Sementara itu, Tan Hong yang menghadapi Ti Bong Hosiang benar-benar merasa bahwa kepandaian hwesio ini jauh lebih tinggi daripada kepandaian Kim Kong Hwesio. Tongkat kepala ular di tangan hwesio tinggi besar ini luar biasa hebatnya dan gerakannya menyambar-nyambar bagaikan seekor ular hidup yang sukar sekali diduga gerakannya. Sayang sekali bahwa Sin-hong Kiam-sut yang baru dipelajarinya, belum terlatih lama dan sempurna. Karena bila ilmu pedang ini telah ia latih secara sempurna dan mendalam, agaknya ia akan dapat mengimbangi permainan tongkat hwesio itu. Akan tetapi, karena ilmu pedang itu belum dipahami secara mendalam, dan tingkat kepandaian hwesio itu memang masih lebih tinggi daripada tingkat kepandaiannya sendiri, Tan Hong terdesak hebat dan terkurung oleh sinar tongkat yang menyerang dari semua jurusan dengan sangat berbahaya. Keadaan Tan Hong, seperti juga keadaan dua orang kawannya, benar- benar terdesak dan berbahaya sekali!
Pada saat yang berbahaya itu, dua orang kakek dengan kecepatan seperti terbang mendaki bukit Pek-hoa-san. Mereka ini tidak ialah Lo Cin Ki si Garuda Sakti Kuku Seribu dan yang seorang lagi adalah seorang tosu tua yang berjenggot putih panjang dan berpakaian putih pula. Tosu ini adalah Cin Cin Tojin atau suhengnya, yakni guru dari Tan Hong!
Cin Cin Tojin yang sudah lama tidak bertemu dengan sutenya, pada suatu hari datang mengunjungi sute itu dan mendapatkan Lo Cin Ki dalam keadaan luka oleh musuh. Setelah mendengar penuturan Lo Cin Ki tentang peristiwa itu dan bahwa kini Tan Hong, Siok Lan dan Ong Kai bertiga sedang pergi mencari Bhok Kong dan Kim Kong Hwesio, Cin Cin Tojin merasa sangat khawatir.
“Kedua hwesio sesat itu dapat merobohkan kau, maka dapat dibayangkan betapa tinggi ilmu silatnya. Kalau Tan Hong dan puteri serta muridmu pergi mencari dan bertemu dengan mereka, apakah itu tidak terlalu berbahaya?” katanya.
Lo Cin Ki menghela napas. “Habis apa dayaku? Aku harus memulihkan kembali tenagaku, dan kulihat muridmu Tan Hong itu memiliki kepandaian cukup tinggi.”
Cin Cin Tojin menggelengkan kepalanya yang sudah penuh dengan uban. “Kau terlalu percaya kepada anak- anak muda, sute! Marilah kita susul ke Pek-hoa-san, dan mudah-mudahan saja kita masih belum terlambat.”
Oleh karena Lo Cin Ki memang telah hampir sembuh dan orang tua inipun mengkhawatirkan keadaan puterinya, maka kedua pendekar tua ini lalu berangkat ke Pek-hoasan dengan cepat. Dan kedatangan mereka memang pada saat yang tepat sekali oleh karena ketiga orang muda itu justeru sedang terancam bahaya maut!
“Bhok Kong dan Kim Kong pendeta rendah budi! Marilah kita membuat perhitungan terakhir!” Lo Cin Ki berseru dan bukan main girang ketiga anak muda itu mendengar suara yang amat dikenalnya ini! Apalagi ketika Tan Hong melihat bahwa suhunya juga datang, maka ia lalu cepat-cepat melompat keluar dari lapangan pertandingan dan berlutut di depan Cin Cin Tojin sambil memanggil, “Suhu!”
“Orang she Lo! Kau belum mampus? Baiklah, sekarang kami akan bikin mampus kamu!” Kim Kong Hwesio tidak gentar melihat kedatangan Lo Cin Ki oleh karena ia mengandalkan tenaga bantuan Ti Bong Hosiang yang hebat. Akan tetapi, ketika Ti Bong Hosiang melihat kedatangan Cin Cin Tojin, hwesio ini merasa terkejut dan menjura, “Eh, kiranya Cin Cin To-yu ikut datang pula.”
Cin Cin tojin membalas pemberian hormat itu dan bertanya, “Sahabat Ti Bong! Bagaimana menurut pandanganmu, apakah kepandaian muridku tidak terlalu mengecewakan?”
Kembali Ti Bong Hosiang terkejut karena tidak disangkanya sama sekali bahwa Tan Hong adalah murid tosu pendekar itu. Juga Bhok Kong dan Kim Kong merasa terkejut mendengar bahwa tosu yang ikut datang ini adalah guru Tan Hong. Sedangkan pemuda itu saja sudah demikian tangguh, apalagi gurunya! Akan tetapi, oleh karena maklum bahwa Lo Cin Ki tentu takkan melepaskan mereka begitu saja, dan bahwa pertandingan mati-matian tak dapat dihindarkan lagi, Kim Kong Hwesio tertawa menyindir, “Hm ..., si Garuda Sakti datang membawa jagoan. Baik, hendak kulihat sampai di mana hebatnya jago ini!” Sambil berkata demikian, Kim Kong Hwesio lalu maju dan menghantam dada Cin Cin Tojin dengan hudtimnya! Cin Cin Tojin tersenyum dan mengelak sambil melangkah mundur.
“Aduh, galak benar hwesio ini!” katanya dan iapun menyambut serangan berikutnya dengan ujung lengan bajunya yang panjang dan lebar. “Bhok Kong, terimalah kematianmu dengan tenang!” Lo Cin Ki membentak dan menyerang Bhok Kong Hwesio yang segera menyambut dengan hudtimnya.
Tan Hong tidak tinggal diam dan ia lalu menyerang Ti Bong Hosiang lagi dengan penuh ketabahan oleh karena sekarang guru dan susioknya berada di situ. Melihat serbuan
Tan Hong, Siok Lan dan Ong kai juga tidak tinggal diam dan membantunya hingga tak lama kemudian Ti Bong Hosiang dikeroyok tiga oleh Bok-san Sam-hiap itu!
Sebetulnya Ti Bong Hosiang biarpun jahat namun ia masih merasa segan dan hormat kepada Cin Cin Tojin yang ternama dan sakti, maka tadi ia telah merasa ragu-ragu untuk membantu kedua hwesio itu. Akan tetapi kini melihat serbuan ketiga orang muda itu, ia lalu berkata keras, agaknya dengan maksud supaya terdengar oleh Cin Cin Tojin, “Anak-anak muda, kalian hendak mencoba kepandaian? Baiklah, biar pinceng saksikan kehebatan anak-anak muda sekarang!” Dengan ucapan tersebut ia bermaksud bahwa ia tidak mengambil sikap bermusuhan, hanya melayani ketiga anak-anak muda itu secara “main- main” belaka. Akan tetapi, setelah ia menghadapi ketiga anak muda itu, ia tidak mendapat kesempatan untuk main- main lagi, oleh karena biarpun kepandaian mereka ini ratarata rendah tingkatnya, namun kini digabung menjadi satu merupakan lawan yang tak boleh dipandang ringan! Apalagi ketika Tan Hong lagi-lagi mengeluarkan Sin-hong Kiam-sutnya, segera Ti Bong Hosiang dapat didesak. Hwesio ini timbul marahnya dan ia lalu mengeluarkan serangan-serangan berbahaya tanpa segan-segan lagi.
Sementara itu, Bhok Kong Hwesio yang melawan Lo Cin ki menjadi sibuk dan tak berdaya, hingga pada saat yang tepat, pedang jago tua itu berhasil menusuk lambungnya dan tepat menembus jantung hingga Bhok Kong tak sempat berteriak lagi. Hwesio yang jahat ini roboh mandi darah dan tewas di saat itu juga!
Kim Kong Hwesio memang sudah repot menjaga desakan Cin Cin Tojin yang benar-benar tangguh dan yang memainkan ujung lengan baju hingga mengeluarkan angin pukulan dingin, kini melihat betapa Bhok Kong Hwesio telah tewas, semangatnya sebagian besar telah melayang pergi dan permainan silatnya menjadi kalut. Kalau Cin Cin Tojin mau dengan mudah saja ia dapat menewaskan hwesio ini, akan tetapi oleh karena Cin Cin Tojin telah melakukan pantangan dan tidak mau membunuh, maka tosu ini lalu melompat mundur sambil berkata kepada sutenya, “Sute, mari kaulayani musuhmu ini!” Kemudian tosu itu hanya berdiri menjadi penonton saja. Ketika ia melihat ke arah ketiga anak muda yang mengeroyok Ti Bong, hampir saja ia mengeluarkan teriakan heran. Ia lalu memandang kepada Tan Hong dengan penuh perhatian. Dari manakah anak itu mendapat gerakan-gerakan macam itu? Demikian tosu ini berpikir dengan bingung dan heran melihat gerakan pedang Tan Hong yang memainkan ilmu silat pedang Sin-hong Kiam-sut!
Ti Bong Hosiang benar-benar terdesak oleh kurungan Tan Hong bertiga. Hwesio ini merasa gemas dan malu dan mencoba untuk balas mendesak, akan tetapi Bok-san Kiam- hwat bukanlah ilmu pedang sembarangan. Apalagi sekarang dimainkan dengan hebatnya oleh tiga orang anak muda secara berbareng dalam kerja sama yang kompak dan cocok serta saling bantu hingga makin sibuklah Ti Bong Hosiang. Akhirnya dengan sebuah gerak tipu Air Hujan Tertiup Angin, ujung pedang Tan Hong berhasil melukai pundaknya dan darah mengucur membasahi jubah pendeta itu. Ti Bong Hosiang melompat mundur dan berkata sambil menahan kemarahannya, “Sudahlah! Aku yang tua telah menerima pelajaran dari yang muda, kalau ada kesempatan baik, kelak bertemu pula!” Setelah berkata demikian, sekali tubuhnya berkelebat, Ti Bong Hosiang telah lenyap di balik pohon-pohon!
Sementara itu. Lo Cin Ki telah mendesak hebat dengan pedangnya kepada Kim Kong Hwesio yang hanya mampu menangkis sambil bertindak mundur, agaknya mencari kesempatan untuk melarikan diri. Ia sudah tidak mempunyai harapan lagi untuk menang, apalagi setelah melihat betapa Ti Bong Hosiang yang diandalkan itu telah lari pula. Akan tetapi Lo Cin ki tidak memberi kesempatan kepadanya dan ke”tika Kilm Kong Hwesio semakin kalut permainan silatnya, dengan sekali ayun, putuslah kebutan di tangan Kim Kong Hweslo dan sebelum Kim Kong Hwesio hilang kagetnya tahu-tahu si Garuda Sakti telah melayang dan tepat menendang sambungan lutut Kim Kong Hwesio! Kwesio itu tak kuasa menahan tubuhnya lagi dan ia roboh terlentang tak berdaya. Lo Cin Ki menggerakkan pedang, akan tetapi pada saat itu terdengar Ong Kai berseru, "Suhu, biarkan teecu yang membalas sakit hati ini." Dan pemuda muka hitam ini dengan marah lalu melompat mengirim bacokan ke arah leher musuhnya! Kim Kong Hwesio berusaha miringkan kepala, akan tetapi terlambat. Pedang Ong Kai yang digerakkan dengan kuat telah mengenai lehernya dan putuslah leher hwesio cabul yang Jahat Itu. Dengan mata merah menahan turunnya air mata karena terharu dan sedih mengingat akan kematian tunangannya Ong Kai lalu berlutut di depan Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin menghaturkan terima kasih. Kemudian, iapun mengucapkan terima kasih kepada Tan Hong dan Siok Lan yang telah membantunya hingga pembalasan dendam ini terlaksana baik. Cin Cin Tojin lalu bertanya kepada muridnya, “Tan Hong, dari mana kau mendapatkan ilmu pedang Sin-hong Kiam-sut itu?"
Tan Hong memandang kepada suhunya dengan kagum. Ternyata pandangan mata suhunya itu tajam sekali, Ia lalu menuturkan pengalamannya di kaki-gunung tadi dan ketika mendengar bahwa murid masing-masing telah menerima petunjuk dari Raja Pengemis dan Kim Liong Hoat-su, baik Cin Cin Tojin maupun Lo Cin Ki saling pandang dengan heran. Dua orang kakek itu termasuk orang-orang tingkat tinggi yang jarang sekali mau muncul di dunia kang-ouw, apalagi Kim Liong Hoatsu yang bertapa di Kim-liong san, sedangkan si Raja Pengemis biasanya hanya bergerak di utara saja.
"Sekarang kita harus kubur kedua mayat ini baik-baik," kata Cin Cin Tojin yang merasa kasihan juga melihat mayat kedua hwesio itu. "Kita boleh membenci kejahatan mereka, akan tetapi tubuh-tubuh mereka yang hanya menjadi alat ini harus kita kembalikan kepada asalnya