dia bagaimana?" "Soat-kongcu sudah berduduk sekian lamanya didalam kolam, kukira lukanya sudah hampir sembuh seluruhnya dan sekarang bolehlah berdiri," kata Liok-ma.
"Sau Tiong dan Sau Coan, lekas kalian melayani Soat-kongcu berpakaian, aku dan Siocia berangkat lebih dulu." Segera Siau Li menggendong lagi Sau Kim-leng dan ikut keluar gua bersama Liok-ma.
Di dalam gua sekarang tiada orang perempuan lagi, Peng-say lantas melompat keluar kolam, ia coba mengatur napas dan melemaskan otot, rasanya memang sudah hampir sehat seluruhnya.
Iapun tidak minta dilayani Sau Tiong dan Sau Coan, ber-gegas2 ia berpakaian sendiri.
Setelah Peng-say bersama Sau Tiong dan Sau Coan sampai di Leng-hiang-cay, sementara itu santapan yang tersedia sudah hampir dingin, tapi sebelum Peng-say bersantap, lebih dulu ia lantas menanyai Ang-hayji: "Di mana Lolo?" "Lolo dan Kokoh (bibi) sudah dahar, mereka berada di atas loteng," jawab Ang hay-ji.
Peng-say mengangguk, tampa bicara lagi ia terus menuju ke atas.
"Hei, engkau belum makan"!" seru Ang-hay-ji.
"Aku tidak lapar, makan nanti saja," sahut Peng-say walaupun perutnya sudah berkeruyukan.
Rupanya dia menguatirkan keselamatan Cin Yak-leng, maka ingin tanya Liok-ma apakah Yak-leng sudah mendusin dan sudah makan atau belum.
Waktu Cin Yak-leng hendak tidur, wajahnya kelihatan meriang, setelah sekian lama tak dijenguk, ia menjadi kuatir.
Maka dengan langkah ter-gesa2 ia mendatangi kamar tidur Sau Kim-leng.
Dari jauh sudah didengarnya suara kecapi, waktu masuk keruangan panjang sana, ia menjadi terkesima oleh suara kecapi yang mengalun merdu, tanpa terasa ia berhenti dan mendengarkan dengan cermat, suara kecapi itu jelas berkumandang dari kamar tidur Sau Kim-leng.
Agaknya Peng-say mempunyai bakat seni, setelah mendengarkan sejenak, tahulah dia Sau Kim-leng sedang memetik lagu berdasarkan isi Si-keng (kitab bersyair) yang berjudul "Tho-yau".
Syair ini mengisahkan seorang gadis yang sudah cukup umur dan sedang berahi, tapi sebegitu jauh belum lagi mendapatkan jodoh, maka tercetuslah perasaannya melalui lagu ini untuk menghibur hatinya yang haus cinta.
Syair itu terdiri dari tiga bait, sampai sekian lama Pengsay mendengarkan dan ternyata bolak-balik Sau Kim-leng hanya mengulangi bait lagu ini.
Diam2 ia merasa geli, pikirnya: "Kelihatannya nona Sau ini malu2 kucing, tak tersangka iapun berani memetik lagu yang bernada minta kawin ini." Se-konyong2 terpikir olehnya mengapa si nona bolakbalik membawakan lagu itu melulu, jangan2 sengaja diperdengarkan kepadanya.
Pada saat itulah mendadak pintu kamar terbuka, Liokma melongok keluar dan menyapa dengan tertawa: "He, kiranya Soat kongcu sudah datang." Suara kecapi seketika berhenti juga begitu mendengar Soat Peng-say sudah datang.
Mendingan kalau si nona tidak memutus petikan kecapinya.
karena berhenti mendadak, hal ini malah kelihatan belangnya, tandanya dia malu untuk memetik lagi lagu itu.
Diam2 Peng-say membatin: "Waktu di Ciok-leng-tong, dia malu2 dan jarang bicara.
Tapi sekarang dia memaparkan perasaannya melalui suara kecapi.
jelas dia sangat suka menjadi isteriku.
Jika sebentar Liok-ma langsung mengajukan persoalan ini kepadaku, lalu cara bagaimana harus kujawabnya?" Mendadak didengarnya Liok-ma sedang menegur: "He, kau melamun apa" Mau masuk tidak?" Peng-say terkejut dan cepat menjawab: "Mau, mau masuk!" " Segera ia melompat masuk ke dalam kamar.
Liok-ma menggeleng kepala, katanya: "Kenapa terburu2.
masa kututup pintu dan mengalangi kedatanganmu?" Peng-say menyengir.
Tanyanya kemudian: "Dimanakah adik perempuanku?" "Ingin kutanya dulu sesuatu padamu, coba bagaimana jawabmu, jangan terburu tanya adikmu," kata Liok-ma.
Terkesiap hati Peng-say, benar juga segera Liok-ma membicarakan tentang perjodohannya dengan Sau Kimleng, katanya: "Ingin kutanya padamu.
kau suka kawin dengan Siau Leng atau tidak" Mengenai Siau Leng, dia sudah pasrah padaku.
Bahwa da menyerahkan soal yang kutanyakan ini padaku, jetas dia sudah mau.
Tinggal kau, hendaklah kau jawab terus terang.
Kita sama2 orang yang suka blak2an dan tidak perlu bicara secara ber-tele2.
Kalau mau bilang mau.
tidak mau ya katakan tidak mau." Tentu saja Peng-say serba susah, jawabnya dengan gelagapan: "Ini ....
ini ....
" "Tidak perlu ini atau itu," bentak Liok-ma mendadak dengan mendelik.
"Kau tidak mau, begitu?" "Tapi perjodohan adalah urusan penting, harus dipertimbangkan dengan baik dan tidak boleh diputuskan secara gegabah," kata Peng-say.
Liok-ma menjadi tidak tenang, ucapnya: "Apa yang perlu dipertimbangkan lagi" Apa kau takut?" Peng-say meleogak, belum lagi ia paham apa arti ucapan nenek itu, dilihatnya Siau Tho melangkah keluar dan berkata: "Lolo, Siocia bilang boleh memberi kesempatan padanya untuk dipertimbangkan dan jangan memaksanya." "Masa kupaksa dia?" kata Liok-ma.
"Rejeki nomplok begini, siapa yeng tidak mau" Bila seorang pemberani, mungkin kontan akan menjawab ya dan kuatir terlambat memberi jawaban.
Hanya manusia pengecut saja yang suka ragu2 dan sangsi2, pakai pertimbangan segala." "Kukira ucapanmu ini kurang tepat?" ujar Peng-say.
"Apa" Tidak tepat?" kontan si nenek mendelik pula.
"Hm, jelas kau takut bila menikah dengan Siau Leng, tentu Ciamtay Boh-ko akan mencari perkara padamu, kalau tidak masa kau ragu2.
Untuk ini.
biarlah Liok-ma memberi jaminan padamu, kutanggung bocah itu takkan merecoki kau.
Kau boleh menjadi majikan Pak-cay kami dengan aman sentosa, hidup bahagia seumur hidupmu." Rupanya Liok-ma mengira Soat Peng-say bernyali kecil dan takut pada Ciamtay Boh-ko, maka dia memberi garansi penuh.
Peng-say tidak mau membantahnya, ia pikir bila aku suka, boleh kukawin secara resmi dan terang2an, memangnya siapa yang kutakuti" Apalagi kalau aku kawin dengan Sau Kim-leng, jelas akan membikin buntu pikiran sesat Ciamtay Boh-ko, betapapun dia takkan paksa adik perempuannya yang sudah kawin dengan orang lain untuk bercerai dan kawin lagi dengan dia sendiri?" Berpikir demikian, ia merasa jalan pikirannya ini sangat bagus dan akan bantu memecahkan kesulitan orang lain, dengan simpati ia lantas berseru: "Nona Sau, apabila kau sudah kawin, tentu Ciamtay Boh-ko takkan merecoki kau lagi dan kaupun tidak perlu kuatir akan dipaksa ikut pulang ke Tang-hay."' Di dalam kamarnya, Sau Kim-leng merasa ucapan Peng say itu masuk di akal, diam2 hatinya bergirang.
Supaya maklum, di jaman dahulu, perempuan yang berusia 15 sudah cukup umur untuk kawin.
Bila berunur 20 dan belum menikah, maka akan dianggap perawan tua dan akan menimbulkan omongan iseng tetangga, bila disangka kelakuannya tidak baik atau mukanya jelek segala.
Kini umur Sau Kim-leng sudah lewat 20.
sudah lima tahun masa jodohnya dilalui dengan hampa, ia menjadi sedih bila dirinya tidak lekas2 menikah, bisa jadi akan ditertawai orang.
Cuma penilaiannya terlalu tinggi, selama ini belum ketemu jodoh yang cocok.
Baru tahun yang lalu secara kebetulan ia penujui Cin Yak-leng yang cakap.
maka tergodalah hatinya.
Siapa tahu kekasihnya itu adalah jejaka gadungan.
Tentu saja ia sangat kecewa dan sedih, entah kapan baru akan menemukan jodoh yang setimpal.
Setelah bergaul setengah hari dengan Soat Peng-say, ia merasa anak muda ini berhati jujur dan simpatik, banyak segi2 baiknya, apalagi dia adalah Soat Peng-say yang tulen, bukan Soat Peng-say gadungan.
Karena itulah hatinya yang tergoda oleh Peng-say gadungan itu lantas beralih kepada Peng-say yang tulen.
Waktu Liok-ma mengusulkan agar Soat Peng-say menikahi dia, mendadak timbul semacam perasaan kuat bahwa dia harus kawin dengan orang ini, karena itulah dalam hati ia sudah setuju seratus persen.
Setelah pulang ke kamarnya, melalui suara kecapi diulanginya perasaannya itu.
Perempuan kalau besar harus kawin.
dia melambangkan perasaannya melalui suara kecapi, ini bukannya dia tidak dapat mengekang diri, melainkan semacam tanda minta kawin yang normal.
Semula ia kuatir Soat Peng-say tidak sudi menikahinya, tapi sekarang didengarnya anak muda itu menyuruh dia jangan kuatir, ia sangka ucapan Peng-say itu berarti anak muda itu sudah setuju untuk kawin dengan dia, dengan sendirinya ia kegirangan.
Maka dengan malu2 ia menjawab: "Soat .
Soat-long, ucapanmu betul juga ...
" nyata, tanpa terasa ia telah menyebut Peng-say dengan sebutan "long" (sebutan isteri pada suami atau kekasih).
Liok-ma lantas tertawa, katanya: "Nah, Kongcu dengar tidak?" Karena hati Peng-say tidak pernah berpikir sampai sejauh itu, ia tidak tahu dimana letak keistimewaan sebutan "Soat-long" itu, maka dengan ke-tolol2an ia menjawab: "Dengar apa?" Dengan mendongkol Liok-ma mengomel: "Dungu, Siau Leng sudah ganti sebutan padamu, masa kau tidak tahu" Menurut pendapatku, jika perkawinan dapat menghilangkan maksud buruk Ciamtay Boh-ko, nah, kenapa tidak cepat kalian laksanakan saja.
Gembleng besi mumpung panas, bagaimana kalau kita langsungkan saja hari ini juga"!" "Apa katamu?" seru Peng-say terkejut.
"Ini....
ini ....
mana boleh jadi!" Ya dongkol ya bingung Liok-ma, sungguh sukar dimengerti ada lelaki aneh begini, ada rejeki nomplok tidak mau, disodori gadis cantik malah menolak.
Segera ia bertanya dengan gusar: "Eh, coba kau bicara yang jelas, sesungguhnya kau mau kawin dengan Siocia kami atau tidak?" Soat Peng-say sendiri sebatangkara, tidak punya sanak tidak punya kadang, tidak punya rumah tidak punya gudang, kawin dan berumah tangga sebenarnya adalah idamannya, tapi dalam hati kecilnya terasa ada sesuatu perasaan enggan yang sukar dijelaskan, maka ia menjadi ragu2 dan menjawab dengan tergagap: "Aku ....
aku tidak tahu ...." "Apa katamu" Kau tidak tahu?" teriak Liok-ma.
"Sialan! Lelaki macam apa kau ini" Kau kan bukan anak kecil, masa urusan perjodohan sendiri kau bilang tidak tahu?" "Aku ....
aku ....
" "Aku apa" Berani bilang tidak mau, segera kubunuh kau!" bentak Liok-ma sebelum lanjut ucapan Peng say.
Sungguh lucu dan janggal Masa "ulam mencari sambal", masa ada perempuan mencari lelaki dan memaksanya kawin.
"Liok-ma," tiba2 Sau Kim-leng yang berada di dalam kamar berseru, "sudahlah kalau dia tidak mau, biar ....biarkan dia pergi saja .
" Sampai kata terakhir itu, suaranya kedengaran pedih dan tersedan-sedu.