Halo!

Kisah Sepasang Rajawali Chapter 05

Memuat...

"Lekas tangkap mereka!"

Mendengar aba-aba yang keluar dari mulut sang ketua sendiri, lima orang itu cepat bergerak. Seorang di antara mereka mendahului kawan-kawannya, menyerang Kian Lee, orang kedua menyerang Kian Bu sedangkan tiga orang yang lain sudah menerjang ke tengah-tengah di antara kedua orang muda itu. Kian Lee dan Kian Bu dengan mudah dapat menangkis serangan lawan masing-masing, akan tetapi ketika melihat tiga orang yang lain menyergap ke bagian kosong di antara punggung mereka, keduanya terkejut dan melompat dengan menggeser kaki. Sambil mengelak ini, Kian Lee merendahkan tubuhnya, kakinya bergerak menyapu dengan kecepatan kilat dan seorang lawan terpelanting!

Kian Bu juga mengelak dengan melompat ke atas, dengan gaya yang amat indah tubuhnya berjungkir balik di udara dan kedua tangannya bergerak menyambar ke arah kepala dua orang pengeroyok lain. Gerakannya cepat sekali dan tidak terduga-duga, juga amat ganas karena serangannya adalah serangan yang dapat mendatangkan maut. Kalau jari tangannya menemui sasaran, yaitu ubun-ubun kepala, lawan yang betapa kuatpun tentu akan terancam bahaya maut! Akan tetapi, seorang di antara mereka melempar diri ke belakang sehingga terluput dari serangan itu, yang kedua menangkis dan inilah kesalahannya. Biarpun ditangkis, karena Kian Bu menyerang dari atas dan menggunakan inti tenaga Im-kang yang dingin, tetap saja orang itu mengeluh, tubuhnya menggigil dan roboh terguling! Dia tidak terluka hebat, akan tetapi tubuhnya terbanting dan dia harus cepat bergulingan menyelamatkan diri.

Memang keistimewaan sin-kang yang dilatih di Pulau Es adalah sin-kang yang mengandung hawa dingin. Dan seperti gumpalan es yang dingin, sin-kang ini amat kuat terhadap perlawanan dari bawah, amat kuat untuk menekan ke bawah, berbeda dengan Yang-kang yang berhawa panas dan kuat sekali untuk mendorong, terutama ke atas, sesuai pula dengan kekuatan api yang panas. Dalam segebrakan saja, dua orang pengeroyok telah terguling. Biarpun mereka tidak roboh terluka, namun mereka telah terguling dan barisan mereka telah kacau, hal ini menunjukkan betapa hebatnya dua orang muda itu! Hek-tiauw Lo-mo memandang dengan melongo. Dia tadi sudah girang menyaksikan gerakan lima orang anak buahnya dan dia melihat pula betapa lima orang itu menggunakan Ngo-seng-tin dengan baiknya.

Bahkan gebrakan pertama, sebagai serangan pembuka tadi sudah amat baik, yang dua orang memancing perhatian kedua lawan, yang tiga orang mendobrak untuk membuat dua orang kakak-beradik itu terpisah dan tidak saling melindungi dengan berdiri saling membelakangi. Akan tetapi, biarpun kedua kakak beradik itu kini berpisah, fihak anak buahnya yang menderita rugi, dan kalau dikehendaki, kedua orang pemuda remaja itu tentu telah dapat berdiri saling melindungi lagi. Akan tetapi agaknya mereka menganggap hal itu tidak perlu. Dan memang benar. Gebrakan pertama tadi membuat Kian Lee dan Kian Bu maklum bahwa para pengeroyok mereka tidaklah sehebat yang mereka duga. Pertemuan tangan ketika menangkis, gerakan mereka ketika menyergap, sekaligus membuat kakak beradik ini mengerti bahwa untuk menghadapi lima orang ini saja, mereka berdua tidak perlu untuk saling melindungi! Bahkan kini Kian Bu berkata,

"Lee-ko, mundurlah dan biarlah aku main-main dengan mereka ini."

Kian Lee percaya akan kekuatan adiknya, maka dia mengangguk lalu mundur dan berdiri dengan sikap tenang. Hal ini tentu membuat Hek-tiauw Lo-mo makin terheran.

Benarkah lima orang anak buahnya hanya akan dihadapi oleh seorang pemuda saja? Pemuda itu masih belum dewasa benar, baru lima belas tahun usianya. Biarpun menerima pendidikan orang pandai, tentu belum matang kepandaiannya dan banyak pengalamannya. Hatinya merasa penasaran sekali dan perasaannya menegang ketika dia melihat lima orang anak buahnya sudah menerjang maju dengan gerakan berbareng, dari lima jurusan menubruk dan seperti lima ekor burung rajawali memperebutkan seekor kelinci, mereka itu mengulur lengan dengan jari-jari terbuka, siap hendak mencengkeram dan menangkap. Kian Bu yang memang merasa penasaran dan marah sekali melihat sikap ketua Pulau Neraka, kini menggunakan kepandaiannya dan mengerahkan sin-kangnya. Sengaja dia hendak memperlihatkan kepandaiannya, maka tubuhnya sudah bergerak seperti gasing,

Berputar dan sekaligus dia telah dapat menangkis lengan lima orang lawannya dengan keras sekali sehingga lima orang lawannya itu berteriak kaget karena tiba-tiba saja mereka merasa betapa hawa yang amat dingln menjalar melalui lengan yang ditangkis, membuat mereka menggigil! Itulah inti yang dilatihnya di Pulau Es, tenaga Im-kang yang disebut Swat-in Sin-ciang (Inti Salju). Melihat limag orang lawannya dapat dibuatnya mundur dengar tangkisan tadi, kini tubuhnya bergerak cepat dan kedua lengannya meluncur ke arah lima orang itu seperti dua ekor ular yang bergerak ganas dan cepat sekali. Pemuda ini telah mainkan Ilmu Silat Sin-coa-kun (Ilmu Silat Ular Sakti) yang dipelajarinya dari ibunya, Puteri Nirahai. Demikian cepatnya kedua lengannya itu bergerak sehingga sukar diikuti pandangan mata para pengeroyoknya, juga amat sukar diduga terlebih dahulu.

"Bu-te, jangan lukai orang!"

Kian Lee berseru karena dia tidak menghendaki adiknya yang berwatak keras itu menimbulkan keributan dan memperbesar permusuhan dengan Pulau Neraka.

Untung bagi lima orang Pulau Neraka itu bahwa Kian Bu selalu mentaati perintah kakaknya, kalau tidak, tentu mereka itu akan tewas! Mendengar ucapan kakaknya, Kian Bu mengubah totokannya yang tadinya ditujukan kepada jalan darah berbahaya dengan tamparan-tamparan yang mengenai dada mereka. Tamparan yang tidak begitu keras tetapi akibatnya cukup hebat. Berturut-turut lima orang itu mengeluh, tubuh mereka menggigil dan tergulinglah mereka ke atas tanah. Melihat lima orang anak buahnya menggigil dan muka mereka kebiruan, Ji Song cepat menghampiri mereka dan dengan menempelkan telapak tangannya sebentar dalam gerakan menekan, dia telah menyalurkan sin-kang dan membantu mereka mengusir keluar hawa dingin yang menyesak dada.

Lima orang itu maklum bahwa mereka bukanlah lawan pemuda tanggung itu, maka mereka lalu mundur mentaati isyarat mata yang diberikan Ji Song kepada mereka. Hek-tiauw Lo-mo mengerutkan alisnya yang sudah terhias uban. Sama sekali tidak diduganya keadaan akan menjadi demikian. Lima orang anak buahnya kalah oleh seorang pemuda tanggung, hanya dalam segebrakan saja! Hal yang tidak mungkin! Akan tetapi jelas telah terjadi! Gerakan dengan pemuda itu tadi amat cepat dan hebat, dilakukan dengan tenang, ciri khas ilmu silat yang tinggi tingkatnya. Mulai khawatirlah hatinya. Benarkah ayah kedua orang pemuda yang berjuluk Pendekar Super Sakti itu amat hebat ilmunya? Tidak, tidak bisa dia percaya bahwa di dunia ini ada seorang tokoh yang akan mampu menandingi-nya.

"Bagus sekali!"

Hanya satu kali dia menggerakkan kaki dan tubuhnya sudah mencelat ke depan Kian Bu dan Kian Lee. Sejenak dia menatap wajah kedua orang pemuda tanggung itu.

"Kalian ternyata memiliki juga sedikit kepandaian. Hendak kulihat apakah kalian dapat bertahan sampai sepuluh jurus melawanku."

"Tocu, mengapa tocu mendesak kami? Kami berdua orang muda sama sekali tidak mempunyai niat untuk melawan tocu. Mana kami berani bersikap begitu kurang ajar?"

Kian Lee masih berusaha membujuk ketua itu.

"Ha-ha-ha, apakah kalian takut?"

Kian Bu yang sudah merasa tidak puas menyaksikan sikap kakaknya yang terlalu mengalah, kinl meledak menjadi remarahan mendengar tantangan ketua itu. Dia bertolak pinggang dan membenak,

"Iblis tua, siapa takut kepadamu?"

Kian Lee terkejut mendengar adiknya memaki, akan tetapi karena memang julukan ketua itu adalah Iblis Tua Rajawali Hitam, maka disebut Lo-mo (Iblis Tua) oleh Kian Bu, ketua itu tidak menjadi marah, bahkan tertawa.

"Kalau tidak takut, lekas maju dan menyerangku."

Kian Bu sudah siap, mengepal kedua tinjunya.

"Bu-te, perlahan dulu "

Kakaknya memperingatkan.

"Ha-ha, orang muda yang halus. Kau pun boleh maju. Majulah kalian berdua dan hendak kulihat apakah kalian berdua sanggup bertahan sampai sepuluh jurus."

"Kakek sombong!"

Kian Bu membentak lagi.

"Mari kita maju, Lee-ko. Dia yang menantang dan akan malulah ayah dan ibu kalau kita tidak menyambut tantangannya!"

Klan Lee mengangguk kepada adiknya dan berkata,

"Hati-hatilah, Bu-te, jangan sembrono."

Melihat kedua orang pemuda itu su-dah siap, Hek-tiauw Lo-mo tertawa.

"Ha-ha-ha, majulah kalian...."

Sejenak mereka saling berpandangan. Kakek itu berdiri dengan kedua kaki terpentang lebar dan kedua tangannya di pinggang. Celana yang pendek, hanya sebatas lutut itu membuat dia kelihatan seperti seorang pengemis saja, akan tetapi kedua kakinya kelihatan bersih dan putih kulitnya, walaupun penuh dengan bulu dan otot yang melingkar-lingkar. Juga kedua lengannya yang hanya tertutup baju dengan lengan sampai ke siku, kelihatan kekar dan kuat.

"Hyaaattt....!"

Kian Bu yang sudah marah sekali itu kini sudah mendahului kakaknya, menerjang maju dan kembali dia menggunakan ilmu simpanan yang dipelajarinya dari ibunya yaitu sebuah jurus pilihan dari Ilmu Silat Pat-sian-kun (Ilmu Silat Delapan Dewa). Mula-mula dia meloncat ke depan sambil memekik nyaring, dari atas tubuhnya menerjang dengan pukulan tangan kanan mengarah dahi lawan, sedang tangan kiri mencengkeram ke arah pusar, akan tetapi secara tiba-tiba sekali gerakan yang hanya merupakan pancingan itu berubah sama sekali, tubuhnya menurun dan tahu-tahu pukulannya berubah menjadi serangan dari bawah, menotok ke arah ulu hati dan menonjok ke arah perut. Inilah jurus yang disebut Ciu-san-hoan-eng (Dewa Arak Menukar Bayangan).

"Ha-ha, bagus!"

Kakek itu mengubah kedudukan kakinya yang tadi terpentang lebar, dengan loncatan kecil dia mundur, kini menggunakan kuda-kuda dengan kaki kiri di depan dan kanan di belakang, tubuh agak merendah, kedua lengannya yang berotot bergerak cepat, yang kiri menangkis totokan lawan, yang kanan bergerak menangkap pergelangan tangan kiri Kian Bu.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment