"Kalian menantangku? Boleh, siapa takut akan pengeroyokan kalian? Hayo, hendak kulihat seperti apa kepandaian Cap-ji-liong"
Kwi Lan yang tidak mengenal apa artinya takut, tentu saja tidak dapat menolak tantangan ini, yang diucapkan dengan kata-kata "kalau ia berani"
Ia seorang gadis remaja yang baru saja turun ke dunia ramai sama sekali belum berpengalaman hanya mengandalkan kepandaian luar biasa dan keberanian saja. Kalau ia berpengalaman, tentu ia akan menaruh curiga mengapa Cap-ji-liong menantangnya dengan memilih tempat.
"Bagus"
Seru Ma Kiu.
"Mari ke lian-bu-thia (ruangan silat), biarlah para tamu yang terhormat menjadi saksi bahwa kau menerima tantangan Cap-ji-liong untuk bertanding di lian-bu-thia"
Sambil membusungkan dada, sedikit pun tidak gentar, Kwi Lan berjalan mengikuti Ma Kiu ke ruangan belakang di mana terdapat ruangan silat yang luas dan berbentuk bundar. Sebelas orang adik seperguruan Ma Kiu berjalan di belakangnya, kemudian berbondong-bondong para tamu yang ingin menyaksikan pertandingan itu membanjiri ruangan silat pula.
Kini mereka telah berhadapan. Kwi Lan memperhatikan mereka. Ma Kiu yang menjadi pimpinan berdiri di tengah sedangkan sebelas orang lain berdiri di kanan kirinya. Mereka tampak gagah dan keren dan melihat gerak-gerik mereka, memang dapat dibayangkan bahwa Cap-ji-liong rata-rata memiliki kepandaian tinggi. Juga usia dan pakaian mereka bermacam-macam. Ada yang sudah tua, ada yang masih amat muda. Ada yang berpakaian seperti tosu, ada yang gundul seperti hwesio, dan ada yang berpakaian seperti pelajar. Anehnya, kini mereka telah memakai sebuah tali yang mengikat kepala mereka, tali yang dipasangi sebuah batu permata kuning dan terpasang di atas dahi mereka. Juga Ma Kiu kini memakai tali semacam itu. Ia tidak tahu bahwa itulah tanda khas tokoh Thian-liong-pang dan batu kuning itu diberi nama mustika naga.
"Majulah"
Kwi Lan menantang, sikapnya acuh tak acuh. Terdengar suara "set-set-set"
Teratur ketika kaki dua belas orang itu mulai bergeser dengan cepat mengatur barisan mengurung. Mereka tidak melangkah, tidak mengangkat kaki melainkan bergeser sehingga sepatu mereka menimbulkan suara di atas lantai.
Keadaan menjadi hening dan tegang semua tamu memandang ke arah Kwi Lan yang menjadi pusat perhatian karena nona ini sudah terkurung di tengah-tengah. Dua belas orang itu masih terus bergerak menggeser kaki sehingga tubuh mereka bergerak mengitari Kwi Lan, suara geseran kaki mereka kini berbunyi susul-menyusul seperti desis ular, Kwi Lan masih berdiri diam tak bergerak, hanya biji matanya yang bergerak-gerak, mengerling dan mengikuti gerakan mereka di sebelah depan. Kedua telinganya memperhatikan gerakan di belakangnya dengan seksama, setiap urat syaraf di tubuhnya menegang, siap sedia, akan tetapi wajahnya masih tenang dengan senyumnya mengejek
Tiba-tiba saat yang dinanti-nantikan oleh semua orang tiba. Dengan teriakan nyaring seorang anggauta Cap-ji-liong yang muda, bertubuh tinggi kurus bermuka seperti tikus, menerjang Kwi Lan dari sebelah belakang. Agaknya laki-laki muda ini tertarik oleh kecantikan wajah dan keindahan bentuk tubuh Kwi Lan sehingga ia menyerang bukan memukul, melainkan memeluk ke arah pinggang dengan kedua lengannya. Namun gerakannya ini mendatangkan angin hebat dan tak boleh dipandang ringan. Pada detik berikutnya, anggauta lain, seorang tosu, mengulur tangan dari sebelah kiri untuk mencengkeram pundak, disusul serangan saudaranya dari depan, kanan, dan kemudian dua belas orang itu sudah bergerak serentak susul-menyusul dengan teratur baik sekali.
Gerakan mereka yang teratur itu lebih merupakan gerakan dalam sebuah barisan dan sekaligus mereka telah menutup semua jalan keluar bagi Kwi Lan. Kiranya Ma Kiu dan adik-adiknya tidak mau menyia-nyiakan waktu dan sekali turun tangan mereka tidak main-main lagi. Pendengaran Kwi Lan yang tajam mewakili matanya. Ia tahu bahwa penyerang pertama datang dari belakang. Dengan mudah ia mendoyongkan tubuh mengelak, kemudian secara tiba-tiba kaki kanannya menendang ke arah tangan tosu yang mencengkeram pundak kirinya, disambut dengan gerakan meloncat ke atas dan melihat betapa para pengeroyoknya turun tangan secara bergiliran, tubuhnya yang meloncat ke atas itu tiba-tiba melakukan gerak berputaran secara cepat sekali. Hebat bukan main gerakan gadis ini, cepat dan aneh.
Karena gerakan memutar di udara ini sukar diikuti gerakan tangan dan kakinya, akan tetapi tahu-tahu ia telah menangkis semua serangan lawan dengan tangan atau dengan kaki, bahkan masih berkesempatan membagi pukulan dan tendangan yang mengenai empat orang lawannya. Mereka mengaduh dan berseru kaget, tak menyangka bahwa selain dapat bergerak cepat itu, bekas tangan atau kaki gadis itu amat berat menimpa pundak dan dada. Sesaat barisan itu kacau, akan tetapi Ma Kiu berseru keras dan barisan menjadi rapi kembali pada saat gadis itu sudah menurunkan tubuhnya dan berdiri di tengah kurungan. Ia tersenyum-senyum karena dalam gebrakan pertama ini ia berhasil memperlihatkan kelihaiannya.
Kini para tamu menjadi berisik sekali. Mereka kagum dan kaget bukan main. Ketika tadi dua belas orang itu menyerang secara bertubi-tubi dan setiap serangan merupakan pukulan dan cengkeraman yang lihai, diam-diam mereka menduga bahwa gadis ini mencari mati. Akan tetapi siapa kira, gadis itu dapat bergerak seperti kilat cepatnya dan hampir sukar dipercaya betapa gadis itu bukan hanya dapat menangkis semua serangan, juga dapat memukul dan menendang empat orang pengeroyoknya, biarpun hal itu dilakukan cepat-cepat dan tergesa-gesa sehingga tidak tepat kenanya. Gerakan pertama ini membuka mata Ma Kiu. Ia maklum bahwa biarpun dalam hal tenaga, mereka semua tidak akan kalah oleh lawan. Akan tetapi dalam hal kecepatan gerak maupun dalam hal ilmu silat yang luar biasa, gadis itu benar-benar merupakan lawan tangguh.
Dia tadi berlaku sungkan sehingga mengeluarkan komando untuk bergerak satu-satu secara bergiliran, siapa tahu, karena ia sungkan empat orang adiknya mengalami pukulan dan tendangan. Sekali lagi ia berseru keras dan kali ini dua belas orang itu menerjang maju secara berbareng. Hanya lima orang yang menyerang langsung ke arah tubuh Kwi Lan. Sedangkan yang tujuh orang menghantam ke tengah, ke atas, ke bawah dan sekitar tempat Kwi Lan berdiri sehingga mereka telah menutup semua jalan keluar. Kemana pun gadis ini hendak bergerak, ia akan disambut hantaman yang dilakukan dengan pengerahan Iwee-kang. Hal ini sama sekali tak diduga oleh Kwi Lan. Gadis ini terkejut juga, maklum bahwa keadaannya berbahaya. Baru ia tahu bahwa Cap-ji-liong benar-benar hebat dan tangguh.
Biarpun kalau melawan mereka satu-satu, ia sanggup merobohkan mereka itu dalam waktu singkat, akan tetapi kalau mereka maju berbareng amatlah sukar dilawan. Ia berseru keras, tidak bergerak dari tempatnya, melainkan menggunakan kaki tangan menangkis dan jari tangannya menotok ke arah pergelangan tangan lima orang yang menyerangnya secara berturut-turut. Akan tetapi tiba-tiba lima orang penyerang itu menarik kembali penyerangan mereka dan barisan bergeser terus, disusul lima orang lain yang menyerang secara tiba-tiba, dibantu tujuh orang yang mencegat jalan keluar. Setiap menyerang, lima orang itu mengambil kedudukan ngo-heng, dan setiap kali melihat bahwa serangan itu akan gagal,
Barisan yang terus bergeser itu menarik kembali serangan untuk di ulang dengan perubahan-perubahan mendadak yang sukar untuk diduga sebelumnya. Kwi Lan merasa kewalahan. Dahinya yang putih halus itu mulai berkeringat. Ia takut, akan tetapi jengkel dan penasaran sekali. Ketika untuk kesekian kalinya lima orang lawan menyerangnya dan kepalanya sudah mulai pening karena mencurahkan perhatian dan menduga-duga perubahan, ia berseru keras, mencabut pedangnya dan memutar pedang itu ke sekelilingnya. Tidak tampak gerakannya ini saking cepatnya. Tahu-tahu dua belas orang itu mencium bau yang wangi dan tampak oleh mereka sinar hijau bergulung-gulung seperti naga sakti bermain di angkasa, seperti hawa yang dingin sekali.
"Awas.. mundur dan siapkan senjata.."
Ma Kiu berseru keras. Barisannya melebar dengan cepat, namun masih saja ada dua orang yang terkena serempetan ujung pedang Siang-bhok-kiam sehingga pangkal lengan mereka terluka mengeluarkan darah.
Lagi-lagi kurang tepat kenanya karena Kwi Lan tidak menggunakan pencurahan perhatian sepenuhnya dan tadi hasilnya inipun hanya kebetulan saja. Bagaimana ia dapat mencurahkan perhatiannya dalam sebuah serangan kalau lawannya yang dua belas orang banyaknya itu selalu bergerak secara membingungkan? Kini terdengar suara nyaring dan semua anggauta Cap-ji-liong sudah memegang senjata masing-masing. Ada yang memegang toya, ada yang membawa pedang, golok, thi-pian (pecut besi), siang-kek (sepasang tombak cagak), poan-koan-pit (senjata penotok jalan darah seperti pena bulu), tombak tiat-kauw (gaetan besi) dan lain-lain. Ma Kiu sendiri bersenjatakan sepasang pedang panjang yang kelihatan berat. Para tamu makin tegang. Setelah kini kedua pihak menggunakan senjata, tak dapat disangsikan lagi gadis itu tentu akan mati dalam keadaan tubuh tidak utuh. Setiap anggauta Cap-ji-liong memiliki ilmu kepandaian khusus, bahkan sebelum menjadi murid Sin-seng Losu mereka itu adalah ahli-ahli silat kelas satu. Kini mereka maju bersama, dapat dibayangkan betapa hebatnya.
"Ha-ha-ha-ha. Sayang sekali kau akan tercincang mati.. bunga liar seperti engkau sukar dicari.."
Tiba-tiba terdengar suara Sin-seng Losu yang tadi kelihatan bersungut-sungut ketika beberapa orang di antara murid-muridnya ada yang terluka.
Kakek ini sejak tadi melenggut di atas kursi, menonton pertandingan sambil merem-melek. Kelihatannya saja ia melenggut dan mengantuk tak acuh, padahal sebenarnya ia menonton dengan hati penuh penasaran karena semenjak tadi, belum juga ia dapat mengetahui dari aliran mana ilmu silat gadis ini. Hal ini benar-benar membuat ia kaget dan heran. Biarpun ia sudah terlalu tua sehingga tenaga dan napasnya sudah berkurang banyak dan kalau bertanding, dia sendiri tidak akan dapat mengatasi keampuhan Cap-ji-liong, akan tetapi pengetahuannya dalam ilmu silat sudah amat dalam. Hampir semua aliran ilmu silat di dunia ini. Ia kenal baik akan tetapi mengapa sekali ini, setelah melihat gadis itu bersilat sampai puluhan jurus, ia sama sekali tidak mengenal aliran ilmu silat yang dimainkan? Ia anggap luar biasa sekali ilmu silat gadis itu.
Mirip-mirip ilmu silat Kun-lun-pai, gerakan pedang seperti Kong-thong-pai, akan tetapi ketika menotok hampir sama dengan ilmu totok Im-yang-tiam-hoat yang lihai dari Siauw-lim-pai. Akan tetapi semua itu hanya mirip saja, dan sama sekali bukan aselinya, bahkan kadang-kadang berlawanan dengan aselinya. Hal ini memang tidak mengherankan kalau orang mengenal dari mana Kwi Lan mendapatkan semua ilmu yang aneh itu. Gurunya adalah seorang wanita yang luar biasa, yang puluhan tahun menyembunyikan diri dan menelan segala macam ilmu tanpa ada yang menuntun. Dalam istana bawah tanah terdapat banyak sekali kitab pelajaran ilmu silat peninggalan mendiang Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian yang mencuri kitab-kitab itu dari partai-partai besar. Karena jiwa Kam Sian Eng, guru Kwi Lan, memang tidak sehat alias tidak normal, maka ketika mempelajari semua ilmu itu ia telah menyeleweng dan ilmu yang aseli berubah, menjadi ilmu aneh dan ganas.
Kwi Lan juga mempelajari kitab-kitab itu sendirian saja, hanya menerima petunjuk-petunjuk dari gurunya, justeru sedikit petunjuk itu menyeleweng daripada aselinya, maka dapat dibayangkan betapa hasil ilmu yang ia kuasai tentu saja lebih aneh dan lebih menyimpang dari aselinya"
Jangankan Sinseng Losu, biar tokoh-tokoh dari partai yang memiliki kitab yang tercuri itu sendiri melihat cara Kwi Lan bersilat tentu takkan mampu mengenal ilmunya sendiri. Ucapan mengejek dari Sin-seng Losu tidaklah berlebihan. Memang ilmu pedang Kwi Lan hebat dan luar biasa. Baru pedangnya, sebatang pedang kayu wangi, sudah membuktikan bahwa gadis ini biarpun masih remaja, namun sudah mencapai tingkat yang dinamakan tingkat "yang lunak mengalahkan yang keras"