Tentu saja para anak buah Pulau Neraka terkejut dan ketakutan. Cepat mereka bangkit berdiri sungguhpun mereka masih memandang ke arah Kian Lee dan Kian Bu dengan sikap sungkan. Hek-tiauw Lo-mo sudah meloncat ke depan dan dua orang pemuda tanggung itu melihat betapa gerakan kakek ini ringan sekali, sama sekali tidak sepadan dengan tubuhnya yang demikian besarnya.
"Bagus! Jadi kalian adalah putera Pendekar Super Sakti dari Pulau Es? Siapa sih itu Pendekar Super Sakti? Baru sekarang aku mendengar namanya! Tadinya kalian akan kujadikan pesta, daging kalian yang muda tentu enak dipanggang. Akan tetapi karena kalian adalah orang-orang Pulau Es, biarlah aku menjadikan kalian tahanan di sini. Hendak kulihat apa yang akan dapat dilakukan oleh Pendekar Super Sakti!"
Tiba-tiba seorang yang tua dan tubuhnya gendut tinggi besar, menjatuhkan diri berlutut di depan ketuanya.
"Ji Song, kau mau bicara apa?"
Hek-tiauw Lo-mo membentak, masih marah karena para anak buahnya tadi memberi penghormatan besar kepada dua orang pemuda itu. Ji Song adalah seorang tokoh Pulau Neraka yang boleh dibilang tertua, juga dia lihai sekali dan menjadi orang kedua setelah Hek-tiauw Lo-mo. Tentu saja sebagai tokoh tua, dia cukup mengenal kehebatan Pendekar Super Sakti yang amat ditakutinya itu (baca cerita Sepasang Pedang Iblis). Maka begitu mendengar tantangan ketuanya, dia takut akan akibatnya, kalau Pendekar Super Sakti mengamuk, bukan hanya ketua Pulau Neraka, mungkin seluruh penghuni Pulau Neraka akan menanggung akibatnya.
"Tocu, harap maafkan saya.... akan tetapi saya harap tocu tidak main-main dengan.... dengan Pendekar Super Sakti, Majikan Pulau Es. Hendaknya tocu percaya kepada saya dan.... dan sebaiknya kalau kedua orang pemuda ini dibebaskan saja agar jangan timbul banyak urusan yang akan memusingkan saja."
Raksasa itu mengelus jenggotnya dan mengangguk-angguk.
"Hemmm, kalau bukan engkau yang bicara aku tentu tidak akan percaya, Ji Song. Penghuni Pulau Neraka takut terhadap seorang manusia lain? Engkau membangkitkan keinginan tahuku lebih besar lagi, melihat engkau sendiri begitu takut! Seperti apakah Pendekar Super Sakti?"
"Seperti apa? Kalau dia datang, jangan harap engkau akan dapat hidup lebih lama lagi!"
Tiba-tiba Kian Bu berkata dengan suara mengejek.
"Pula, tidak perlu ayah datang, kami berduapun tidak takut menghadapi kalian!"
"Bu-te....!"
Kian Lee mencela adiknya, kemudian dengan suara halus dia berkata kepada ketua Pulau Neraka itu,
"Harap tocu suka memaafkan kami dan apa yang dikatakan oleh lopek itu tadi benar. Sebaiknyalah kalau di antara kita tidak timbul permusuhan apa-apa. Harap tocu membiarkan kami pergi."
"Nanti dulu, orang muda. Tidak begitu mudah menggertak Hek-tiauw Lo-mo, ha-ha-ha! Boleh jadi ayah kalian itu berkepandaian tinggi dan membikin takut hati para penghuni Pulau Neraka, akan tetapi aku yang belum pernah bertemu dengan Pendekar Super Sakti, sama sekali tidak takut!"
"Habis, apa yang hendak kau lakukan terhadap kami?"
Kian Bu membentak lagi saking marahnya. Kalau tidak melihat sikap kakaknya, tentu dia sudah menerjang maju dan menggunakan kekerasan untuk membebaskan diri dan meninggalkan pulau berbahaya itu.
"Ha-ha-ha, seperti melihat bumi dengan langit. Begitu besar perbedaan antara mereka, akan tetapi begitu sama tampan dan gagahnya! Orang-orang muda yang gagah dan tampan, siapakah nama kalian?"
"Namaku adalah Suma Kian Lee dan dia ini adalah adikku, Suma Kian Bu. Sekali lagi aku mengharap kebijaksanaan tocu untuk membebaskan kami dan biarlah kami akan menceritakan kepada ayah kami akan kebaikan hatimu itu."
"Oho! Kau hendak menggunakan nama ayahmu untuk menakuti aku?"
"Habis, kau mau apa?"
Kian Bu membentak.
"Kalian tidak boleh meninggalkan pulau ini sampai ayah kalian datang. Kalau benar ayah kalian super sakti dan dapat mengalahkan aku, ha-ha-ha, hal yang sama sekali tak mungkin, kalau aku kalah, baru kalian boleh pergi bersama ayahmu."
"Manusia sombong! Aku tidak takut, hendak kulihat bagaimana kau hendak menangkap aku!"
Kian Bu membentak lagi dan sudah memasang kuda-kuda dengan kokoh, kedua kakinya menyilang dan agak ditekuk lututnya, kedua lengan di depan dan di belakang tubuh, sikap yang siap menghadapi pengeroyokan banyak lawan yang mengurungnya. Kian Lee yang kini maklum bahwa tidak mungkin dapat membujuk ketua Pulau Neraka, juga sudah bersiap untuk membela diri, akan tetapi sikapnya tenang dan penuh kewaspadaan, cepat dia meloncat di belakang tubuh adiknya sehingga mereka berdua berdiri saling membelakangi dan dengan demikian saling melindungi.
"Heh-heh-heh, luar biasa! Ji Song, perintahkan lima orang untuk menangkap mereka. Hendak kulihat gerakan mereka. Dari gerakan anak-anaknya, tentu aku akan dapat mengukur kepandaian ayahnya,"
Kata raksasa itu sambil tertawa penuh kegirangan. Kedua alis Ji Song berkerut.
Dia takut sekali terhadap Pendekar Super Sakti. Sudah sering kali dia menyaksikan kehebatan sepak terjang pendekar yang menjadi Majikan Pulau Es itu. Bahkan bekas ketuanya, wanita yang memiliki kepandaian tinggi, sekarang menjadi isteri Pendekar Super Sakti dan seorang di antara kedua pemuda ini, yang bersikap tenang dan gagah, adalah putera bekas ketuanya. Tentu saja dia menjadi jerih sekali dan kalau saja tidak takut kepada ketuanya yang baru ini, yang dia tahu juga amat lihai dan kejam, tentu dia akan cepat-cepat membiarkan kedua orang muda itu pergi, seperti membiarkan kedua ekor singa muda yang masuk ke dalam rumahnya. Sekarang terpaksa dia menyuruh lima orang pembantunya yang paling lihai untuk maju menangkap kedua orang muda ini.
"Tangkap mereka, akan tetapi jangan sampai mereka terluka,"
Perintahnya kepada lima orang anak buahnya itu. Lima orang itu, tidak berbeda dengan Ji Song, adalah penghuni-penghuni lama Pulau Neraka, tentu saja merekapun gentar terhadap Pendekar Super Sakti dan terhadap Lulu, bekas ketua mereka. Ngeri rasa hati mereka kalau mengingat bahwa mereka disuruh melawan putera bekas ketua mereka itu!
Akan tetapi karena mereka maklum bahwa kalau mereka berani membangkang, tentu ketua mereka yang baru takkan ragu-ragu membunuh mereka, bahkan mungkin makan daging mereka, lima orang itu mengangguk lalu meloncat maju mengurung dua orang muda itu. Kian Lee dan Kian Bu tidak bergerak, tetap memasang kuda-kuda seperti tadi, tubuh mereka seperti arca, sedikitpun tidak bergerak, hanya mata mereka yang melirik ke kanan kiri mengikuti gerakan lima orang pengurung mereka itu. Seluruh urat syarat di dalam tubuh mereka menegang dan dalam keadaan siap siaga. Lima orang itu juga tidak berani turun tangan secara sembrono karena mereka dapat menduga bahwa dua orang muda ini tentulah memiliki ilmu kepandaian tinggi dan sama sekali tidak boleh dipandang ringan.
Maka mereka lalu mengurung sambil melangkah perlahan-lahan mengelilingi dua orang muda itu, saling memberi tanda dengan mata untuk mengatur gerakan mereka. Ternyata mereka itu hendak menggunakan bentuk barisan Ngo-seng-tin (Barisan Lima Bintang) seperti yang diajarkan oleh ketua mereka yang baru. Melihat gerakan anak buahnya ini, Hek-tiauw Lo-mo mengangguk-angguk dan mengelus jenggotnya dengan girang, mulutnya tersenyum-senyum dan dia sudah merasa yakin bahwa dalam beberapa gebrakan saja dua orang muda itu tentu sudah dapat diringkus dan ditawan. Tiba-tiba seorang di antara lima penghuni Pulau Neraka itu mengeluarkan teriakan yang menyayat hati saking tinggi lengkingnya, dan teriakan ini disusul oleh teriakan keempat orang kawannya.
Teriakan-teriakan ini mempunyai wibawa yang amat kuat dan dengan teriakan-teriakan ini saja, musuh yang kurang kuat sin-kangnya sudah akan dapat diro-bohkan! Harus diketahui bahwa tingkat kepandaian para penghuni Pulau Neraka tidak boleh disamakan dengan dahulu ketika Lulu masih men jadi ketua di situ (baca SEPASANG PEDANG IBLIS). Ketika Lulu masih menjadi ketua, belasan tahun sampai dua puluh tahun yang lalu, kepandaian anak buah Pulau Neraka memang sudah hebat dan tingkat kepandaian atau kekuatan sin-kang mereka ditandai dengan warna muka mereka. Muka mereka sebagai akibat keracunan ketika berlatih di Pulau Neraka, berubah menjadi berwarna-warna, ada yang merah, merah muda, biru, hijau, kuning dan sebagainya.
Makin muda warna muka mereka, makin tinggilah kepandaian mereka dan makin kuat sin-kang mereka. Ji Song yang kini menjadi pembantu utama ketua baru, dahulu bermuka merah muda, merupakan tingkat ketiga dari Pulau Neraka. Akan tetapi sekarang, semenjak Hek-tiauw Lo-mo menjadi ketua, tokoh sakti ini telah memberikan latihan baru dan kepandaian para penghuni Pulau Neraka meningkat demikian hebatnya sehingga warna muka mereka telah berubah menjadi putih semua. Putih seperti dikapur! Hal ini bukan merupakan tanda bahwa racun Pulau Neraka yang mengeram di tubuh mereka lenyap, sama sekali tidak, bahkan perubahan itu datang karena hawa beracun lain yang lebih hebat memasuki tubuh mereka. Hawa beracun yang tidak mengancam keselamatan nyawa, melainkan yang mendatangkan tenaga sakti beracun yang hebat!
Mendengar lengking-lengking mengerikan dan menyayat hati itu, Kian Lee dan Kian Bu cepat mengerahkan sin-kang mereka. Biarpun kedua orang pemuda tanggung ini telah memiliki tingkat kepandaian yang luar biasa tingginya, akan tetapi mereka tidak pernah bertempur dengan lawan tangguh, maka kini menghadapi pengeroyokan lima orang yang menggunakan khi-kang untuk merobohkan mereka itu mereka menjadi terkejut sekali. Mereka mampu mempertahankan serangan suara khi-kang ini dengan mudah, namun rasa kaget di hati mereka membuat tubuh mereka agak bergoyang. Hal ini disalahtafsirkan oleh Hek-tiauw Lo-mo. Goyangan tubuh kedua orang pemuda tanggung ini dianggapnya sebagai tanda bahwa sin-kang mereka tidaklah begitu kuat, maka dia tertawa bergelak dan membentak,