Kisah Si Tawon Merah Dari Bukit Heng-san Chapter 36

NIC

“Kalau kami tidak salah duga, cu-wi (anda sekalian) tentu anggauta-anggauta dari Kiu-liong-pang, bukan?”

Seorang dari mereka yang bertubuh tinggi kurus, memandang tajam dan menoleh ke arah kawan- kawannya yang rata-rata bertubuh kokoh kuat dan bersikap kasar. “Kawan-kawan, mereka mengenal kita!” kata si tinggi kurus lalu menjawab pertanyaan Siong Li. “Benar, kami adalah orang-orang Kiu-liong- pang. Setelah kalian bertiga mengetahui, hayo cepat serahkan buntalan-buntalan itu dan gadis ini harus ikut bersama kami sebagai oleh-oleh untuk ketua kami!” Ucapan si tinggi kurus ini disambut tawa terbahak oleh orang-orang kasar itu.

Bwee Hwa mengerutkan alisnya dan wajahnya berubah merah sekali. Melihat ini, Siong Li berbisik kepadanya.

“Hwa-moi, jangan bunuh orang, kita perlu keterangan mereka.” Bwee Hwa menjawab, “Jangan khawatir, aku tidak akan bunuh orang, akan tetapi mulut orang itu harus dihajar!” Setelah berkata demikian, ia melangkah ke depan, menghadapi si tinggi kurus lalu membentak.

“Jahanam bermulut busuk! Hayo cepat berlutut dan minta maaf atas kelancangan mulut busukmu, atau aku akan menghancurkan mulut busukmu itu!”

Si tinggi kurus adalah seorang anggauta Kiu-liong-pang yang agak menonjol kemampuannya, maka dia diangkat menjadi kepala dari belasan orang itu. Melihat sikap dan mendengar ucapan Bwee Hwa itu, dia tertawa bergelak, diikuti tawa para kawannya yang menganggap gertakan gadis cantik jelita itu terdengar amat lucu!

“Awas, Boan-ko, mulutmu akan digigitnya hancur kalau engkau menciumnya!” kata seorang anggauta dan ucapan inipun memancing tawa bergelak.

“Boan-ko, kalau engkau memberikan gadis ini kepada toa-pangcu (Ketua Pertama), engkau tentu akan menerima hadiah besar. Toa-pangcu paling suka kepada wanita cantik dan galak seperti ini. Katanya dia paling suka kuda betina liar!” kata anggauta perampok yang lain.

Si tinggi kurus yang bernama Boan Kit itu tertawa bergelak. “Ha-ha-ha, nona manis, engkau hendak menghancurkan mulutku? He-heh, bagaimana engkau akan menghancurkannya? Dengan gigitanmu, ha- ha-ha!”

Tiba-tiba saja tubuh Bwee Hwa bergerak ke depan dan kedua tangannya menyambar dari kanan kiri, cepat bukan main, seperti kilat menyambar sehingga gerakan kedua tangan itu tidak tampak jelas.

“Wuuutttt…… plakkkk! Plokkk!!” Tubuh tinggi besar itu terjengkang ke belakang dan dia mengeluarkan suara merintih, kedua tangan menutupi mulutnya yang pecah berdarah karena ditampar oleh kedua tangan Bwee Hwa dari kanan kiri. Bibirnya pecah-pecah dan beberapa buah giginya rontok! Boan Kit jatuh terduduk dan mengaduh-aduh dengan suara yang tidak jelas.

Kawan-kawannya marah bukan main, juga terkejut dan heran. Boan Kit adalah seorang yang bagi mereka merupakan orang pandai silat dan tangguh, akan tetapi mengapa sekali serang saja gadis itu mampu benar-benar menghancurkan mulutnya seperti ancamannya tadi?

Empatbelas orang anggauta Kiu-liong-pang itu adalah orang-orang kasar yang biasa melakukan kekerasan. Mereka adalah orang-orang bodoh dan nekat, sudah terbiasa memaksakan kehendak sendiri. Maka, hajaran kepada Boan Kit itu masih belum menyadarkan mereka bahwa mereka berhadapan dengan seorang gadis yang lihai sekali. Robohnya Boan Kit itu malah membuat mereka marah dan empatbelas orang itu sudah mencabut golok masing-masing, lalu sambil mengeluarkan teriakan-teriakan ganas mereka menyerbu dan menyerang tiga orang muda itu!

“Jangan bunuh orang!” sekali lagi Siong Li memperingatkan Ui Kong dan Bwee Hwa.

Mereka bertiga menyambut serbuan para anggauta Kiu-liong-pang dengan tangan kosong. Dengan tamparan-tamparan dan tendangan, tiga orang itu mengamuk dan dalam waktu singkat saja, empatbelas orang itu sudah berpelantingan dan golok mereka beterbangan! Mereka terkejut bukan main dan barulah mereka kini mengadari bahwa tiga orang muda itu adalah pendekar-pendekar yang amat lihai. Mereka menjadi ketakutan dan merangkak bangun untuk melarikan diri, termasuk Boan Kit. Akan tetapi Siong Li sudah melompat ke depan dan menangkap lengan Boan Kit. Bwee Hwa juga menangkap seorang anggauta gerombolan, demikian pula Ui Kong menangkap seorang lain. Yang lain-lain dapat meloloskan diri, termasuk tiga orang anggauta gerombolan yang sudah lebih dulu melarikan tiga ekor kuda.

“Dengar kalian bertiga!” kata Siong Li kepada tiga orang anak buah gerombolan yang mereka tawan. “Kami tidak ingin memusuhi kalian maka tadi kami tidak membunuh kalian. Kami hanya ingin bicara dengan pimpinan kalian. Nah, sekarang bawalah kami bertemu dengan pimpinan Kiu-liong-pang!”

Boan Kit dan dua orang kawannya yang tertawan itu sudah tidak berdaya dan mati kutu. Mereka maklum sepenuhnya bahwa di depan tiga orang ini mereka tidak akan mampu berbuat apa-apa dan masih untung bahwa mereka tidak dibunuh. Mereka mengangguk lalu menjadi penunjuk jalan bagi tiga orang yang mengikuti mereka berjalan ke barat, menyusuri sepanjang pantai Sungai Kiu-liong.

Akan tetapi belum terlalu lama mereka berjalan, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dari depan dan tak lama kemudian tampak tiga orang laki-laki menunggang kuda tiba di depan mereka. Siong Li, Ui Kong dan Bwee Hwa mendongkol sekali melihat betapa tiga orang itu menunggang kuda mereka yang dicuri tadi! Akan tetapi sebelum Bwee Hwa melampiaskan kemarahannya, Siong Li sudah memberi isyarat kepadanya agar bersabar dan diam. Pemuda ini lalu melangkah maju, menghadapi tiga orang yang juga sudah berlompatan turun dari atas kuda mereka. Tiga orang anggauta gerombolan yang ditawan itu cepat maju dan memegang kendali tiga ekor kuda yang tadi ditunggangi tiga orang ketua mereka.

Siong Li memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan di depan dadanya, lalu bertanya, “Apakah kami berhadapan dengan para pemimpin Kiu-liong-pang?”

Orang yang bertubuh tinggi besar dan mukanya penuh brewok menjawab dengan suaranya yang besar dan parau sambil menatap wajah Bwee Hwa bagaikan mata seekor srigala melihat seekor domba.

“Benar, kami adalah pimpinan Kiu-liong-pang! Siapakah kalian bertiga yang sudah berani menyiksa anak buah kami?”

“Kami tidak menyiksa. Adalah mereka yang hendak mengganggu kami, terpaksa kami membela diri. Kalau kami berniat buruk, tentu mereka semua telah mati di tangan kami. Ketahuilah, pangcu (ketua), kami hanya ingin bertemu dan membicarakan sesuatu dengan pimpinan Kiu-liong-pang, tidak ingin bermusuhan. Namaku Ong Siong Li dan di dunia kang-ouw dikenal dengan julukan It-kak-liong (Naga Tanduk Satu). Saudara ini bernama Ui Kong, pendekar dari kota Ki-lok dan nona ini adalah Lim Bwee Hwa yang dijuluki Ang-hong-cu (Si Tawon Merah). Kalau boleh kami ketahui, siapakah sam-wi (anda bertiga) ini?”

Siong Li sengaja menyebutkan nama-nama julukan, bukan untuk pamer atau menyombongkan diri, melainkan untuk membuat tiga orang kepala gerombolan itu tidak memandang rendah mereka dan mau diajak bicara baik-baik.

Dan usahanya ini memang berhasil baik. Mendengar nama-nama julukan ini, tiga orang itu saling pandang, lalu si tinggi besar brewok yang usianya sekitar limapuluh lima tahun itu memperkenalkan diri. “Aku disebut Toa-liong, ketua pertama Kiu-liong-pang!” “Aku Ji-liong!” kata orang kedua yang bertubuh gendut pendek dan matanya sipit sekali seperti terpejam.

“Dan aku Sam-liong!” kata orang ketiga yang bertubuh tinggi kurus.

Siong Li tersenyum dan mengangguk-angguk. “Ah, kiranya sam-wi (anda bertiga), Toa-liong (Naga Pertama), Ji-liong (Naga Kedua) dan Sam-liong (Naga Ketiga) yang menjadi pimpinan Kiu-liong-pai? Bagus, memang kami ingin berjumpa dengan sam-wi untuk menanyakan sesuatu, harap sam-wi suka memberi keterangan yang kami butuhkan.”

“Hemm, apa yang hendak kalian tanyakan?” tanya Toa-liong, suaranya tidak ramah, bahkan agak ketus karena dia masih marah mendengar laporan para anak buahnya betapa belasan orang anak buahnya dihajar oleh tiga orang muda ini. Dan sejak tadi, pandang mata Toa-liong tidak pernah lepas dari wajah dan tubuh Bwee Hwa, biarpun dia bicara kepada Siong Li.

Melihat kenyataan ini saja, Bwee Hwa sudah merasa muak dan marah sekali. Ui Kong juga merasa mendongkol melihat betapa si tinggi besar brewokan itu selalu memandang kepada Bwee Hwa dengan pandang mata kagum yang tidak disembunyikan sehingga kelihatan kurang ajar sekali.

Ui Kong yang sudah tidak sabar langsung berkata, “Kami ingin mengetahui di mana adanya Pek-bin Moko tokoh Pek-lian-kauw itu. Harap kalian memberitahu kepada kami!”

Mendengar ucapan Ui Kong yang galak itu, Toa-liong berkata dengan senyum mengejek. “Hemm, kalian sudah tahu sendiri bahwa Pek-bin Moko adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw. Tentu saja dia berada di Pek-lian-kauw dan kami tidak mempunyai urusan dengan Pek-lian-kauw!” Jawaban ini tidak kalah kasarnya dibandingkan ucapan Ui Kong tadi.

Siong Li segera berkata untuk mencegah Ui Kong atau Bwee Hwa bicara dengan marah. “Kami juga mengerti bahwa Pek-bin Moko sebagai seorang tokoh Pek-lian-kauw tentu berada di Pek-lian-kauw, Toa-pangcu. Akan tetapi masalahnya, kami tidak tahu di mana adanya cabang Pek-lian-kauw di Propinsi Hok-kian ini. Karena itulah maka kami mengharapkan keterangan dan petunjuk darimu.”

Tiga orang pimpinan Kiu-liong-pang itu saling pandang dan Ji-liong atau ketua yang kedua, yang bertubuh gemuk pendek itu berkata dengan suaranya yang parau, “Enak saja kalian bertiga ini. Hendak minta keterangan dari kami akan tetapi merobohkan belasan orang anak buah kami!”

“Bukan kesalahan kami!” Bwee Hwa berseru. “Kami sudah memberitahu mereka bahwa kami hendak bertemu dan bicara dengan pimpinan mereka, akan tetapi mereka malah menyerang dan hendak merampok kami!”

“Dan engkau sudah memukul mulut anak buah kami Boan Kit sampai terluka parah!” bentak pula Sam- liong yang tinggi kurus dan bermuka pucat.

“Tentu saja! Habis mulutnya kotor dan busuk menghinaku! Masih untung aku hanya menghancurkan mulutnya bukan kepalanya!” teriak lagi Bwee Hwa. Siong Li segera berkata kepada Toa-liong. “Sudahlah, Toa-pangcu. Yang sudah terjadi itu hanya salah paham yang dimulai oleh belasan orang anak buahmu sendiri. Bahkan mereka telah melarikan tiga ekor kuda kami. Sekarang kami harap engkau suka memberi petunjuk kepada kami agar kami dapat menemukan Pek-bin Moko dan biarlah aku yang memintakan maaf atas peristiwa yang terjadi tadi.”

Posting Komentar