiga panah kecil warna hitam pertama, tapi tiga panah lain seeera menyambar tiba pula.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment