“Hong-ko, dengan adanya kau di dekatku, aku tidak pernah merasa takut?” Melihat kerlingan mata dan senyum bibir gadis itu, tiba-tiba di dada kiri Tan Hong terasa detak jantungnya mengeras.
“Aah, kau terlalu memuji, sumoi, “ katanya perlahan. “Hong-ko, ketika kita bertemu dan bertempur dulu itu,
mengapa kau tidak mau mengalahkan aku? Padahal kalau
kau mau, mudah saja, bukan?” tanya Siok Lan sambil memandang tajam.
Muka Tan Hong menjadi merah. “Mengapa kau berkata demikian, sumoi? Aku tak dapat mengalahkanmu, karena memang ilmu pedangmu hebat sekali!”
Diam-diam Siok Lan merasa girang oleh karena pemuda ini ternyata pandai sekali membawa diri dan tidak sombong, biarpun memiliki kepandaian tinggi. Diam-diam ia merasa tertarik dan suka sekali kepada pemuda ini, apalagi setelah ia mendengar riwayat Tan Hong ketika masih kecil yang amat menyedihkan dan mengharukan itu. Hatinya menjadi lemah dan perasaan iba serta sayang timbul dalam dadanya!
***
Ketiga pendekar Bok-san-pai ini melanjutkan perjalanan mereka menuju ke Pek-hoasan, mencari musuh-musuh mereka, yakni Bhok Kong Hwesio dan Kim Kong Hwesio. Di sepanjang perjalanan, tak pernah lupa Tan Hong melakukan pekerjaannya seperti biasa, dan kini tiap kali ia keluar malam untuk melakukan pencurian, Siok Lan tak pernah ketinggalan dan selalu membantunya dengan setia!
Bahkan Ong Kai yang selalu merasa kesepian karena ditinggal seorang diri diwaktu malam, mulai mencoba ikut membantu pula. Akan tetapi, setelah sekali dua kali ia ikut dan melihat betapa di dalam pekerjaan ini ia dapat pula merasakan kebahagiaan yang nampak pada sikap orang- orang miskin yang mereka tolong, Ong Kai makin sering ikut dan mulai melakukan pekerjaan itu dengan gembira. Bahkan kini mereka bekerja secara terpisah, seorang mencuri di gedung seorang hartawan dan setelah mendapat hasil, mereka bertemu di tempat yang sudah dijanjikan lebih dulu untuk bersama-sama pergi menbagi-bagikan hasil itu ke dusun-dusun yang berdekatan!
Pada suatu malam, Ong Kai mendapat bagian mencuri di rumah seorang pedagang hasil bumi yang kaya raya. Tan Hong dan Siok Lan mendatangi rumah lain. Ketika Ong Kai sedang mengintai dari atas genteng, tiba-tiba ia melihat sesosok bayangan orang berkelebat di atas genteng itu juga! Ia cepat bersembunyi di balik wuwungan rumah yang tinggi dan mengintai gerak-gerik orang yang baru datang ini. Orang itu berpakaian hitam dan di punggungnya nampak sebatang golok. Ong Kai merasa curiga dan menduga bahwa kalau ia bukan seorang maling, tentulah seorang yang mempunyai maksud lain yang buruk.
Dari gerakan orang itu, Ong Kai maklum bahwa tamu malan itu memiliki sedikit kepandaian dan bukan merupakan lawan berat, maka hatinya menjadi lega dan ia terus mengintai. Ketika ia melihat orang itu melompat turun ke belakang gedung, iapun ikut pula melompat di belakangnya dengan diam-diam dan terus mengintai. Ia melihat betapa dengan cekatan menandakan seorang ahli, orang itu membongkar jendela sebuah kamar, lalu melompat masuk! Ong Kai juga cepat melompat dan mengintai! Alangkah marah dan gemasnya melihat bahwa kamar itu adalah kamar seorang wanita dan hal ini dapat diketahuinya ketika penjahat itu menyingkap kelambu pembaringan oleh karena ia melihat tubuh seorang gadis sedang tidur pulas di atas pembaringan itu. Ong Kai berniat melompat masuk dan menyerbu penjahat itu, akan tetapi ia menahan maksud hatinya, lalu memandang penuh perhatian, siap untuk menolong apabila penjahat itu melakukan sesuatu. Akan tetapi, tiba-tiba penjahat itu membungkuk dan menotok jalan darah gadis itu yang menjadi sadar dari tidurnya, tetapi tak dapat bergerak maupun berteriak karena jalan darahnya telah di-tiam oleh penjahat tadi. Kemudian dengan cepat penjahat itu memondong tubuh gadis itu dan melompat keluar melalui jendela kamar!
Ong Kai tak dapat menahan kemarahannya lagi. Ia maklum bahwa penjahat ini tentu seorang jai-hoa-cat atau penjahat pemetik bunga, maka tanpa ajal lagi ia menghadang di depan kamar dan membentak,
-oo0dw0oo-
“Bangsat penculik hina dina!” Dengan gemas Ong Kai menyerang ke arah leher penjahat itu. Terkejutlah penjahat itu dan cepat ia berkelit. Akan tetapi oleh karena ia sedang memondong tubuh gadis itu, gerakannya tidak leluasa lagi dan terpaksa melepaskan tubuh gadis itu.
Ong Kai cepat menyambar tubuh orang yang dilepas ke bawah dan secepat kilat ia menepuk pundak gadis tadi yang lalu dapat bergerak kembali. Gadis ini lalu berteriak-teriak minta tolong dan mundur sampai ke dinding, melihat pertempuran yang terjadi antara penjahat yang menculiknya dan penolong yang gagah ini. Ong Kai melayani penjahat dengan bertangan kosong, sedangkan penjahat itu yang ternyata masih muda, menggunakan goloknya untuk menyerang penghalang dan pengganggunya.
Sementara itu, teriakan gadis tadi telah membangunkan penghuni rumah dan beberapa orang, termasuk ayah ibu gadis tadi, berlari keluar. Akan tetapi mereka hanya dapat memeluk anak gadis mereka dan selanjutnya menonton pertempuran itu dengan wajah pucat ketakutan.
Penjahat yang telah kepergok itu lalu berlaku nekad dan mengamuk sambil memutarmutarkan goloknya menyerang dengan nekad. Ong Kai berlaku waspada dan hati-hati. Tubuhnya bergerak ke sana ke mari dalam usahanya mengelakkan serangan golok, dan sengaja mempermainkan penjahat itu.
Gadis yang hampir terculik itu beserta kedua orang tuanya dan beberapa orang pelayan, melihat pertempuran dengan mata terbelalak. Selama hidup mereka belum pernah melihat pertempuran sehebat ini dan diam-diam mereka kagum sekali melihat betapa penolong yang tinggi besar dan gagah itu melayani penjahat yang memegang golok dengan tangan kosong belaka!
“In-kong (tuan penolong), pergunakanlah pedangmu!” tiba-tiba gadis itu berteriak kepada Ong Kai. Suaranya merdu dan nyaring hingga Ong Kai tersenyum sambil berpaling kepadanya. Ketika kedua matanya memandang wajah gadis itu, ia tercengang dan dadanya berdebar aneh! Gadis itu memiliki sepasang mata dan mulut semanis mendiang tunangannya! Maka ketika teringat akan tunangannya yang juga tewas karena terculik penjahat- penjahat cabul, timbul marahnya dengan hebat. Dengan menggeram, ketika golok penjahat itu menyerang lagi, ia membalas dengan sebuah tendangan kilat hingga golok itu terlepas dari pegangan si penjahat dan sebelum penjahat itu sempat melarikan diri, sebuah pukulan mampir di pundaknya membuat penjahat itu roboh pingsan!
“Ikat ia, lekas! Ikat dan bawa ke kantor tihu!” Ayah gadis itu memerintah kepada para pelayannya yang segera berlari-lari mencari tambang besar dan beramai-ramai mengikat tangan penjahat itu yang tak dapat bergerak lagi!
Gadis itu lalu menghampiri Ong Kai dan menjatuhkan diri berlutut di depan pemuda ini sambil berkata, “In-kong, budimu sungguh besar dan selama hidupku aku takkan melupakan pertolonganmu ini.”
Ong Kai menjadi bingung, Untuk mengangkat bangun ia harus menyentuh pundak gadis itu dan hal ini tak dapat dilakukannya, takut dianggap kurang sopan. Maka dalam bingungnya, iapun lalu berlutut di depan gadis itu sambil berkata, “Siocia! Janganlah kau berlutut kepadaku. Aku takkan berdiri sebelum kau bangun juga.”
Gadis itu memandang dengan mata yang bening dan bersinar jujur. Ia makin kagum melihat wajah Ong Kai yang walaupun berkulit hitam akan tetapi cukup gagah. Melihat betapa penolongnya itupun ikut berlutut, ia tersenyum lalu bangun berdiri. Juga kedua orang tuanya lalu menjura dan menghaturkan terima kasih kepada Ong Kai.
“Siapa nama in-kong dan bagaimana dapat melihat penjahat itu?” tanya ayah si gadis yang memandang dengan kagum.
Bingung juga Ong Kai mendengar pertanyaan ini. Ia datang ke situ memang sengaja dan dengan maksud hendak mencuri harta orang yang bertanya kepadanya! “Siauwte hanya kebetulan saja bertemu dengan penjahat itu dan menjadi curiga melihat gerak-geriknya, maka siauwte lalu mengejarnya dan mengintainya.” Walaupun jawaban ini kurang jelas, akan tetapi ia rasa tidak menyimpang dari kebenaran, oleh karena memang secara kebetulan ia bertemu dengan penjahat itu dan memang ia merasa curiga lalu mengintainya! Kemudian ia melanjutkan jawabannya, “Siauwte she Ong bernama Kai dan siauwte sedang merantau bersama-sama dengan seorang sumoi dan seorang suheng yang tinggal di rumah penginapan.”
Pada saat itu, dari atas genteng melayang turun dua orang yang tidak lain adalah Siok Lan dan Tan Hong.
“Nah, itu mereka datang!” kata Ong Kai kepada tuan rumah dan gadisnya. Semua orang memandang kepada dua orang muda itu dengan kagum dan Ong Kai lalu memperkenalkan Tan Hong dan Siok Lan.
Ketika mendengar bahwa Ong Kai telah menolong puteri tuan rumah dan agaknya diperlakukan dengan hormat dan manis, baik oleh tuan rumah, maupun oleh gadis yang bernama Lai Hwa Eng itu, diam-diam Siok Lan dan Tan Hong saling lirik dan tersenyum. Kedua pemuda ini kembali dari mencuri harta, lalu membawa uang itu di dalam kantung dan menanti di tempat yang telah dijanjikan. Akan tetapi, setelah menanti beberapa lama belum juga mereka melihat Ong Kai, keduanya lalu pergi menyusul ke rumah yang menjadi bagian Ong Kai untuk dicuri uangnya, dan di situ mereka melihat betapa Ong Kai sedang beramahtamah dengan tuan rumah! Hampir saja Ong Kai lupa bahwa ia telah menjadi tamu orang di waktu tengah malam! Ia agaknya lupa pulang oleh karena ia merasa kerasan dan senang berada di dekat Hwa Eng. Kalau Tan Hong dan Siok Lan tidak mengajaknya pergi, mungkin ia akan bercakap-cakap terus sampai pagi. Setelah mendapat pesan dari hartawan yang bernama Lai Kin Tek itu agar supaya ketiga orang muda itu besok pagi suka datang mampir, ketiga orang muda pendekar itu lalu melompat ke atas genteng diikuti pandangan kagum oleh pihak tuan rumah.
“Ah ... Ong-sute! Bagaimana kau ini? Mana pendapatanmu dan barang apakah yang sudah kau ambil dari rumah hartawan Lai?” Tan Hong menggoda.
Ong Kai hanya tersenyum. “Aku tidak diberi kesempatan oleh mereka.“ Jawabnya.