"Apabila ayah tidak hadir di Ki-lian-san, itu berarti beliau hilang di tengah perjalanan, untuk mencarinya akan lebih mudah mengingat letak tempatnya jelas lebih sempit." "Lalu apakah ibumu menyelidiki ayahmu hadir di Kilian-san atau tidak?" tanya Peng-say pula.
"Sebelum berangkat ayah telah memberi pesan kepada ibu bahwa dalam setengah tahun beliau pasti akan pergi dan pulang," tutur Kim-leng, "Tapi setelah setengah tahun berlalu dan ayah belum nampak pulang, ibu menjadi cemas dan buru2 menyusul ke Ki-lian-san.
Lantaran kebiasaan ayah tidak suka bermalam di hotel sehingga ditengah perjalanan ibu tidak dapat menyelidiki apakah ayah menuju ke pertemuan di Ki-lian-san atau tidak." Ia merandek dan menghela, lalu menyambung pula: "Mendiang ibuku dan ayah adalah suami isteri yang bahagia, selama hidup mereka tidak pernah berpisah barang sebulanpun, apalagi setengah tahun.
Ibu mengira mungkin ayah menjadi lupa daratan dan lupa pulang setelah bertemu dengan Ciam-tay Cu-ih dan kawan lainnya di Ki-lian, saking asyiknya berdiskusi tentang ilmu silat.
Tapi ketika ibu sampai ditempat pertemuan itu, tiada bayangan seorangpun yang dilihatnya.
Dengan demikian apakah ayah hadir disana atau tidak seketika menjadi sukar untuk menyelidikinya." "Setengah tahun lebih baru ibumu menyusul kesana, bisa jadi pertemuan mereka sudah lama bubar," ujar Peng-say.
"Jika pertemuan sudah bubar, mustahil ayah tidak cepat2 pulang," kata Kim-leng.
"Setelah tidak menemukan ayah di Ki-lian-san, diam2 Ibu sudah merasakan firasat yang tidak enak." "Jangan2.
" karena tidak berani sembarangan menerka Peng-say urung bicara.
"Untuk mendapatkan keterangan apakah ayah hadir tidak di Ki-Iian-san, kemudian ibu menuju ke Huiciu di Kanglam untuk menemui Soh-hok-bancu, dari beliau ibu mendapat tahu bahwa ayah hadir di Ki-lian-san tepat pada waktunya sehingga bubarnya pertemuan itu." "Apakah mungkin terjadi sesuatu di dalam peristiwa itu?" tanya Peng-say dengan sangsi.
"Setelah ibu tanya lebih jelas kepada Soh-hok-hancu, akhirnya diketahui bahwa dalam pertemuan yang berlangsung selama tujuh hari itu, keempat tokoh itu berunding dengan rukun dan damai, kemudian berpisahlah mereka dan tiada yang menjelaskan akan pergi kemana, maka menurut dugaan Soh-hok-hancu tentu ayah langsung pulang ke Ngo-tay-san kecil Padahal ayah jelas belum pulang, apa lagi waktu ibu keluar rumah mencari ayah, kira2 sudah empat bulan lebih sejak bubarnya pertemuan itu, betapapun lambat perjalanan ayah seharusnya sudah pulang kerumah dalam setengah tahun itu.
-Walaupun yakin kepulangan ayah tidak mungkin tertunda sampai empat bulan setelah bubarnya pertemuan, tapi setelah mendapat keterangan Soh-hok-huncu tersebut, diam2 ibu menghibur diri semoga ayah sudah pulang selagi ibu sendiri keluar mencarinya.
Maka buru2 ibu pulang ke rumah, tapi ayah tetap tidak kelihatan pulang Tentu saja ibu bertambah cemas, sebab setiba ibu di rumah sementara itu sudah lebih delapan bulan sejak bubarnya pertemuan di Kilian-san.
Padahal jarak Ki-lian-san dengan Ngo-tay-san cuma perjalanan sebulan lebih, betapapun lambatnya perjalanan pasti akan sampai juga dalam waktu delapan bulan.
Menghadapi kenyataan ini, ibu tidak mengkhayalkan lagi kemungkian pulangnya ayah, tapi kalau ayah mengalami sesuatu yang tidak baik yang pertama menimbulkan curiga adalah pasti di tengah pertemuan Kilian-san itu telah terjadi sesuatu, Akan tetapi menurut keterangan Soh-hok-hancu, katanya pertemuan yang makan waktu tujuh hari itu berlangsung secara rukun dan damai, jadi tidak mungkin terjadi apa2." "Apakah ibumu tidak tanya lagi kepada kedua tokoh yang lain?" tanya Peng-say.
"Apakah kau sangsikan keterangan Soh-hok-hancu?" "Soh-hok-hancu dari Tiong-hi-koan adalah Tosu yang beribadat tinggi," kata Soat Peng-say, "jadi tidak boleh kita menaruh prasangka kepadanya.
Akan tetapi bila keterangan ketiga orang lainnya seragam, tentu akan lebih meyakinkan." "Kita" yang diucapkan Soat Peng-say itu membuat hangat perasaan Sau Kim-leng, ia merasa kata2 itu sedemikian mesra, untuk sejenak ia berusaha meresapi kata2 itu.
Soat Peng-say tidak menyangka Sau Kim-leng adalah nona yang haus cinta, disangkanya nona itu sedang merenungkan sesuatu, maka tidak diganggunya.
Liok-ma berdiri di ambang pintu, dia cuma dapat melihat punggung Sau Kim-leng, ia tidak tahu apa yang sedang dilakukan si nona, maka ia bertanya: "Siau Leng, ada apa" Badanmu tidak enak?" Sau Kim-leng tersentak sadar, cepat ia menjawab: "O, tidak apa2" "Jika tidak enak badan, tidurlah sebentar dulu!" ujar Liok-ma.
Tapi Sau Kim-leng menggeleng kepala, katanya: "Ucapan Soat kongcu memang benar, kita tidak pantas menyangsikan keterangan Soh-hok-hancu itu.
Tapi untuk membuktikan keterangan itu, mendiang ibuku telah pergi ke Sinkiang untuk menanyai Ngo-hoa koancu.
akhirnya beliau juga menyeberang lautan timur untuk menanyai Hong-hoawancu.
Akhirnya diketahui keterangan ketiga orang itupun sama, semuanya bilang selama pertemuan tujuh hari itu berlangsung dalam suasana rukun dan damai.
Dengan demikian ibu tidak dapat menyangsikan lagi telah terjadi sesuatu dalam pertemuan Ki-lian-san itu, rasanya ketiga tokoh terkemuka itupun tidak akan mendustai ibu, apalagi Tang wan, Se koan, Lam-han dan Pat-cay selama ini tidak ada permusuhan apapun, tiada alasan bagi mereka untuk mencelakai ayah.
Tapi, lantas kemanakah ayah sebenarnya"!" "Ya, sulit jadinya," ujar Peng-say sambil menggeleng, "Ayahmu tidak menyatakan kemana perginya kepada rekannya, kenyataan beliau juga tidak pulang ke rumah, dunia seluas ini, tidaklah mudah untuk mencari jejaknya." "Tapi kalau dapat menemukan Siang-liu-kiam-boh (kitab pusaka) kuyakin pasti dapat menemukan jejak ayah," kata Sau Kim-leng mendadak setelah berpikir sejenak.
"Apa dasarnya?" tanya Peng-say.
"Akhirnya setelah ibu pulang dari lautan timur dan terbukti tiada terjadi apa2 dalam pertemuan di Ki-lian-san, beliau lantas mulai menyelidiki ke segenap pelosok Tionggoan (daratan tengah), sebab ibu yakin jejak ayah pasti tidak meninggalkan Tionggoan, akhirnya meski ayah tak dapat ditemukan, namun ibu berhasil mendapatkan berita mengenai jejak ayah.
" Melihat si nona merandek, Soat Peng-say tidak tahan, ia tanya: "Berita apa itu?" "Ibu merasa heran didunia persilatan daerah Tionggoan ramai tersiar berita tentang ilmu pedang nomor satu di dunia, yaitu Siang-liu-kiam-hoat ciptaan ayah.
Hampir setiap jago pedang pasti tahu istilah 'Siang-liu-kiam-hoat nomor satu di dunia' yang terkenal itu." "Kenapa mesti heran, siapa yang tidak tahu ilmu pedang Pak-cay memang tiada bandingannya di dunia ini," ujar Peng-say.
"Siang-liu kiam-hoat ciptaan ayahmu itu disebut ilmu pedang nomor satu di dunia, kan juga masuk diakal." "Soalnya sifat ayahku tidaklah suka pamer.
setelah Siang-liu-kiam berhasil diciptakan, meski beliau tahu pasti dapat mengalahkan Liang-gi-kiam-hoat dari Bu tong-pay, tapi beliau tidak pernah mencobanya, dengan sendirinya orang luar juga tidak pernah kenal nama Siang-liu-kiamhoat segala, manabisa terjadi setelah menghilangnya ayah, nama Siang-liu-kiam-hoat justeru menggemparkan dunia persilatan, bahkan didukung sebagai ilmu pedang nomor satu di dunia?" "Masa ayahmu tidak pernah perlihatkan Siang-liu-kiam-hoat kepada orang luar?" "Menurut cerita ibu, sejak ayah berhasil menciptakan ilmu pedang tersebut memang tidak pernah dipertunjukkan kepada orang luar.
Pada umumnya orang cuma tahu ketiga macam ilmu pedang Leng-hiang-cay yang terkenal, yaitu Hui-ngai, Liu-jay dan Hoa-hong-kiam-hoat, itupun karena kakek pernah memperlihatkan ketiga macam ilmu pedang itu di medan pertemuan Bu-lim yang sering diadakan, tapi dapat dipastikan tiada orang luar yang tahu ayahku telah menciptakan pula Siang-liu-kiam-hoat yang baru itu " "Kukira ayahmu pasti pernah memperlihatkan Siang-liu-kiam-hoat kepada orang luar, cuma kalian sendiri yang tidak tahu," ujar Peng-say.
"Ingin kutanya padamu, berdasarkan apa kau bilang begitu?" tanya Kim-leng dengan tersenyum.
"Coba pikir, dalam pertemuan Ki-lian-san sana masakah ayahmu tidak menonjolkan hasil ciptaannya" Pertemuan itu kan bertujuan tukar pikiran.
kukira ayahmu pasti memperlihatkan ilmu pedang baru kebanggaannya itu." "Betul juga alasan Soat-kongcu, tapi coba pikir pula, berdasarkan watak keempat tokoh yang tidak mau tunduk kepada pihak lain, biarpun ilmu pedang ayahku memang nomor satu di dunia, mustahil ketiga tokoh yang lain mau mengakui hal ini, apalagi menyiarkarnya." Peng-say garuk2 kepalanya yang tidak gatal, katanya: "Ya, rasanya memang tidak mungkin.
" "Hakikatnya memang tidak mungkin," tukas Kim-leng.
"Coba pikir, mereka masing2 menjagoi wilayahnya sendiri, mana mau mereka menjunjung ilmu pedang tokoh lain sebagai nomor satu di dunia" Andaikan betul mereka mau mengakuinya, mengapa tiada seorangpun yang menyinggungnya, waktu mendiang ibuku berkunjung kepada mereka, semuanya cuma menyatakan pertemuan di Ki-lian-san berlangsung dengan akrab dan damai." Peng-say pikir keterangan ini memang beralasan, terpaksa ia hanya mengangguk saja.
Maka Kim-leng melanjutkan lagi: "Karena menyangsikan berita Siang-liu-kiam-hoat nomor satu didunia itu, ibu lantas mulai mengusut darimana sumber berita itu.
Ibu yakin bilamana sumber berita itu ditemukan, pasti tidak sulit untuk menemukan pula jejak ayahku ....
" Karena si nona merandek pula, Soat Peng-say tambah ingin tahu, segera ia bertanya: "Dan akhirnya bagaimana?" "Akhirnya diperoleh belasan sumber berita tersebut," jawab Kim-leng.
"Bagaimana menurut keterangan mereka?" "Mereka" Sama seperti ayahku." "Hilang semua"!" "Ya, siapapun tidak tahu kemana mereka?" "Aneh, sungguh aneh!.
" gumam Peng-say sambil menggeleng.
"Walaupun tampaknya aneh, kalau dipikir dengan cermat akan menjadi tidak aneh." "Masa tidak aneh?" ujar Peng-say.
"Apabila mereka sudah terbunuh semua, kan menjadi tidak aneh sama sekali." "Siapa yang membunuh mereka?" "Kedua orang terakhir yang mendapatkan Siang-liukiam-boh itu," ucap Sau Kim-leng dengan ketus.
Diam2 Peng-say terkesiap.
apakah mungkin kedua orang yang dimaksud itu ialah gurunya sendiri dan si perempuan berlengan satu itu" Tapi mengingat gurunya bukan manusia kejam yang suka membunuh, cepat ia menggeleng dan berkata: "Tidak-tidak masuk diakal" Kim-leng tahu anak muda itu tetap membela gurunya, katanya kemudian dengan gegetun: "Tapi ibu justeru yakin akan kejadian itu." "Bagaimana menurut keyakinan ibumu itu?" "Menurut ibu, Siang-liu-kiam-boh selalu dibawa oleh ayah, maka dapat diduga pasti kitab pusaka itulah yang membikin celaka ayah, sedangkan orang yang mencelakai ayahku itu termasuk belasan jago pedang kelas tinggi yang hilang itu." "Jago pedang kelas tinggi?" gumam Peng-say.
"Ya, ibu telah menyelidiki dengan jelas bahwa belasan orang itu adalah jago2 pedang yang terkenal di dunia Kangouw," tutur Kim-leng pula.
"Bisa jadi mereka mengincar kitab pusaka ayahku, be-ramai2 mereka lantas mengerubut dan membunuh ayah.