Kisah Si Bangau Merah Chapter 02

NIC

Apa akan kata orang dunia persilatan kalau melihat Yo Han menjadi seorang yang sama sekali tidak tahu ilmu silat, padahal dia adalah murid ia dan suaminya? Yang tidak tahu tentu akan mengira bahwa mereka suami isteri memang tidak bersungguh hati mengajarkan silat kepada Yo Han, bahkan tentu disangkanya membenci anak itu. Padahal ia dan suaminya amat menyayang Yo Han. Anak itu mereka anggap sebagai anak sendiri, atau adik sendiri. Apalagi Yo Han adalah seorang anak yang tahu diri, pandai membawa diri, rajin bekerja, juga amat cerdik. Mempelajari segala macam kepandaian, dia cerdik luar biasa Akan tetapi hanya satu hal, yaitu ilmu silat dia tidak peduli. Karena sudah merasa kesal sekali, pagi hari itu, melihat Yo Han hanya bekerja di kebun, sama sekali tidak mau berlatih silat, Kao Hong Li tidak dapat menahan kesabaran hatinya lagi dan ia pun menegur muridnya.

"Nah, hayo jawab. Kenapa engkau tidak mau melatih ilmu-ilmu silat yang sudah diajarkan oleh suhumu dan aku? Sudah berapa banyak ilmu silat yang kami ajarkan, bahwa engkau sudah hafal akan semua teorinya, akan tetapi belum pernah aku melihat engkau mau melatihnya! Hayo jawab sekarang, Yo Han, jawab sejujurnya, mengapa engkau tidak mau berlatih silat?"

Sejak tadi anak itu menatap wajah subonya (ibu gurunya), dengan sikap tenang dan pandang mata lembut, wajah tersenyum seperti seorang tua melihat seorang anak kecil yang marah-marah!

"Benarkah Subo menghendaki teecu (murid) bicara terus terang sejujurnya, dan Subo tidak akan menjadi marah, apa pun yang menjadi jawaban teecu?"

"Kenapa mesti marah? Dengar baik-baik, Yo Han. Pernahkah aku atau suhumu marah-marah kalau engkau memang bertindak benar? Selama ini, kami harus mengakui bahwa engkau seorang anak yang baik, seorang murid yang patuh, juga rajin bekerja dan semua ilmu pengetahuan dapat kau kuasai dengan baik dan kau pelajari dengan tekun. Kecuali ilmu silat! Kalau memang jawaban dan keteranganmu sejujurnya dan benar, mengapa aku harus marah? Kalau aku ini menegurmu karena engkau tidak mau berlatih silat, bukanlah untuk kepetinganku, melainkan demi masa depanmu sendiri."

Anak itu memandang kepada subonya dengan mata membayangkan keharuan hatinya. Setelah gurunya selesai bicara, dia pun menarik napas panjang.

"Subo, teecu tahu benar betapa Subo dan Suhu amat sayang kepada teecu, amat baik kepada teecu. Teecu tak habis merasa bersukur dan berterima kasih atas segala budi kebaikan Subo dan Suhu, Dan maafkanlah kalau tanpa sengaja teecu telah membuat Subo dan Suhu kecewa, menyesal dan marah. Sekarang, teecu hendak menjawab secara terus terang saja, sebelumnya mohon Subo memaafkan teecu."

Diam-diam Kao Hong Li memandang kagum. Sering ia merasa kagum kepada anak ini. Bicaranya demikian lembut, sopan, teratur seperti seorang dewasa saja, yang terpelajar tinggi pula!

"Katakanlah jawabanmu mengapa engkau tidak suka berlatih silat. Aku tidak akan marah,"

Katanya, kini suaranya tidak keras penuh teguran lagi.

"Subo, teecu suka mempelajari ilmu silat karena di situ teecu menemukan keindahan seni tari, juga teecu menemukan olah raga menyehatkan dan menguatkan badan, memperbesar daya tahan terhadap penyakit dan kelemahan. Akan tetapi, teecu tidak suka melatihnya karena teecu melihat bahwa di dalam ilmu silat terdapat pula kekerasan. Karena itu, maka ilmu silat itu jahat!"

Sepasang mata Kao Hong Li yang memang lebar dan jeli itu terbelalak semakin lebar.

"Jahat...?!?"

"Ya, tentu jahat, Subo. Ilmu silat adalah ilmu memukul orang, bahkan membunuh orang lain. Apa ini tidak jahat namanya?"

"Wah, pendapatmu itu terbalik sama sekali, Yo Han! Justeru ilmu silat membuat kita dapat membela diri terhadap kejahatan, juga dapat kita pergunakan untuk membasmi kejahatan. Kalau ilmu silat dipergunakan untuk kejahatan, tentu saja tidak benar. Akan tetapi ilmu silat dapat dipergunakan untuk menentang kejahatan, seperti yang dilakukan para pendekar. Ilmu silat adalah ilmu bela diri dari serangan orang jahat maupun binatang buas. Yang jahat itu bukan ilmu silatnya, seperti juga segala macam ilmu di dunia ini. Jahat tidaknya, baik tidaknya, tergantung dari manusianya, bukan dari ilmunya. Ilmu silat atau ilmu apa pun tidak ada artinya tanpa Si Manusia yang memergunakannya."

Yo Han mengangguk-angguk.

"Teecu mengerti, Subo. Apa yang Subo katakan itu memang kenyataan dan benar adanya. Baik buruk tergantung dari orang yang menguasainya. Seperti Suhu dan Subo, walaupun ahli-ahli ilmu silat, namun sama sekali tidak jahat. Yang membuat teecu tidak mau melatih diri dengan ilmu silat adalah karena melihat sifat dari ilmu silat itu. Sifatnya adalah kekerasan, perkelahian, saling bermusuhan. Itulah yang membuat teecu tidak suka menguasainya. Kao Hong Li sudah mulai merasa perutnya panas. Ia memang galak dan teguh, dalam pendiriannya.

"Yo Han, lupakah engkau bahwa kalau tidak ada ilmu silat, engkau sudah mati sekarang ketika engkau terjatuh ke tangan para tokoh sesat?"

"Maaf, Subo. Nyawa kita berada di tangan Tuhan! Kalau Tuhan belum menghendaki teecu mati, biar diancam bahaya bagaimanapun juga, ada saja jalannya bagi teecu untuk terhindar dari kematian. Sebaliknya, kalau Tuhan sudah menghendaki seseorang mati, biar dia memiliki kesaktian setinggi langit sedalam lautan, tetap saja dia tidak akan mampu menghindarkan diri dari kematian. Bukankah begitu, Subo?"

Diam-diam Kao Hong Li terkejut. Dari mana anak ini dapat pengertian seperti itu?

"Anak baik, biarpun nyawa berada di tangan Tuhan, akan tetapi sudah menjadi kewajiban setiap orang manusia untuk menjaga diri, untuk selalu berusaha menyelamatkan diri dari segala ancaman. Dan ilmu silat dapat menjamin kita untuk menyelamatkan diri dari ancaman orang jahat atau binatang buas."

"Subo, maafkan kalau teecu berterus terang. Teecu selalu ingat betapa Ayah dan Ibu tewas, karena Ibu pernah berkecimpung di dunia persilatan. Ibu sudah terlalu banyak menanam permusuhan, sudah terlalu banyak bergelimang kekerasan, maka akhirnya Ibu tewas dalam kekerasan pula, bahkan membawa Ayah menjadi korban. Selain itu, pernah teecu mendengar kisah yang dituturkan oleh Subo dan Suhu, kisah para pendekar sakti. Mereka itu hampir semua tewas dalam perkelahian, dalam kekerasan."

"Kau keliru, Yo Han. Memang benar bahwa banyak pendekar tewas dalam perkelahian, seperti juga sebagian besar perajurit tewas dalam pertempuran. Akan tetapi justeru itu merupakan kematian terhormat bagi seorang pendekar. Tewas dalam melaksanakan tugas menentang kejahatan adalah kematian yang terhormat!"

"Membunuh atau terbunuh merupakan kematian terhormat, Subo? Ahh, teecu tidak dapat menerimanya. Semua kepandaian manusia didapatkan karena kekuasaan dan kemurahan Tuhan. Juga ilmu silat. Akan tetapi sungguh sayang bahwa kemurahan dari kekuasaan Tuhan itu oleh manusia diselewengkan, untuk saling bunuh. Tidak, Subo. Teecu tidak mau membunuh orang! Teecu tidak mau belajar ilmu silat, ilmu memukul dan membunuh orang."

Kao Hong Li menjadi semakin marah.

"Bagaimana kalau engkau sekali waktu diancam oleh orang jahat untuk dibunuh?"

"Teecu akan berusaha untuk menyelamatkan diri, melindungi diri dengan segala kekuatan dan kemampuan yang ada, bukan berarti teecu akan berusaha membunuhnya. Kalau teecu sudah berusaha sekuatnya. untuk melindungi diri, cukuplah."

"Hemm, bagaimana engkau akan mampu melindungi dirimu dari serangan orang jahat yang hendak membunuhmu kalau engkau tidak pandai ilmu silat?"

"Teecu serahkan saja kepada Tuhan! Sudah teecu katakan tadi bahwa nyawa berada di tangan Tuhan. Kalau Tuhan belum menghendaki teecu mati di tangan penjahat itu, tentu teecu akan dapat menghindarkan diri."

Kao Hong Li sudah kehilangan kesabarannya, Ia bangkit berdiri dan menatap wajah anak itu.

"Yo Han, aku khawatir bahwa engkau telah dihinggapi kesombongan besar yang tolol!"

"Maafkan teecu, Subo,"

Kata Yo Han sambil menundukkan mukanya.

"Bocah sombong! Kalau engkau tidak mau belajar silat, kalau engkau menganggap bahwa belajar silat itu salah, lalu engkau mau belajar apa? Engkau menjadi murid suami isteri pendekar, kalau tidak mau belajar silat dari kami, lalu mau belajar apa?"

"Teecu ingin belajar hidup yang benar dan sehat, belajar menjadi manusia yang berguna, baik bagi diri sendiri, bagi orang lain, dan bagi Tuhan. Teecu akan mempelajari segala ilmu yang berguna dan indah, sastra, seni apa saja, asalkan bukan ilmu yang merusak...."

"Sombong!"

Kao Hong Li membentak, kini ia sudah marah.

"Kau mau bilang bahwa ilmu silat adalah ilmu yang merusak?"

Pada saat itu, muncullah Tan Sin Hong. Sejak tadi dia sudah mendengar percakapan antara isterinya dan murid mereka. Dia tidak menyalahkan isterinya yang marah-marah. Dia sendiri pun tentu akan marah kalau saja dia tidak teringat akan keadaan Yo Han di waktu kecilnya.

"Aih, ada apakah ini sepagi ini sudah ribut-ribut?"

Sin Hong menegur sambil tersenyum tenang. Melihat suaminya datang, Kao Hong Li segera menuding kepada Yo Han.

"Coba lihat muridmu ini! Dia menjadi murid kita tentu kita beri pelajaran ilmu silat. Eh, dia malah menganggap bahwa ilmu silat itu jahat, ilmu yang merusak! Apa tidak membikin panas perut?"

"Sudahlah, nanti kita bicarakan hal itu."

Sin Hong menghibur isterinya, lalu bertanya kepada Yo Han.

"Yo Han, apakah engkau lupa hari lusa, adalah suatu hari yang bahagia? Nah, ada peristiwa bahagia apakah hari lusa itu?"

Yo Han mengangkat mukanya dan wajahnya berseri memandang kepada suhunya yang telah mengalihkan percakapan yang membuat hatinya merasa tidak enak terhadap subonya tadi.

"Teecu tahu, Suhu. Besok lusa adalah hari ulang tahun yang ke empat dari Sian Li."

"Ha, jadi engkau ingat? Dan sudahkah engkau mempersiapkan hadiahmu untuk adikmu itu?"

Yo Han menggeleng kepala.

"Belum Suhu."

Yo Han amat mencinta adiknya, puteri kedua orang gurunya itu, bahkan sejak Sian Li dapat merangkak, Yo Han lah yang selalu mengasuhnya dan mengajaknya bermain-main sehingga Sian Li juga amat sayang kepadanya. Sin Hong mengeluarkan uang dari saku bajunya dan menyerahkannya kepada Yo Han.

"Nah, ini uang kau boleh pakai untuk membelikan hadiahmu untuk Sian Li."

Akan tetapi Yo Han menggeleng kepalanya,

"Suhu, teecu ingin memberi hadiah sesuatu yang merupakan hasil pekerjaan tangan teecu sendiri kepada adik Sian Li."

"Hemm...."

Sin Hong menyimpan kembali uangnya.

"Dan sudah kau buatkan itu?

"Belum, Suhu!"

"Kalau begitu, mulai hari ini engkau boleh mulai mengerjakannya. Jangan bantu pekerjaan tukang kebun dan pelayan, tapi selesaikan membuat hadiahmu untuk adikmu."

Posting Komentar