Peng-say tidak tahan mendengar tangisan perempuan, dengan menyesal ia berkata: "Nona Sau, bukanlah aku tidak mau melainkan karena aku tidak dapat ...." "Mengapa tidak dapat" Karena aku cuma seorang perempuan yang tak berguna?" sela Kim-leng.
"O, tidak, bukan begitu," jawab Peng say.
"Tapi.
tapi akupun sukar memberi penjelasan.
" Liok-ma menjadi murka, bentaknya: "Anak busuk, plintat-plintut, kalau tidak mau, lekas enyah!" "Dan adik perempuanku?" tanya Peng-say dengan bersitegang, "Siapa urus adikmu, lekas enyah, lekas pergi!" bentak Liok-ma pula.
"Jika tidak lekas enyah, biar pun nanti didamperat Siocia juga akan kubunuh kau." Segera Peng-say pasang kuda2 dan melintangkan tangan di depan dada, katanya pula dengan tegas "Di mana adik perenpuanku?" "Anak keparat, kau benar2 sudah bosan hidup!" teriak Liok-ma dengan gemas, kontan telapak tangannya menabas secepat kilat.
Ciang-hoat atau ilmu pukulan dengan telapak tangan Pak-cay terhitung juga ilmu silat yang termashur didunia persilatan walauoun tidak sehebat ilmu pedangnya.
Liok-ma sudah mendapatkan ajaran Ciang-hoat selengkapnya, maka daya serangannya tidak kepalang dahsyatnya, pukulan demi pukulan bertambah cepat laksana angin puyuh menyapu daun rontok dan sangat mengejutkan lawan.
Soat Peng-say belajar Ciang-hoat melalui Siang-jing-pitlok, sebuah kitab pusaka yang memuat seluruh ilmu silat Bu-tong-pay kecuali ilmu pedang.
Ciang-hoat yang terdapat di dalam kitab itu tidak lebih asor daripada Ciang-hoat gaya Pak-cay.
Cuma keuletan Peng-say yang selisih jauh di bandingkan Liok-ma, dengan sendirinya terjadilah perbedaan kekuatan pukulan yang menyolok.
Sedapatnya Peng tay mematahkan beberapa kali pukulan si nenek, ketika angin pukulan lawan mulai mengurung dirinya, gerak-geriknya menjadi lamban dan tidak sanggup menangkis dan balas menyerang lagi.
Dengan suatu gerak pancingan, Liok-ma membuat Pengsay kerepotan, menyusul sebelah tangannya lantas mencengkeram, Peng-say ditawannya hidup2 dan diangkat ke atas, segera pemuda itu hendak dibantingnya hingga hancur.
Untunglah pada saat itu juga Sau Kim-leng melangkah keluar, dengan air mata meleleh ia berseru: "Jangan melukai dia, Liok ma!" "Anak busuk ini terlalu tidak tahu diri, kau malah melindungi dia?" omel Liok-ma dengan penasaran.
"Biar kubanting dia hingga setengah mati, lalu suruh dia enyah dari sini dengan merangkak!" "Tidak, jangan," ucap si nona Lalu ia bertanya: "Di manakah adik perempuannya?" "Sejak tadi2 sudah pergi sendiri," jawab Liok-ma.
"Lepaskan dia, biarkan dia pergi juga," kata Sau Kim-leng.
Tapi Liok-ma tidak mau menurut.
Kim-leng menjadi gusar; "Dengar tidak, Liok-ma?" Tidak kepalang gemas Liok-ma, ia lemparkan Soat Pengsay ke sana, cuma tidak berani menggunakan tenaga berat.
Maka sekali melejit di udara.
dapatlah Peng-say berdiri tegak di tanah.
"Huh, tanpa pedang, ilmu silatmu tiada ubahnya seperti anak kecil umur tiga, tidak tahan sekali pukul!" demikian Liok-ma sengaja mengejek.
"Tapi sekalipun kau pakai pedang, yang kau mainkan juga ilmu pedang Pak-cay kami, ilmu silatmu yang asli tiada berguna sama sekali.
Untung Siau Leng tidak jadi kawin dengan kau, jika jadi, kalau ada apa2 mungkin kaupun tidak mampu membela isteri sendiri.
Maka lebih baik cepat merat dari sini, belajarlah beberapa tahun lagi baru nanti perlihatkan lagi kepandaianmu kepadaku." Peng-say menahan rasa malunya karena telah keok, ia tanya pula: "Di manakah adik perempuanku?" "Apa kau tuli?" damperat Liok-ma.
"Kan sudah kukatakan dia telah pergi sendiri"!" "Dia benar2 pergi sendiri?" Peng-say menegas dengan sangsi.
"Kalau justa aku .
" mendadak si nenek tidak melanjutkan.
"Aku apa?" Peng-say menegas.
Liok-ma berlagak tidak sabar dan berteriak "Sudahlah, lekas enyah, percaya atau tidak terserah padamu Adikmu kan bukan mestika berharga, untuk apa kusembunyikan dia?" Peng-say manggut2, gumannya: "Ya, benar juga, kalau adik Leng tinggal disini hanya akan menghabiskan nasi saja.
Kalau dia sudah pergi, harus lekas kususul dia." Habis berkata, tanpa pamit ia terus melangkah pergi dengan cepat.
Ketika lalu di samping Sau Kim-leng, ia pura2 tidak menghiraukannya, pada waktu Liok-ma lengah, mendadak tangannya membalik dan berhasil mencengkeram Sau Kim-leng.
Karuan Liok-ma terkejut dan membentak: "Kau cari mampus"!" "Tetap di tempat, jangan maju!" bentak Peng-say dengan bengis.
Gemertuk gigi Liok-ma saking gemasnya, damperatnya: "Anak busuk, berani kau ganggu Siau Leng, kubeset kulitmu dan betot uratmu!" Tapi iapun tidak berani sembarangan bertindak demi melihat air muka Peng-say yang beringas itu.
Anak muda itu masih tetap dengan pertanyaan tadi: "Di manakah adik perempuanku?" Liok-ma meraung: "Keparat, harus berapa puluh kali kuulangi perkataanku?" "Menuruti watakmu yang keras, tidak nanti kau bebaskan adik Leng dengan begitu saja," ujar Peng-say.
"Pula, adik Leng juga takkan pergi sendiri tanpa menunggu aku." "Aku bersumpah bahwa dia tidak berada disini," teriak Liok-ma.
"Jika dia masih terdapat disini, asal kau temukan, biar Lolo merangkuk di tanah dan menyembah seribu kali padamu." "Tadi mengapa kau tidak berani sumpah.
Kalau kau berdusta bagaimana?" jengek Peng-say.
"Kalau kubilang dia sudah pergi ya sudah pergi, bila dusta anggap Lolo ini piaraanmu!" jawab si nenek dengan mendongkol.
"Dia pergi sendiri?" Peng-say menegas.
"Sudah tentu pergi sendiri, memangnya harus kuantar?" jawab Liok-ma.
"Kalau dusta"' "Kalau dusta aku ....
"mendadak si nenek tidak melanjutkan.
Segera Peng-say perkeras cengkeramannya pada bahu Sau Kim-leng sambil membentak dengan bengis: "Kalau dusta bagaimana"'* Karena dirinya digunakan sebagai sandera, tindakan Peng-say ini membuat pedih hati Sau Kim-leng dan mencucurkan air mata, sekarang pemuda itu malah sampai hati menyakiti lengannya, meski rasanya tulang lengan se-akan2 remuk, tapi sekuatnya Kim-leng bertahan dan tidak merintih.
ia malah berkata dengan sedih "Soat-long, lebih baik kau bunuh saja diriku .
" "Memangnya kau kira aku tidak berani membunuhmu?" kata Peng-say dengan garang "Hm, kalau Liok-ma tidak mengaku terus terang, tentu kubunuh kau." "Kau berani?" bentak Liok-ma.
"Kenapa tidak" Paling aku mati bersama dia!" jawab Peng-say dengan angkuh.
Mendadak Sau Kim-leng tersenyum, katanya: "Soatlong, bunuhlah diriku, aku rela mati di sampingmu dan suruh Liok-ma mengubur kita menjadi satu." Peng-say melengak, jawabnya kemudian sambil menggeleng: "Tidak, aku tidak mau mati bersama kau, kau ingin mati boleh mati sendirian." "Tapi kalau kau bunuh diriku, tentu Liok-ma takkan melepaskan kau, dia pasti akan mematuhi kehendakku, setelah membunuh kau lalu mengubur kita menjadi satu liang," ujar Kim-leng.
Di balik ucapannya itu jelas ia ingin menyatakan: 'bila hidup tidak dapat bersatu ranjang, biarlah mati bersatu liang'.
Peng-say tidak menyangka bahwa hanya dalam waktu satu hari sesingkat ini si nona telah menaruh perhatian sedemikian besar padanya.
Mau-tak-mau terharu juga hatinya, katanya dengan menyesal: "Aku takkan membunuh kau, aku cuma minta Liok-ma bicara sejujurnya." "Apa yang dikatakan Liok-ma memang betul," ujar Kim-leng.
"Adik perempuanmu memang sudah pergi, tadinya dia tidur di kamarku, sekarang sudah tidak ada lagi.
kutanya Siau Tho, dia juga bilang adikmu sudah pergi." "Tapi dia tidak pergi sendirian!" kata Peng-say.
"Darimana kau tahu?" tanya Kim-leng.
"Mengapa Liok-ma hanya berani bersumpah bahwa dia sudah pergi.
tapi tidak berani bersumpah dia pergi sendirian" Jelas dia tidak pergi sendirian, tapi pasti ada sebab lain.
Untuk itulah aku ingin tanya dengan lebih jelas." "Cermat juga kau," ujar Kim-leng.
"Ingin kutanya padamu, mengapa kau sedemikian memperhatikan dia" Apakah dia benar2 adikmu?" "Adik perempuan sendiri sudah tentu harus diperhatikan." "Kalian saudara sekandung?" "Bukan.
dia Pau-moayku (adik misan)..
" "Pantas dia sering memandangmu dengan sorot matanya yang luar biasa, pantas juga kau begini memperhatikan dia.
Apakah kau tahu dia sangat mencintai kau?" Peng-say menggeleng dan menjawab: "Aku ....
aku tidak tahu ..." "Dan tahukah kau bahwa kau sendiripun sangat mencintai dia?"' tanya Kim-leng pula dengan hati pilu.
Dengan bingung Peng-say menjawab pula: "Entah, aku ....
aku tidak jelas.
" Remuk rendam hati Sau Kim-leng, katanya: "Baru sekarang kutahu apa sebabnya kau bilang tidak dapat mengawini aku.
kiranya kau jatuh cinta kepada Piaumoaymu tanpa kau sadari sendiri, hanya dalam hati kau merasa tidak dapat kawin denganku, meski kau tahu sebabnya, tapi sukar menjelaskan, kau cuma tahu tidak betul jika kawin dengan aku.
Dalam hatimu hanya terdapat Piao-moay seorang.
Bolehlah kau pergi mencari Piaumoaymu! Liok-ma, beritahukan duduknya perkara, tidak boleh berdusta." "Piaumoaynya telah pergi bersama Ciamtay Boh-ko, memang betul tidak pergi sendirian," tutur Liok-ma.
"Apa" Mengapa dia pergi bersama Ciamtay Boh-ko?" tanya Peng-say dengan terkejut.
"Dilihatnya Ciamtay-kongcu sangat cakap, maka dia lantas ikut pergi bersama dia," jengek Liok-ma.
"Kau dusta! Kau bohong!" bentak Peng-say.
Melihat betapa gelisahnya anak muda itu, sukar diucapkan rasa kecut hati Sau Kim-leng, dia sengaja berkata: "Ciamtay Boh-ko memang cakap dan ganteng, ilmu silatnya juga kelas pilihan apa tidak baik dia berjodohkan Piaumoaymu?" "Tidak baik, ya tidak baik," seru Peng-say sambil meng-geleng2.
"Tapi apa daya, Piaumoaymu sendiri yang penujui dia," ujar Kim-leng.
"Tidak, aku tidak percaya!" Peng-say tetap ngotot.
"Berdasarkan apa kau tidak percaya?" Kim-leng sengaja membakarnya.
"Kau kira Piaumoaymu akan mencintai kau dengan sepenuh hati" Tahukah kau hati manusia itu tidak kenal apa artinya puas" perempuan yang beriman tidak teguh, bila ketemu lelaki yang lebih baik daripadamu, segera dia akan meninggalkan dirimu, seperti halnya Piaumoaymu...." "Piaumoayku kenapa?" bentak Peng-say dengan melotot dan beringas.
Kim-leng sengaja hendak membikin sedih hati Peng-say, bilamana anak muda itu sudah putus harapan tentu perhatiannya akan beralih kepadanya.
maka ia sengaja membual: "Coba kau pikir, Ciamtay Boh-ko adalah keturunan salah seorang tokoh Su-ki.
baik Bun (sastra, sipil) maupun Bu (silat.
militer), semuanya melebihi kau.