Halo!

Maling Budiman Berpedang Perak Chapter 25

Memuat...

Setelah memperhatikan papan caturnya kakek berambut putih itu merasa bahwa gerakan ini memang tepat untuk membalas ancaman lawan pada Kudanya, maka sambil tertawa girang ia memajukan Prajurit menurut petunjuk Ong Kai!

Demikianlah, secara bergiliran Tan Hong dan Ong Kai memberi petunjuk hingga boleh dikata kedua anak muda itulah yang bermain catur, sedangkan kedua orang kakek itu hanya menjadi penggeraknya saja! Akan tetapi, gerakan- gerakan tepat yang ditunjukkan oleh kedua anak muda itu membuat mereka benar-benar kagum dan girang hingga keadaan yang tadinya sunyi kini berubah menjadi ramai karena suara tertawa kedua kakek itu. Suara ketawa jembel tua itu seperti burung hantu, sedangkan suara kakek berambut putih itu berkakakan seperti suara ular besar mengakak!

Oleh karena kedua anak muda yang cerdik itu memang maklum bahwa kakek kakek yang kalah pasti akan marah sekali kepada penasehat lawan sedangkan hal ini berbahaya sekali oleh karena mereka maklum akan kehebatan kakek- kakek ini, maka mereka sengaja bermain hati-hati sekali dan membuat permainan ini berakhir remis! Setelah biji-biji catur kedua pihak habis dan tinggal seorang Raja saja kedua kakek itu tertawa senang. Si jembel berkata, “Ha, ha, kakek penuh uban! Kali ini kau tidak dapat mengalahkan aku!” Lalu ia tertawa terkekeh-kekeh lagi.

Sebaliknya, orang tua berambut putih itupun tertawa dan berkata, “Lo-kai (pengemis tua), kaupun tidak bisa mengalahkan aku!”

Pada saat itu, Siok Lan satang sambil membawa banyak sekali buah ang-co dan buahbuah lain yang lezat nampaknya karena warnanya yang kuning kemerah- merahan itu menandakan bahwa buah-buah itu matang di atas pohon! Gadis ini merasa heran sekali mendengar suara kedua orang kakek itu tertawa girang, maka ia lalu menghampiri tempat itu sambil membawa buah-buahnya.

“Bagus, bagus, perut kita memang sudah lapar sekali!” kata si jembel sambil mengulurkan tangan dan mengambil beberapa tangkai buah dari tangan Siok Lan.

“Memang, sudah semenjak pagi tadi kita belum makan apa-apa! Permainan catur ini biarpun menarik hati, akan tetapi membuat orang lupa waktu dan lupa makan!” menjawab si rambut putih yang juga mengulurkan tangannya dan tahu-tahu iapun sudah mengambil beberapa butir buah dari tangan Siok Lan!

Perbuatan kedua kakek ini sekaligus membuat ketiga anak muda itu melongo keheranan! Harus diketahui bahwa gadis itu berdiri di tempat yang agak jauh hingga jangankan baru mengulurkan tangan, biarpun bangun berdiri dan menjangkau dengan tubuh dibongkokkan kedepanpun orang belum dapat mengambil buah itu dari jarak yang sedikitnya masih ada setombak itu. Akan tetapi, entah dengan cara bagaimana, kedua kakek itu tidak pindah dari tempat duduk, dan hanya mengulurkan tangan, dan buah- buah itu telah berada di tangan mereka!

Sambil makan buah, kedua kakek itu memandang kepada penasehat masing-masing. “Kalian makanlah, bukankah perutmu lapar juga?” kata mereka hampir bersamaan.

“Aku mendengar cacing perutmu berteriak-teriak dan mengeluh-ngeluh ketika kau berdiri di belakangku tadi!” kata si jembel kepada Tan Hong.

“Dan perut si muka hitam ini membikin sakit telingaku karena selalu berkeruyuk dengan bising!” kata si rambut putih kepada bekas lawannya sambil menunjuk Ong Kai.

Kedua anak muda itu saling pandang, lalu ikut tertawa dan menerima buah dari tangan Siok Lan. Sebaliknya, gadis itu telah mengisi perutnya di dalam hutan tadi hingga ia telah merasa kenyang dan tidak ikut makan.

Tiba-tiba si jembel berkata kepada Tan Hong, “Aku si jembel tua tidak biasa menerima kebaikan orang tanpa balas. Kau telah membelaku hingga aku tidak dikalahkan oleh si kakek uban ini, maka marilah kau ikut padaku sebentar untuk menerima upah.” Tan Hong menjawab, “Maaf locianpwe, Teecu tidak biasa menerima upah dari apa yang teecu lakukan. “

Tiba-tiba kakek jembel itu memandangnya dengan melotot, “Apa katamu? Aku tidak biasa menerima bantahan, mengerti!” Dengan gerakan cepat sekali tangannya meluncur ke depan dan sebelum Tan Hong dapat mengelak, tahu-tahu lengan kanannya telah dipegang dengan erat sekali. Tan Hong mengerahkan lweekangnya, mencoba meloloskan diri, akan tetapi makin ia kerahkan tenaga, makin eratlah pegangan tangan si jembel itu.

“Ha ..., ha ..., ha ... ! Tak kusangka kaupun telah memiliki kepandaian lumayan juga. Mari kau ikut aku!” Tan Hong tahu-tahu merasa dirinya melayang dari atas tanah, oleh karena kakek jembel itu telah menarik tubuhnya dan dibawa lari ke dalam hutan!

Si kakek ubanan tertawa gelak hingga suara ketawanya yang keras itu memenuhi hutan dan bergema keras sekali.

“Ha ..., ha ..., ha ... ! Si jembel membuat aku merasa malu! Mari, mari, muka hitam, kaupun ikut aku sebentar untuk menerima hadlah atas petunjuk-petunjukmu tadi!”

Ong Kai memang berotak cerdik, maka ia dapat menangkap maksud kakek ini dan ia mengikuti kakek itu masuk ke dalam hutan, biarpun ia telah mengerahkan ilmu kepandaiannya berlari cepat, namun masih saja ia tertinggal jauh oleh kakek yang hanya jalan biasa itu!

Melihat keadaan ini, Siok Lan yang tidak mengerti asal mula perkara yang membuat kedua suhengnya seakan-akan menjadi pelepas budi, diam-diam merasa khawatir. Terutama sekali ia merasa khawatir akan keselamatan Tan Hong, maka segera ia mengangkat kaki dan mengejar ke arah Tan Hong dibawa lari oleh si jembel tadi! Ketika ia sampai di tengah hutan, ia melihat betapa Tan Hong duduk berlutut di depan kakek jembel itu yang kini telah memegang pedang Gin-kiam kepunyaan Tan Hong. Gadis ini terkejut hingga tak terasa pula ia mencabut pedangnya.

Tiba-tiba si jembel tua itu berpaling ke arahnya dan biarpun gadis itu mengintai dari balik pohon, agaknya si jembel telah melihatnya karena si jembel tua itu berkata keras-keras, “Eh ... ! Gadis! Kau mengejar kemari dengan pedang di tangan. Ha ..., Ha! Tentu kau cinta kepada pemuda ini dan hendak membelanya bukan?”

Tan Hong terkejut dan memandang. Ketika melihat bahwa Siok Lan telah berada di situ sambil memegang pedang, pemuda itu menjadi terkejut dan girang. Benarkah dugaan si jembel ini? Dan aneh sekali, ketika mendengar ucapan yang tepat mengenai jantungnya itu, Siok Lan lalu berlari pergi keluar dari hutan!

“Locianpwe, betulkah dugaan locianpwe tadi?” tanyanya penuh harap.

“Ha ... ,ha ..., ha ... ! Anak muda, kau hanya pandai main catur, akan tetapi tak pandai mengukur hati seorang gadis manis! Sudahlah, sekarang kauperhatikan gerakan- gerakanku. Aku hendak mengajarmu ilmu pedang Sin- hong-kiam-sut (Ilmu Pedang Burung Hong Sakti) yang hanya delapan belas jurus banyaknya. Perhatikan baik-baik dan catat semua gerakannya di dalam otakmu yang pandai main catur itu!”

Setelah berkata demikian, kakek itu lalu menggerakkan pedang perak dengan gerakan perlahan dan lambat sekali hingga Tan Hong dapat mengikuti dan mengingat semua gerakannya. Ia merasa bahwa gerakan-gerakan itu biasa saja dan sama sekali tak dapat melawan ilmu pedang Bok- san-kiam-sut yang telah dimilikinya. Setelah menghabiskan delapan belas jurus dengan gerakan lambat, si jembel lalu berkata, “Nah! Sekarang kau saksikanlah bagaimana harus memainkannya.” Tiba-tiba saja tubuh si jembel itu berkelebat dan sinar pedang lalu menutupi tubuhnya dengan gerakan cepat sekali hingga mata Tan Hong menjadi kabur! Kakek jembel itu masih memainkan ilmu pedang seperti tadi, akan tetapi kini ia menggunakan gerakan cepat dan ternyata bahwa ilmu pedang itu memang hebat!

Tan Hong menjadi girang sekali dan setelah kakek selesai bermain pedang, ia lalu menerima kembali pedangnya dan meniru gerakan-gerakan kakek itu. Otaknya memang cerdas dan mudah saja baginya untuk mengingat semua gerakan kakek jembel tadi.

“Bagus, bagus! Kau telah dapat memahaminya cepat sekali, pantas saja ilmu main caturmu juga hebat. Nah, kau latihlah baik-baik karena delapan belas jurus ini saja sudah cukup untuk menumpas seluruh penjahat dan perampok yang merajalela di daerah utara!”

Tan Hong lalu menjatuhkan diri berlutut, “Locianpwe, bolehkah teecu mengetahui namamu yang mulia?”

“Di daerah utara aku disebut Pembasmi Perampok oleh karena aku memang benci sekali kepada perampok- perampok jahat yang tidak kenal perikebajikan dan perikemanusiaan. Sebenarnya aku adalah Lui Song yang dijuluki orang Raja Pengemis!”

Terkejutlah Tan Hong mendengar nama ini. Jadi inikah pendekar tua yang telah mengamuk dan membasmi para perampok di utara hingga kedua saudara Ang dan Ciauw Lek juga lari karena takut kepadanya. Pantas saja, karena ia memang luar biasa hebatnya! Pernah juga ia mendengar dari suhunya nama si Raja Pengemis yang dipuji-puji karena kehebatan ilmunya dan ia merasa beruntung bahwa kini dapat berjumpa dengan orang tua ini, bahkan telah diberi pelajaran ilmu pedang! Ia lalu berlutut lagi dan menyatakan terima kasihnya.

“Dan kau bukankah Gin-kiam Gi-to si Maling Budiman?”

Tan Hong terkejut dan khawatir, karena bukankah kakek itu menyatakan paling benci kepada perampok? Akan tetapi oleh karena ia tidak merasa pernah melakukan kejahatan yang melanggar perikemanusiaan, ia tidak takut.

“Locianpwe sungguh berpemandangan tajam, teecu memang benar Tan Hong yang disebut orang Maling Budiman,” jawabnya.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment