Kisah Si Tawon Merah Dari Bukit Heng-san Chapter 30

NIC

Siong Li mulai mencari-cari dengan pandang matanya, tentu saja mencari Hartawan Ui Cun Lee. Akan tetapi orang yang dicarinya itu tidak berada di dalam pekarangan yang penuh orang itu. Mungkin berada di dalam kuil, sedang bersembahyang, pikirnya. Bukankah mereka datang ke kuil untuk sembahyang?

Tiba-tiba dia merasa lambungnya disikut orang. Dia menoleh ke kiri dan melihat Bwee Hwa memberi isyarat dengan kedipan mata padanya. Gadis itu lalu menunjuk dengan dagunya ke arah kiri.

Aneh, apakah Bwee Hwa sudah dapat menemukan Hartawan Ui yang belum pernah dilihatnya itu? Akan tetapi ketika dia memandang ke arah yang ditunjuk oleh Bwee Hwa dan pandang matanya mencari-cari, dia terkejut juga melihat tiga orang yang sudah dikenalnya dengan baik. Di sana, di antara kerumunan orang banyak, dekat ruangan depan bagian kuil yang menjadi tempat pemujaan Dewi Kwan Im, berdiri tiga orang yang bukan lain adalah Sam-kauwcu (Ketua Agama Ketiga) yang bertubuh tinggi berwajah tampan pucat berusia kurang lebih empatpuluh tahun, Lie Hoat yang buntung lengan kirinya, dan Souw Ban Lip. Dua orang terakhir ini adalah para pembantu kepala gerombolan Gak Sun Thai.

Sam-kauwcu dapat lolos ketika Siong Li dan Bwee Hwa membasmi para gerombolan perampok, sedangkan Lie Hoat buntung lengan kirinya oleh pedang Siong Li dan Souw Ban Lip terkena senjata rahasia jarum tawon yang lihai dari Bwee Hwa. Sam-kauwcu dan Li Hoat yang pendek kurus mata juling itu berusia kurang lebih empatpuluh tahun, sedangkan Souw Ban Lip berusia sekitar enampuluh tahun.

Siong Li mengerutkan alisnya. Mau apa tiga orang penjahat itu berada di tempat itu? Sudah pasti tidak mempunyai niat yang baik, pikirnya. Tiba-tiba dia menyentuh lengan Bwee Hwa dan menunjuk ke arah dua orang yang berada di belakang tiga orang penjahat itu. Bwee Hwa memperhatikan.

Dua orang itu berpakaian serupa, dengan pakaian serba putih dan di sebelah luar memakai jubah longgar berwarna kuning. Rambut kepala mereka digelung ke atas, diikat dengan pita putih, model gelung para tosu (Pendeta Agama To) dan di punggung mereka tergantung sebatang pedang. Dari belakang, dua orang yang layak disangka pendeta itu tampak kembar dan serupa, akan tetapi ketika mereka miring sehingga tampak wajah mereka, Siong Li memegang lengan Bwee Hwa dengan kuat sehingga gadis itu mengerutkan alis dan merenggut lepas lengannya.

Siong Li menyadari hal ini dan berbisik. “Maaf, akan tetapi aku terkejut sekali melihat wajah mereka. Tidak salah lagi, mereka itulah yang di dunia kang ouw (sungai telaga, persilatan) dikenal sebagai Pek-bin Moko (Iblis Muka Putih) dan Hek-bin Moko (Iblis Muka Hitam), dua orang tokoh besar dari Pek-lian- kauw (Agama Teratai Putih)!”

Bwee Hwa terkejut juga dan teringat betapa ketiga kepala agama, yaitu Toa-kauwcu, Ji-kauwcu dan Sam-kauwcu adalah tiga orang yang lihai sekali. Ilmu silat mereka adalah Go-bi-kiam-sut (Ilmu Pedang Go-bi) bercampur dengan ilmu yang aneh dan berbahaya dari ilmu-ilmu Pek-lian-kauw seperti yang pernah ia dengar dari gurunya. Kalau Pek-bin Moko dan Hek-bin Moko itu dua orang tokoh Pek-lian- kauw, ilmu-ilmu mereka pasti hebat dan jelas bahwa kehadiran lima orang itu tentu mempunyai maksud tertentu yang buruk!

“Cepat kita dekati dan bayangi mereka, Li-ko!” bisiknya dan mereka berdua kini tidak perduli lagi akan Hartawan Ui. Ada tugas di depan mata, yaitu mencegah terjadinya kejahatan yang pasti akan dilakukan oleh lima orang, terutama dua orang tokoh Pek-lian-kauw itu.

Kedua orang itu lalu menyelinap di antara banyak orang, menghampiri ke arah ruangan bagian kuil di mana terdapat patung Dewi Kwan Im, di mana mereka bersembahyang.

Dugaan Bwee Hwa dan Siong Li memang tidak meleset.

Pada waktu itu, sekitar tahun 1413, semasa pemerintahan kerajaan Beng dipegang oleh Kaisar Yung Lo yang sepuluh tahun lalu merebut tahta kerajaan dari tangan Kaisar Hui Ti, keponakannya. Yung Lo telah mengadakan pembangunan besar-besaran di Cina. Tembok Besar Cina yang terkenal di seluruh dunia itu diteruskan pembangunannya, karena tembok besar yang panjangnya sekitar selaksa mil ini merupakan benteng pertahanan yang kokoh kuat untuk menahan gangguan dan serbuan bangsa-bangsa di utara, terutama bangsa Mongol. Juga terusan besar yang menghubungkan Sungai Yang-ce dan Huang-ho dibangun, diteruskan dan diselesaikan. Kota raja baru Peking juga dibangun sehingga pada masa itu, kota raja Peking merupakan kota raja yang terkenal memiliki bangunan-bangunan yang serba indah dan besar.

Namun, tiada gading yang tak retak. Tidak ada keindahan buatan manusia yang sempurna. Pembangunan besar-besaran itupun mempunyai akibat sampingan yang menyedihkan. Hampir sebagian pembesar yang menangani pembangunan, tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk melakukan tindak tercela korupsi besar-besaran. Banyak pula yang menindas rakyat jelata, memperkerjakan mereka seperti kuli rodi sehingga dalam pembangunan Tembok Besar dan Terusan Besar itu banyak rakyat menjadi korban. Di mana-mana rakyat merasa penasaran dan muncullah pemberontakan- pemberontakan.

Walaupun dengan tangan besi Kaisar Yung Lo dapat membasmi para pemberontak, bahkan menalukkan kembali daerah Yun-nan dan daerah selatan yang tadinya membebaskan diri, namun masih ada gerombolan-gerombolan pemberontak yang selalu merongrong pemerintah. Di antara para gerombolan pemberontak itu, yang paling terkenal adalah munculnya Pek-lian-kauw, gerombolan pemberontak yang berkedok agama baru yang berdasar Agama To dan Agama Buddha yang diselewengkan, bercampur dengan segala macam ilmu sihir dan ilmu sesat.

Pek-lian-kauw yang menentang pemerintah itu bahkan tidak mengharamkan cara-cara yang biadab. Dalam mencari dana untuk kegiatan yang mereka namakan “perjuangan”, mereka tidak segan-segan untuk melakukan pencurian atau perampokan. Kalau ada yang menentang atau menghalangi perbuatan ini, merekapun tidak merasa bersalah untuk melakukan pembunuhan. Dengan tindakan seperti itu, maka rakyat juga tidak suka kepada Pek-lian-kauw, walaupun banyak juga rakyat dapat dikelabuhi oleh cara-cara mereka yang seolah melindungi rakyat kecil dengan sihir-sihir mereka. Bagi para pendekar, Pek-lian-kauw dianggap sebagai sebuah perkumpulan sesat yang menggunakan cara-cara yang biasa dipakai para penjahat.

Seperti kita ketahui, Lie Hoat yang kini buntung lengan kirinya, dan Souw Ban Lip yang pernah terluka lehernya, oleh Hong-cu-ciam (Jarum Tawon) senjata rahasia Bwee Hwa, adalah pembantu-pembantu mendiang Gak Sun Thai yang dahulu menjadi anak buah mendiang Kauw-jiu Pek-wan Kiu Ciang Hok. Mereka berdua itu tidak dibunuh oleh Bwee Hwa atas permintaan Siong Li yang merasa kasihan kepada mereka.

Dua orang ini lalu terpaksa menggabungkan diri dengan Pek-lian-kauw karena merasa bahwa gerombolannya sendiri sudah hancur dan untuk “berdiri sendiri” merasa kurang kuat. Yang mengajaknya untuk masuk menjadi anggauta Pek-lian-kauw adalah Sam-kauwcu yang sesungguhnya bernama Ban Kit yang sebelumnya memang pernah menjadi anggauta Pek-lian-kauw sebelum menjadi ketua agama dengan kedudukan sebagai Sam-kauwcu (Ketua Agama Ketiga). Mereka bertiga diterima baik oleh para pimpinan Pek-lian-kauw dan karena mereka bertiga memiliki ilmu silat yang lumayan tingginya, maka mereka diangkat menjadi tokoh-tokoh yang ditugaskan untuk aksi-aksi yang penting.

Pada pagi hari itu, mereka bertiga dikawal oleh dua orang pimpinan Pek-lian-kauw yang lebih tinggi tingkatnya, yaitu Pek-bin Moko dan Hek-bin Moko, dikirim oleh Pek-lian-kauw ke Kuil Ban-hok-si dengan tugas khusus, yaitu untuk merampas patung emas Dewi Kwan Im yang berada di kuil itu, karena benda itu merupakan benda bersejarah dan terbuat dari emas yang tentu saja amat mahal nilainya.

Mereka berlima berangkat dan sama sekali mereka tidak tahu bahwa pada hari itu merupakan hari sembahyangan umum sehingga tempat itu menjadi ramai sekali dan penuh orang. Mereka agak terkejut dan ragu. Akan tetapi dasar mereka berlima adalah orang-orang yang selalu memandang rendah orang lain dan amat mengagulkan diri sendiri, maka mereka berlima bersepakat untuk nekat melanjutkan niat mereka untuk merampas patung itu seperti yang diperintahkan para pimpinan mereka. Mereka memandang rendah orang banyak itu yang mereka anggap tidak akan ada yang mampu menghalangi mereka!

Setelah menerima isyarat dari dua orang pimpinan Pek-lian-kauw, lima orang itu menyelinap memasuki ruangan di mana banyak keluarga antri untuk melakukan upacara sembahyang. Karena pada saat itu yang melakukan sembahyang adalah keluarga Hartawan Ui Cun Lee, yaitu ayah dan dua orang puteranya yang dikenal baik dan dihormati semua orang karena kedermawanan mereka, maka keluarga lain tidak mau mengganggu. Mereka bahkan mundur dan memberi tempat yang luas kepada tiga orang itu untuk melaksanakan upacara sembahyang mereka.

Melihat betapa di depan meja sembahyang, di balik tirai sebelah dalam dari balik meja sembahyang itu, hanya terdapat Hartawan dan dua orang pemuda, dilayani oleh tiga orang hwesio penjaga atau pelayan kuil Ban-hok-si, maka ini dianggap sebagai kesempatan baik oleh lima orang penjahat itu. Hanya enam orang lemah! Mereka segera melompat masuk ruangan itu.

Melihat ada lima orang berlompatan memasuki ruangan dan mereka semua membawa senjata, semua orang terkejut dan mundur menjauh saling bertabrakan.

Tiga orang hwesio pelayan itu melihat gelagat buruk dan agaknya merasa bahwa lima orang itu berniat buruk, segera maju untuk menegur dan menghalangi. Akan tetapi, Sam-kauwcu menggerakkan pedangnya, Lie Hoat yang lengan kirinya buntung itu menggerakkan tangan kanan dengan ilmu Tiat-see- ciang (Tangan Pasir Besi), dan Souw Ban Lip menggerakkan goloknya dan. tiga orang hwesio itupun

roboh mandi darah! Tentu saja semua orang menjadi kaget, panik ketakutan. Wanita-wanita menjerit, orang orang berdesakan untuk berlumba melarikan diri menjauhi tempat itu.

Pek-bin Moko dan Hek-bin Moko cepat bertindak. Pek-bin Moko yang mukanya putih pucat seperti dikapur itu melompat ke atas meja untuk mengambil patung Dewi Kwan Im. Sementara itu, ketika melihat seorang pemuda tinggi tegap dan tampan yang bukan lain adalah Ui Kong melompat maju hendak menghalangi Pek-bin Moko, Hek-bin Moko yang mukanya hitam pekat seperti dicat arang itu, menyambutnya dengan tamparan tangan kirinya yang mengandung tenaga sin-kang (tenaga sakti) yang ampuh sekali.

Tamparan itu menyambar ke arah kepala Ui Kong dari samping. Ui Kong maklum bahwa serangan itu berbahaya, maka dia cepat menangkis dengan tangan kanannya sambil mengerahkan tenaga Liap-kiang Pek-ko-jiu yang membuat tangan dan lengannya menjadi sekeras baja.

“Dukkk……!” Keduanya terpental ke belakang. Hek-bin Moko terkejut bukan main. Sama sekali tidak disangkanya bahwa di tempat itu dia akan bertemu seorang pemuda yang demikian lihainya! Sementara itu, Pek-bin Moko karena tidak ada yang menghalanginya, dengan mudah dapat menyambar patung Dewi Kwan Im yang beratnya sekitar duapuluh kati itu dan mengempitnya dengan tangan kiri. Dia melompat dari atas meja. Melihat ini, Ui Kiang yang biarpun tidak pandai silat seperti adiknya, mencoba untuk menghalanginya.

Posting Komentar