Kembali dia mengelak ketika pedang di tangan Lan Hong menyambar ke arah lehernya. Lan Hong tidak memperdulikan kata-kata orang itu yang memuji-muji kecantikannya. Hatinya penuh dandam kebencian dan ingin ia menyayat-nyayat dan mencincang hancur tubuh musuh besar yang telah membunuh ayah ibunya itu. Ia melanjutkan serangannya, dan kemarahan membuat seranggnnya itu tidak teratur lagi, akan tetapi justru serangan seperti itu amat berbahaya.
Melihat kenekatan gadis yang menyerangnya sambil bercucuran air mata itu, laki-laki itu segera menggerakkan pedangnya menangkis sambil mengerahkan tenaga sin-kang. Pedang yang menangkis itu mengeluarkan tenaga getaran kuat sehingga ketika pedang bertemu, pedang di tangan Lan Hong patah dan juga terlepas dari pegangannya! Gadis itu berdiri dengan muka pucat akan tetapi matanya terbelalak memandang penuh kabencian. Laki-laki di depannya itu berusia kurang lebih tigapuluh tahun, wajahnya tampan dan pakaiannya rapi, tubuhnya tinggi semampai. Seorang pria yang akan menarik hati setiap orang wanita, akan tetapi pada saat itu, Lan Hong melihatnya seperti setan jahat yang amat dibencinya. Laki-laki itu menodongkan pedangnya ke depan dada Lan Hong, tersenyum dan kembali matanya memancarkan sinar kagum dan juga heran.
"Sungguh mati, kalau usiamu tidak semuda ini, tentu kau kukira isteriku! Engkau mirip benar dangan isteriku, bahkan engkau lebih cantik manis, lebih segar dan lebih muda! Ahh, ayahmu telah membunuh istriku, sudah sepatutnya kalau dia menyerahkan puterinya sebagai pengganti isteriku. Ha-ha, benar sekali! Nona manis, engkau akan menjadi isteriku. Aku tidak akan membunuhmu, sebaliknya malah, aku akan mengambil engkau menjadi isteriku, isteri yang tercinta, dan aku akan membahagiakanmu, akan melindungimu.... engkau akan menjadi pengganti isteriku yang telah tiada...."
"Tidak sudi! Lebih baik aku mati dari pada menjadi isterimu, jahanam!"
Teriak Lan Hong dan kini gadis ini menyerang dengan kepalan tangannya, menghantam ke arah muka yang amat dibencinya itu.
"Plakk!"
Tangan itu telah tertangkap pada pergelangannya oleh tangan kiri pria itu.
"Nona, pikirkan baik-baik dan jangan menurutkan nafsu amarah. Ingat bahwa aku terpaksa membunuh keluarga ayahmu karena ayahmu pernah membunuh isteriku yang tercinta. Sekarang, semua hutang telah lunas dan engkau...., engkau sungguh menarik hatiku, aku jatuh cinta padamu, nona. Engkau menjadi pengganti isteriku. Mudah saja bagiku untuk memaksamu dan memperkosamu, nona. Akan tetapi aku sungguh tidak menghendaki itu. Aku ingin engkau dengan suka rela menyerahkan diri padaku, menjadi isteriku yang kucinta."
"Tidak! Tidak sudi! Lebih baik aku mati!"
Lan Hong meronta-ronta dan pada saat itu terdengar tangis seorang anak kecil! Sie Liong agaknya terbangun dan dia menangis menjerit-jerit seperti anak yang ketakutan. Baik Lan Hong maupun orang itu terkejut. Orang itu melepaskan Lan Hong yang tadi sudah melupakan adiknya itu, dan dengan pedang di tangan dia menghampiri kasur terhampar di mana anak itu rebah menangis.
"Aha! Kiranya keluarga Sie masih mempunyai seorang anak kecil? Laki-laki pula! Ah, dia harus mampus....!"
Tiba-tiba saja Lan Hong menubruk adiknya.
"Tunggu....! Jangan.... jangan bunuh adikku....!"
Jeritnya sambil mendekap adiknya, melindunginya, mukanya pucat dan matanya terbelalak memandang pria itu.
"Jangan bunuh adikku.... ah, kumohon padamu, jangan bunuh adikku yang masih kecil ini....!"
"Dia putera ayahmu, kelak hanya akan menjadi ancaman bahaya bagiku. Aku harus membunuhnya. Berikan dia padaku!"
Laki-laki itu menghardik, kini suaranya berubah, tidak seperti tadi, penuh nada manis merayu, kini terdangar galak dan kejam. Lan Hong membayangkan betapa orang itu akan membunuh adiknya. Kalau ia melawan, iapun tentu akan mati. Baginya, mati bukan apa-apa, akan tetapi kalau ia mati dan adinya mati pula, lalu siapa kelak yang akan membalas dendam setinggi gunung sedalam lautan ini? Satu-satunya jalan, ia harus mengorbankan diri, menyerahkan diri, demi adiknya agar dapat hidup, agar kelak akan ada yang membalaskan kehancuran dan pembasmian keluarga ayahnya ini!
"Tidak! Tunggu....! Aku.... aku akan menyerahkan diri, dengan suka rela.... aku akan menjadi isterimu asalkan engkau.... tidak membunuh adikku....! Kalau engkau tetap membunuhnya, aku akan melawanmu sampai mati dan aku tidak akan menyerahkan diri, aku akan membunuh diri!"
Sejenak pria itu tertegun, memandang kepada anak laki-laki dalam pondongan gadis itu, lalu memandang gadis itu dari kepala sampai ke kaki. Sungguh aneh sekali, pikirnya. Gadis ini mirip benar dengan isterinya yang telah tiada! Dan begitu bertemu, timbul rasa suka dan cinta kepada gadis ini. Baru penolakannya saja sudah menyakitkan hati, kalau dia harus memperkosanya, hatinya akan lebih kecewa lagi. Kalau gadis itu menyerahkan diri seeara suka rela, mau menjadi isterinya, alangkah akan bahagianya hatinya! Hidupnya akan menjadi terang lagi setelah kegelapan bertahun-tahun yang dideritanya karena kematian isterinya. Akan tetapi anak itu! Ah, bukahkah janjinya hanya tidak akan membunuhnya? Baik, dia tidak akan membunuhnya, tapi....!
"Benar engkau akan menyerahkan diri kepadaku dengan suka rela?"
"Benar!"
"Dan engkau akan belajar mencintaku seperti aku mencintamu setelah aku menjadi suamimu yang mencintamu?"
Wajah gadis itu berubah merah.
"Aku.... aku akan mencoba...."
"Bagus, kalau begitu, aku tidak akan membunuh adikmu, akan tetapi sekali engkau memperlihatkan sikap memusuhi aku yang menjadi suamimu, adikmu akan kubunuh!"
"Tidak, engkau harus bersumpah dulu! Bersumpahlah bahwa engkau tidak akan membunuh Sie Lionh, adikku ini. Bagaimanapun juga aku percaya bahwa engkau masih memilikl harga diri dan memiliki kehormatan untuk memegang teguh sumpahmu. Bersumpahlah, baru aku akan percaya padamu."
Gadis itu mempertahankan diri sambil mondekap adiknya yang sudah berhenti menangis. Pria itu tersenyum dan mengangguk-angguk.
"Engkau cantik, engkau manis, engkau gagah dan engkau cerdik! Sungguh membuat aku samakin jatuh cinta saja. Engkau patut menjadi isteriku, sungguh! Siapakah namamu? Aku akan bersumpah." "Namaku Sie Lan Hong dan adikku ini Sie Liong."
"Nah, sekarang dengarkan sumpahku!"
Kata pria itu dan diapun berdiri dengan tegak, mengangkat pedangnya di depan dahi, mengacung ke atas dan diapun berkata dengan suara lantang.
"Aku, Yauw Sun Kok, bersumpah demi nama dan kehormatanku, disaksikan oleh padang pusakaku, Bumi dan Langit, bahwa kalau Sie Lan Song menjadi isteriku dan membalas cinta kasihku, menyerah dengan suka rela kepadaku, maka aku tidak akan membunuh Sie Liong! Biar Bumi dan Langit mengutuk aku kalau aku melanggar sumpahku!"
Setelah bersumpah, pria yang mengaku bernama Yauw Sun Kok itu menyimpan pedangnya ke dalam sarung pedang dan tersenyum kepada Lan Hong.
"Nah, bagaimana? Puaskah engkau dangan sumpahku tadi?"
Lan Hong mengangguk dan Sun Kok nampak girang sekali.
"Manisku, Hong-moi, kekasihku, isteriku.... kemenangan ini harus kita rayakan. Untuk memperkuat sumpahku, saat ini juga engkau harus menjadi isteriku yang tercinta. Tidurkan adikmu itu...."
Dengan lembut Sun Kok lalu mengambil Sie Liong dari dekapan Lan Hong, merebahkan anak itu di tepi kasur, kemudian dengan lembut namun penuh gairah, bagaikan seekor harimau, dia menerkam Lan Hong, mendorong gadis itu rebah ke atas kasur di dekat adiknya! Dapat dibayangkan betapa hancur perasaan hati gadis itu.
Dara yang sedang remaja ini terpaksa harus menyerahkan dirinya bulat-bulat, tanpa perlawanan sedikitpun, menyerahkan dirinya digauli pria yang baru saja membunuh ayahnya, ibunya, suhengnya, dua orang pelayan dan semua binatang peliharaan di dalam rumah. Bahkan ia harus melayani pria itu di kasur yang dihamparkan di atas lantai lian-bu-thia, dan dari tempat ia rebah terlentang itu ia dapat melihat dua buah kepala yang berlepotan darah di atas lantai, tak jauh dari situ. Kepala ayahnya dan Ibunya! Sie Liong mulai menangis lagi, meraung-raung. Lan Hong juga menangis, merintih kesakitan. Namun, Yauw Sun Kok yang dibakar nafsu birahinya itu tidak memperdulikan semua itu. Dia sudah merasa bangga, juga bahagia sekali karena gadis itu benar-benar menyerahkan diri bulat-bulat tanpa perlawanan sedikitpun! Diapun tidak perduli ketika gadis itu, di antara isak tangis dan rintihannya, berbisik-bisik,
"Ayah.... Ibu.... ampunkanlah anakmu ini.... demi keselamatan Sie Liong.... ahhhh...."